Senin, 07 April 2014

Jual Beli Atlet sudah marak

Jakarta, 8 April 2014. Kalau isu masalah perpindahan atlet dari satu daerah kedaerah lain sudah merupakan kewajaran saja didunia tenis Indonesia. Ini terjadi karena lemahnya pembinaan pertenisan didaerah daerah kita. Ini akibat kinerja Pelti didaerah daerah sangat lemah. Menurut pendapat saya, dari 33-34 Pengda Pelti di Indonesia yang aktip hanyalah bisa dihitung dengan jari tangan saja, artiya sekitar 30 prosen saja maksimalnya yang aktip. Lainnya kita lihat saja sendiri.
Perpindahan terjadi bukan saja didunia tenis tetapi juga sudah terjadi dicabor lainnya. Ada penyebabnya yaitu akibat ada salah satu multi events yang hasinya kurang membantu prestasi tapi lebih banyak membawa kepada presitise saja. Yaitu adanya Pekan Olahraga Daerah atau PORDA yang sekarang berganti nama menjadi Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) dan juga Pekan Oalahraga Nasional (PON).
Setiap menjelang PON ataupun PORPROV selalu terjadi hijrahnya atlet kedaerah yang lebih cenderung ke tuan rumah. Kalau baca statement petinggi KONI daerah tersebut sangatlah menggelikan, karena dikatakan itu keingnan atlet bukan penawaran pengurus induk olahraga. Bisa saja ngeles.

Tapi yang menarik sekarang ditenis , menurut pengamatan saya sudah mulai terjadi perpindahan atlet yang banyak menumpu di Tanah Jawa, pada hijrah keluar Jawa ataupun didalam Jawa sendiri. Sense of belonging sudah tidak berlaku lagi. Yang ada sense of money saja. Atau ada uang ada pemain. Apakah semua ini yang aktip adalah atletnya atau pelatih, ternyata ada juga dari orangtua juga banyak yang aktif mencari peluang kedaerah lain padahal orangtuanya itu tidak mau menyadari kalau cari makan didaerah sendiri bukan daerah lain. Ini mereka tidak mau tahu. Yang penting bisa dapat duit besar yang digunakan untuk membina kemajuan anaknya. Memang harus diakui kalau pembinaan tenis itu MAHAL.
Tapi yang menarik juga perpindahan bukan hanya untuk atlet tapi pelatih yang biasanya merupakan satu paket dengan atletnya. Tidak ada perpindahan hanya pelatih doang.
Bagaimana mengatasi semua ini, tiada lain adalah Pengda Pelti yang harus aktipkan kembali kinerjanya baru bisa mengatasi semua ini. Program pembinaan sudah ada sejak dulu dibeberkan dalam setiap Raernas Pelti, tapi akibat ganti pengurus muka baru (mayoritas bukan orang tenis) maka semua program itu terlupakan atau terhapuskan. Ini yang harus disadari oleh rekan2 di Pengda Pelti.

Tidak ada komentar: