Kamis, 17 September 2015

Ikut POPNAS bela Provinsi A, Ikut PON bela Provinsi B, Bisakah?

Jakarta, 17 September 2015. Beberapa pertanyaan datang baik melalui telpon maupun SMS tentang masalah status atlet tenis diajang multi event. Saat ini sedang berlangsung multi event yaitu Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) XIII tahun 2015 dikota Bandung. Beberapa hari lalu saya terima daftar nama2 atlet yang akan ikut Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX tahun 2016 baik yang melalui Pra PON 2015.
Dari daftar nama tersebut kemudian melihat juga peserta POPNAS XIII ternyata ada perbedaan status atlet yang ikut serta. 
Contoh konkrit yaitu Putri Sanjungan Insani terdaftar sebagai atlet DKI Jakarta untuk POPNAS XIII sedangkan untuk PON XIX terdaftar sebagai atlet Kalimantan Utara. Begitu juga ada nama Rafidya mewakili Jawa Barat untuk POPNAS XIII dan terdaftar sebagai atlet Sumatra Selatan untuk PON XIX. Belum lagi disebutkan atlet tuan rumah yang selama ini dikenal berasal dari Yogyakarta . 

Tetapi ada satu kebanggaan bagi daerah daerah yang mempertahankan cara pembinaan yang benar yaitu membina atletnya sendiri tanpa harus membajak atlet sudah jadi dari daerah lain. Ini masih banyak daerah lainnya melakukan hal ini demi kemajuan pertenisan di Indonesia.

Hal seperti ini sering terjadi juga disaat berlangsungnya juga multi event lainnya seperti Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) yang dulu dikenal sebagai PORDA. Sebelum PRA-PON ataupun PON mewakili Kabupaten/Kotamadya diprovinsi A tetapi disaat PraPON/PON mewakili Provinsi  B. Dan masalah ini sudah berulang ulang terjadi dari tahun ketahun. 

Ketika hal ini dimunculkan maka kita juga harus menyadari kalau perpindahan domisili merupakan hak setiap insan olahraga. Harus disadari persoalan seperti ini menunjukkan betapa minimnya pembinaan atlet didaerah tersebut sehingga secara tidak langsung prestasi olahraga tidak bakal melaju ketingkat dunia. Ini semua pembina pembina disetiap daerah terbuai dengan cara cara instan, dan masuk akal juga karena ini adalah cara tercepat dan terMURAH dari segi pendanaannya. Tetapi lupa tugas dan kewajiban pembina pembina tersebut baik dari tingkat klub sampai kepada induk organisai tenis di Indonesia baik dari tingkat terendah maupun teratas. Ini salah satu indikasi pembinaan olahraga baik itu TENIS maupun cabang olahraga lainnya akan berjalan ditempat bahkan makin melorot dan tidak bisa diharapkan akan hadir salah satu bintang tenis dari Indonesia lagi.

Ada yang protes masalah ini dengan argumen yang mauk akal juga tetapi sebelum menyatakan pendapat tersebut sebaiknya kita melihat ketentuan atau peraturan dari setiap multi event tersebut. Karena dalam hal ini setiap event tentu punya perbedaan peraturan kecuali peraturan tenisnya yang sama yatu Rules of Tennis, sedangkan Tournament Regulations bisa berbeda
.
Khususnya yang berbeda disetiap Tournament Regulations adalah status peserta. Kalau untuk POPNAS yang digunakan adalah domisili sekolahnya dimana atlet tersebut menimba ilmunya. Bisa saja orangtuanya itu berdomisii dikota A tetapi atletnya berdomisili dikota B yang beda provinsi. Mungkin disini ada pengecualian bagi siswa Sekolah Ragunan (sekolah olahraga) yang mayoritas berkumpul atlet2 handal dari daerah daerah

Sedangkan untuk PON berlaku adalah domisili berdasarkan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Tetapi untuk PON XVIII itu ada ketentuan status pemain adalah KTP dan KTA (Kartu Tanda Anggota )Pelti, tetapi untuk PON XIX soal KTA Pelti dihapus oleh PP Pelti sendiri padahal itu salah satu produk PP Pelti  periode sebelumnya yang tidak disenangai oleh PP Pelti masa kini yang tidak memiliki hasil produknya sendiri selama 3 tahun berkuasa.

Dalam kenyataan terjadi banyak pembohongan dilakukan oleh pembina olahraga Indonesia. Kenapa dikatakan pembohongan. Karena ingin menaikkan PRESTISE (bukan Prestasi) daerah maka dilakukanlah jalan pintas yaitu membajak atlet yang berprestasi tinggi menjadi anggota timnya. Berbagai cara dilakukan seperti pembuatan KTP tidak melalui prosedur administrasi seperti yang kita lakukan. Sebagai contoh untuk pindah kekota lain maka setiap insan harus melapor ke RT kemudian RW dan seterusnya ke Kelurahan dan Kecamatan dan Kantor Walikota. Kira kira begitu prosesnya.

Apa lacur yang terjadi adalah ada indikasi yang lebih menjurus ke KTP bodong begitulah istilah yang lebih tepat. Begitu mudahnya memiliki KTP yang tidak terdaftar di RT ataupun  RW maupun kelurahan dan Kecamatan sebagai warga ditempat yang baru itu. Kenapa bisa begitu mudahnya mendapatkan KTP baru, karena pelakunya sendiri adalah aparat Pemerintah Daerah tersebut yang memuluskan perjalanan mendapatkan KTP baru. Begitu mudahnya karena yang terlibat diorganisasi olahraga banyak justru aparat pemerintah daerah ataupun kotamadya sehingga lebih mudah melakukannya demi PRESTISE daerah tersebut.. Tetapi ada jug yang bisa lakukan sesuai prosedur tetapi kemungkinan lebih besar kepada KTP bodong .

Menyadari masalah ini KONI Pusat telah mengantisipasi dengan keluarkan peraturan mutasi No 56 tahun 2010. Hanya ada 5 alasan yang bisa diterima untuk mutasi kederah lainnya.  Yaitu 1. Mengikuti kepindahan orangtua, 2. Mengikuti Suami/Istri, 3. Pindah tugas/mutasi kepegawaian. 4.mendapatkan pekerjaaan di Provinsi tujuan dan 5 Diterima di Sekolah/Perguruan Tinggi di Provinsi tujuan. Diluar kelima alasan ini maka mutasi tersebut tidak diperkenankan.
Yang menarik adalah prosedur perpindahanpun diatur dalam ketentuan mutasi tersebut. Mulai dari atlet mengajukan permohonan  ke Klub/Pengcab yang telah ditentukan redaksi surat permohonan mutasi tersebut. Kemudian Klub/Pengkot mengeluarkan surat Rekomendasi Prinsip Mutasi yang ditujukan kepada Pengda Pelti. Surat ini harus diketahui juga oleh KONI Kota/Kabupaten dengan tembusan ke KONI Provinsi asal dan atlet bersangkutan. Setelah itu Pengda Pelti mengeluarkan surat Rekomendasi Mutasi ditujukan kepada KONI Provinsi asal dengan tembusan ke KONI,PP Pelti,KONI Kota asal,Pngcab/Klub dan atlet bersangkutan.
Kalau Pengda menolak permintaan Mutasi tersbut maka diwajibkan pula menyebutkan alasannya.

Nah, sudah jelas aturan mainnya . Tetapi apa yang terjadi selama ini seperti dalam pemantauan. Saat ini sudah ada kasus protes dari salah satu Pengda dan bahkan sudah masuk dalam Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) Yaitu antara KONI DKI Jakarta dan KONI Jawa Timur memperebutkan Voni Darlina. Sebenarnya ada 2 atlet yang dipermasalahkan oleh Pengda DKI Jakarta yaitu Aldila Sutjiadi dan Voni Darlina. Tetapi yang lebih aneh lagi BAORI belum memutuskan tetapi PP Pelti melalui wakil sekjennya telah melayangkan suratnya dengan menjawab surat protes Pengda DKI dengan menyatakan kedua atlet tersebut adalah milik Pengda Pelti Jawa Timur. Kuasa Hukum Voni Darlina sendiri terkaget kaget sewaktu selesai sidang BAORI tanggal 15 September 2015 bertemu langsung dengan utusan Pengda Plti DKI Jakarta untuk mengatur damai, mendengar laporan Pengda Pelti DKI kalau PP Pelti telah menyatakan milik Jatim.

Dalam pembicaraan terungkap juga kalau dalam proses perpindahan atlet ada masalah pemalsuan surat Pengcab. Sehingga dianjurkan sebaiknya dilaporkan ke aparat hukum yaitu Polisi sehingga tuntas. Indikasinya menurut rekan Pengda yaitu pengetikan nama ketua Pengcabnya salah. Dan juga disebutkan kalau Pengda Pelti DKI pernah keluarkan surat penolkakan mutasi tersbut tetapi yang jadi pertanyaan masalah itu sudah terjadi perdamaian antara KONI DKI dan Jatim tanpa melibatkan Pengda Pelti DKI. Nah macam nana cerita seperti ini. Tetapi perdamaian itu belum terealiser dalam hal ganti ruginya. Artinya masalah ini belum tuntas.

Menghadapi Pra PON dan PON, justru timbul kesan PP Pelti membuat ketentuan yang merugikan daerah daerah. Salah satunya adalah jika ada yang protes harus datang ke Jakarta. Melupakan kalau ke Jakarta itu butuh beaya besar sedangkan beaya tersebut tidak dianggarkan oleh Pengda Pelti. Sehingga masalah ini timbul kesan untuk menghambat daerah untuk mengajukan protes. Beberapa daerah mengatakan kekecewaannya. Tetapi tidak berdaya menghadapinya karena masih terlalu lama jika menunggu Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) Pelti yang seharusnya setiap tahun diselenggarakan oleh PP Pelti sebagai salah satu kewajiban sesuai amanat MUNAS Pelti 2012.

Sekarang yang jadi pertanyaan adalah mau dibawa kemana Pertenisan Indonesia yang tercinta ini. Sebelum menjawab tentunya perlu dipertanyakan program2 apa yang telah dicetuskan oleh induk organisasi kita yang tercinta ini yaitu PELTI .  Pertanyaan ini sudah datang dari banyak Provinsi, tetapi sepertinya melupakan atau tidak ada keberanian untuk merubahnya. Tetapi justru daerah daerah bisa menjawab sendiri kalau pertanyaan diatas jawabannya adalah NOTHING


Tidak ada komentar: