Kamis, 16 Juli 2015

Panpel Davis Cup Lalai

Jakarta, 16 Juli 2015.Pertandingan Kejuaraan Dunia Beregu Davis Cup by BNP Paribas zone Asia Oceania grup 2 antara Indonesia melawan Pakistan telah berakhir hari ini dengan kemenangan Pakistan.
Yang menarik dalam pertandingan ini sempat tercium oleh saya ketika salah satu pemain tamu Samir Iftikhar sempat kebingungan mencari jatah makan siangnya yang belum datang, sedangkan gliran bertanding sudah datang. Bahkan pelatih tuan rumahpun mengeluh atas pelayanan panitia pelaksana atau Panpel.

Kenapa sampai terjadi hal ini. Janganlah digunakan alasan kalau sekarang bulan Puasa. Karena sepengetahuan saya sehari sebelum pertandingan tepatnya hari Senin setelah Undian dilakukan pula Captain’s meeting dimana yang hadir adalah kedua kapten regu didampingi manajer tim dan disaksikan oleh Referee dan juga Direktur Turnamen bersama Ketua Panpelnya. Di acaraini yang dibicarakan juga adalah kebutuhan konsumsi bagi kedua tim termasuk jadwal makan siangnya dan penempatannya dimana. Setelah masig masing kapten tim menyampaikannya maka tugas direktur turnamen untuk menyediakan kebutuhan tersebut termasuk kebutuhan didalam lapangan maupun diruangan pemain yang tersedia didua tempat karena masing masing kamar tim tersebut juga disediakan meja, kursi maupun meja untuk pijat. Biasanya menu yang tersedia adalah sandwhich dengan isinya berbeda beda sesuai keinginan masing2 tim. Yang sering jadi favorit adalah isi ikan tuna. Begitu juga buah buahan dan air minum maupun es batu. Intinya tugas panpel menyediakan kebutuhan tim yang sudah disepakatai waktu captain’s meeting tersebut.
Yang jadi pertanyaan adalah hari pertama terjadi keterlambatan konsumsi datang sehingga merugikan pemain yang harus bertanding. Akibatnya petenis tuan rumah juga kena batunya. Sehingga bukan mau mengkambing hitamkan masalah konsumsi tersebut sebagai penyebab kekalahan tim tuan rumah.
Disini panitia pelaksana yang terdiri dari petinggi petinggi Pelti Pusat bisa membuat kelalaian sehingga merugikan kedua tim.
Sebenarnya yang juga harus dipikirkan oleh pembina tenis ditingkat nasional sekalipun maupun dibawahnya adalah menu setiap harinya. Bisa dibayangkan selama ini terjadi kalau atlet makan selalu mencari yang bisa membuat perut kenyang. Ini satu kekeliruan besar terjadi. Tanpa disadari kalau diperhatikan makan fried chicken itu yang merupakan makanan favorit anak muda tidak layak bagi seorang atlet tenis. Sebenarnya sudah lama diperhatikan karena mayoritas atlet kita selain berpikiran cari makanan yang bisa bikin kenanyang juga yang termurah harganya. Nah, bisa dibayangkan bisa saja atlet tenis makanan warteg seharga Rp 20.000 dan sudah kenyang. Namanya warteg dimana bisa diketemukan jikalau waktu makan siang didalam pelatnas sekalipun selalu dijumpai atet kita bersantap dengan lahap.
Pola makan seperti ini harus dirubah jikalau mau go international. Coba ikuti makan dari atlet tenis nomor satuk kita, yang lebih banyak waktunya berlatih dan bertanding diluar negeri. Sudah beda. Jangan harapkan bisa lihat dia nongkrong di warteg. Ya, itu resikonya sehingga expensenya bisa meningkat.


Tidak ada komentar: