Sabtu, 22 Agustus 2015

Lengser atau Dilengserkan

Minggu 23 Agustus 2015 Rentang waktu sejak dilantik 17 Februari 2013 sampai dengan Desember 2017 terasa sangat lama bagi sekelompok masyarakat yang kurang puas terhadap prestasi akibat amburadulnya kinerja didalam kepengurusan induk organisasi tenis di Indonesia. Bahkan keinginan merubah secepatnya cukup besar karena kekuatiran akan keterpurukannyai, menyebabkan keinginan ada perubahan  sudah mencapai puncaknya. Bahkan ketidak puasan justru datang dari pendukungnya disaat musyawarah nasional akhir nopember 2012 dikota Manado. Siapa lagi kalau bukan wakil wakil dari pengurus daerah disetiap propinsi di Indonesia.
Masalah utama awalnya adalah ketidak harmonisnya secara internal didalam kepengurusan selama ini. Diikuti pula  komunikasi antara pusat dan daerah sudah terputus sekali

Banyak kejutan dilakukan tetapi bukannya kejutan yng positip dimata pelaku pelaku tenis di seluruh Indonesia. Berbagai kebijakan yang justru merupakan buah dari musyawarah nasional tidak sepenuhnya dijalankan atau diterapkan dengan baik.

Ketidak puasan ini sudah merasuk kedalam inti permasalahan utama yaitu pembinaan yang merupakan ujung tombak bagi suatu organisasi. Kemajuan dan kemunduran sebagai nilai prestasi ditunjukkan dari hasil pembinaannya. Sehingga jika pembinaan ditingkat pusat sudah memprihatinkan maka pembinaan didaerah tentunya lebih memprihatinkan juga. Ini sudah terjadi.

Ketidak becusan didalam memimpin suatu organisasi bisa terlihat didalam keputusan sepihak terjadi yaitu pengunduran waktu pelaksanaan Pra PON. Bisakah dibayangkan menjelang H-10 pembukaan Pra PON keluar suatu jurus yang mematikan gairah daerah yang sudah berapi api memberangkatkan timnya ke Tarakan sebagai tempat pelaksanaannya. Kebanggaan ada didalam dada setiap petenis yunior akan mewakili daerahnya tertanam dengan baik tetapi justru dirusak dengan keputusan sepihak tersebut. Tidak sedikit daerah yang sudah memegang tiket ke Tarakan, mendengar pengunduran waktu pelaksanaan tentunya akan membuat sport jantung bagi penanggung jawabnya. Sebagian besar peserta masih berstatus pelajar ataupun mahasiswa tentunya memanfaatkan waktu senggangnya ternyata terjadi perubahan waktu pelaksanaan Pra PON diluar dugaan peserta. Bahkan pemusatan latihan sudah dilakukan harus bubar jalan kembali kekota masing masing.

Masalah lain juga muncul karena  dana udah ditangan dicurahkan oleh KONI Provinsi tetapi tidak jadi digunakan dan bahkan harus ada dana tambahan sebagai penggantian pembataan tiket. Itu sudah suatu kewajaran extra cost pembatalan tiket , sedangkan  yang tidak wajar adalah pengunduran waktu tersebut. Apapun alasannya tetap merugikan atletnya. Solusi bukan diutamakan tetapi kesewenangannya memutuskan yang sepihak dianggap Pengda Pelti karena tidak ada alasan yang dikemukakannya.

Keinginan terjadi perubahan didalam penanganan tenis di Indoesia sudah mencapai puncaknya karena berbagai keputusan selama ini sangat merugikan masyarakat tenis Indonesia.  Sadar atau tidak disadari pula makin pesimisnya pelaku pelaku tenis didaerah daerah terhadap kebijakan selama ini akan membawa dampak buruk masa depan tenis Indonesia. Ada yang apatis tetapi masih banyak juga yang bergairah dengan mengharapkan adanya perubahan mulai dari tingkat Pusat yaitu perubahan anggota pengurusnya bahkan pimpinannya sekalipun.

Menunggu sampai akhir masa jabatan tentunya sudah merupakan toleransi  yang sangat tinggi, tetapi berbagai tanggung jawab terhadap nama Indonesia ditahun 2016 sudah banyak yang menunggu. Apalagi tanggung jawab sebagai tuan rumah Asian Games 2018 sudah tidak bisa lagi memberikan toleransi terhadap kebijakan selama ini yang sudah banyak melenceng dari amanat musyawarah nasional berakibat nyata dalam prestasi nasionalnya.

Munculnya pertanyaan jika tidak ada perubahan secepatnya apa yang harus dilakukan oleh petinggi petinggi pengda disetiap provinsi di Indonesia karena tanggung jawab merekalah sebagai pemilih sewaktu Munas 2012 di Manado yang harus dipertanggung jawabkan kepada kesetiap pengurus cabang (pengcab) dan klub klub   tenis disetiap provinsi di Indonesia.


Merupakan sejarah baru pula jika sampai kepengurusan saat ini dilengserkan oleh pengda pengda seluruh Indonesia. Yang jadi pertanyaan sekarang siapakah calon yang berkeinginan berkontribusi dipertenisan nasional. Tentunya dari ratusan juta penduduk Indonesia, masih ada pecinta tenis yang bisa dan mau untuk memimpin induk organisasi tenis di Indonesia. Mencuat wacana pergantian pengurus ini sudah ada dipertengahan tahun 2015. Ada pengusaha, adapula birokrat. Yang paling penting adalah kandidatnya wajib hukumnya bisa bermain tenis dan aktip pula bermain tenis. Sebenarnya bukan masalah kalau tidak tahu bermain tenis tetapi bisa berikan waktunya dalam hidupnya memikirkan pertenisan Indonesia. Tetapi kelihatannya di Indonesia cara seperti ini bukan garansi bisa menjalankan roda organisasi tenis.

Turun tangannya mantan ketua umum induk organisasi tenis sendiri sudah membuka mata atas sitasi pertenisan Indonesia ini untuk memncari kandidat2 yang bisa dipertanggung jawabkan. . Ini memberikan gambaran kepeduliannya terhadap pertenisan Indonesia.

Tidak ada komentar: