Kamis, 10 April 2014

Komunikasi tidak jalan mulus, gimana jadinya Tenis kita

Jakarta,10 April 2104. Setelah membaca kalender TDP 2014, saya sedikiti prihatin dengan penjadwalannya yang kurang tepat. Yaitu pelaksanaan TDP Piala Gubernur DKI Jakarta dengan Davis Cup. Kenapa sampai demikian terjadinya. Gubernur Cup mulai 21-27 April 2014 sedangkan Davis Cup 25-27 April 2014. Ada yang bertanya apa yang salah? Bisa saja dan boleh saja dilaksanakan walaupun dalam satu kota.
Yang saya permasalahkan adalah Davis Cup itu diikuti 4 petenis nasional dimana kedudukan tim Indonesia itu sudah diujung kejatuhan kalau kalah lawan China Hongkong, artinya akan tercatat dalam sejarah hitam kalau Indonesia alami degradasi ke grup 3. Bayangkan saja selama ini belum pernah terjadi Indonesia masuk grup 3 baik Davis Cup maupun Fed Cup. Kita boleh bangga ditahun 1989 Indonesia masuk grup Dunia dizaman Indonesia lawan Jerman. Ada yang menikmati lawan Boris Becker saat itu. Sekarang untuk tahun 2015 bisa2 Indonesia harus merayap ke grup 3, ini jangan sampai terjadi.

Maka apa yang harus dilakukan adalah mau ikut menonton sebagai supporter agar tim Indonesia bisa menang. Biasanya tuan rumah tambah semangat tandingnya.
Tapi kalau bersamaan pertandingan di Jakarta kedua big event tersebut maka akan memecah konsentrasi masyarakat tenis. Begitu juga petenis Davis Cup Indonesia.
Karena hadiah menggiurkan sebesar Rp 175 juta tentunya bisa jadi anggota tim Davis Cup akan memilih ikut Piala Gubernur karena so pasti duit masuk kantong mereka sebagai pemenang. Nah ini masalahnya.
Saya sendiri mendapat cerita dari Wakil Ketua Pengda Pelti DKI Johannes Susanto kalau mereka tidak pernah dikoordinasikan kalau rencana Davis Cup di Jakarta. Karena informasi yang mereka terima awalnya rencana di Solo sehingga Pengda Pelti DKI buat rencana di Jakarta Piala Gubernur DKI. Tapi kemudian pindah ke Jakarta karena tanpa sepengetahuan mereka. Inilah masalah komunikasi antara kedua badan resmi tenis kok bisa terjadi dalam satu kota pula. Apa sulitnya saling berkomunikasi saja. Tapi yang terjadi justru hanya pertelpon dilakukan oleh staf sekretariat bukannya anggota pengurusnya seperti ketua Bidang lah yang selevel. Dimana letaknya adu gengsi kedua pihak jangan sampai merugikan TENIS saja.
Yang perlu diperhatikan komunikasi bukan dengan cara telpon tetapi harus dengan surat resmi kalau berorganisasi. Telpon awal okey tapi dilanjutkan dengan surat resmi yang merupakan keharusan dalam organisasi. Ternyata surat resmi dari Pengda Pelti DKI ke PP Pelti sudah dikirim kurang lebih tanggal 4 Maret 2014 dan sampai sekarang tidak ada jawaban resmi. Ini menurut Wakil Ketua Pengda Pelti DKI Jakarta yang disampaikan pertelpon saja.
Bahkan sampai hari ini SK TDP Piala Gubernur DKI belum keluar sedangkan turnamen sudah tinggal dua minggu lagi. Nah lo.
Ketika saya coba SMS ke Ketua Panpel Davis Cup dapat jawaban hubungi Ketua Bidang Pertandingan. Dan saya juga laukan SMS ke Kabid Pertandingan PP Pelti dapat jawaban kalau SK tunggu tanda tangan Ketua Umum PP Pelti.
Penundaan Davis Cup sudah tidak mungkin kecuali terima denda dari ITF yang cukup tegas.  

Jadi solusinya gimana, ya saya sudah capek beri masukan kepada mereka yang muda muda ini dan ternyata tidak juga mau dikerjakan, padahal demi mereka juga kok. Ya, udah biarin aja mereka kerja dengan cara mereka toh yang akan menanggungnya mereka juga. Tapi masalahnya keluhan jatuhnya kepada saya yang menunjukkan ketidak puasannya. 

Timbul perseteruan antara kedua instansi tenis ini kalau tidak ditangani dengan baik maka akan terus berlanjut dan mau tahu akibatnya. Yang rugi adalah TENIS Indonesia. Karena ketika saya dengar renacana mereka ini sangat menyedihkan. Tapi tidak lah heran kalau Pengda DKI Jakarta bisa berseberangan karena waktu MUNAS Pelti 2012 tidak memilih Ketua Umum Maman Wiryawan, jadi lawannya. Nah lo......

Tidak ada komentar: