Jumat, 28 Januari 2011

Tidak Mudah Merubah Kebiasaan Lama

Jakarta, 28 Januari 2011. Tidak mudah merubah suatu kebiasaan lama ke yang baru. Hal ini sering saya alami jika membuat suatu ketentuan yang berbeda selama ini. Kali ini saya mencoba dan sebenarnya sudah diterapkan pertama kali di RemajaTenis 4-7 Desember 2010 di Bandung. Pertimbangan saya selama ini adalah berdasarkan pengalaman selama ini dan yang terakhir saya alami paling parah yaitu RemajaTenis 6-8 Agustus 2010 di Kemayoran Jakarta. Yang daftar 220 peserta tetapi ternyata yang hadir hanya 180. Bisa dibayangkan waktu itu saya sediakan 240 pcs kaos sebagai sovenir peserta. Berarti saya masih simpan 60 pcs yang tidak bisa diberikan ke turnamen lainnya karena designnya khusus untuk tanggal tersebut. Disamping itu bagi perencanan jadi berantakan. Oleh karena itu karena RemajaTenis merupakan konsep penyelenggara turnamen nasional yang low cost. Bukan hanya penerbangan saja yang menawarkan low cost tetapi turnamenpun bisa kita lakukan karena yang lebih penting adalah turnamen itu kebutuhan atlet. Apakah hanya karena kesulitan sponsor sehingga tidak ada turnamen sama sekali ? Tentunya kita yang sudah berkecimpung dipertenisan tidak bisa menerima begitu saja keadaan seperti ini.

Diawal tahun 2011, saya sedang persiapkan RemajaTenis dikota Bandung tanggal 3-6 Februari 2011 sebagai pembuka tahun 2011 kemudian disusul di Ambarawa dan Jakarta ditanggal 12-15 Februari.
Untuk melancarkan maka dibuatlah ketentuan entry fee ditransfer ke rekening penyelenggara, sehingga sebelum turnamen sudah bisa dibuatkan drawnya maupun order of playnya. Tetapi seperti yang lalu muncullah permintaan datang dari rekan pelatih yang selama ini aktif mendaftarkan anak asuhnya. Maklumlah seperti kita ketahui salah satu kebiasaan dari pelatih ini aktif daftarkan atletnya diturnamen tanpa berkonsultasi ke orangtua atletnya. Akibatnya sering terjadi disaat turnamen orangtua atletnya ada acara lain sehingga putra atau putrinya tidak bisa ikut turnamen. Yang lebih parah, penyelenggara tidak diberitahu pembatalannya.

Inisiatip untuk entry fee ditransfer datangnya juga dari pelatih/orangtua atlet, tetapi kenyataannya justru yang minta agar dibayar ditempat pertandingan datangnya juga dari mereka ini. Ada juga yang lebih ekstrim sewaktu menyarankan cara melaksanakan pertandingan agar lebih apik, sudah dijalankan ternyata pelatih tersebut juga yang minta dispensasi karena tidak bisa ikuti aturan yang pernah dia sarankan. Ini namanya cuma bisa koreksi kerja orang lain.

Mentransfer entry fee ke rekening bank sebenarnya cara termudah, tetapi tidak mudah bagi yang enggan ke Bank atau berdomisili diluar kota yang jauh dari bank tertentu. Tetapi sebenarnya di era sekarang dengan bermodalkan telpon seluler sudah disediakan juga m-banking. Saya sendiri sedang belajar gunakan m-banking BCA untuk memudahkan melihar saldo rekening tetapi saat ini telpon seluler saya tidak ada M3 aksess sehingga masih menunggu telpon Nokia N-71 ini diperbaiki.

Tetapi namanya turnamen kelompok umur maka kita harus maklumi ini turnamen pengembangan saja atau turnamen pembelajaran bagi atlet tenis sendiri. Kita harus sabar saja didalam melaksanakannya.

Kamis, 27 Januari 2011

Tanya aturan dan sangsi

Jakarta, 27 Januari 2011. Hari ini terima SMS dari salah satu rekan tenis di Jogjakarta. Mempertanyakan masalah aturan aturan di PP Pelti tentang domisili dan sangsi bagi yang pindah pindah tempat bisa ikuti beberapa event seperti PORPROV dalam setahun atau beberapa bulan berurutan.
Memang harus diakui sekali sering terjadi perpindahan atlet dari satu daerah kedaerah lainnya. Apakah ini disalahkan?
Perpindahan semu, begitulah sebenarnya. Kenapa ? Karena ternyata pindah kota hanya sesaat saja, sampai setelah selesai kegiatan membela daerah tertentu kemudian kembali lagi keasalnya. Begitulah setiap kali menjelang multi event seperti PORPROV, PON.
Karena saya paling sering menerima pertanyaan maka sayapun hanya bisa mengingatkan bahwa adanya aturan mutasi yang dikeluarkan oleh KONI Pusat.Tata cara mutasi cukup jelas dan bisa dimengerti walaupun banyak pelatih/orangtua yang membaca dengan kacamata sendiri dan berakibat keributan tersebut. Tetapi akibat yang saya terima saat itu adalah ada ketidak senangan terhadap diri saya dari rekan sendiri di Jakarta. Bahkan lebih sadis ditudingkan kalau saya menghasut daerah lain agar tidak melepas salah satu atletnya ke daerah lain sebagai tuan rumah multi event yang berambisi mengejar sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi juga.
Kalau saya ingat ingat di tahun 2010 paling banyak ada Pekan Olahraga Provinsi di Indonesia ini. Dan coba perhatikan peserta khusus tenis. Ada petenis yang ikuti satu PORPROV kemudian ikuti juga PORPROV berikutnya yang jangka waktunya kurang dari sebulan.
Saya bisa ikuti karena setiap ada masalah didalam PORPROV tersebut maka muncullah pertanyaan langsung kepada saya melalui telpon. Menurut pengamatan saya yang paling banyak lakukan hal ini adalah tuan rumah. Yang menghendaki sukses pelaksanaan dan juga sukses prestasi. Nah ini biangnya. Tapi semua itu sah sah saja. Karena tidak ada aturannya. Oleh karena itu PP Pelti sedang menerapkan KTA PELTI (Kartu Tanda Anggota PELTI). Tetapi walaupun ada KTA Pelti masalah ini tetap saja bisa dilanggar. Kenapa? Karena sebagai penyelenggara PORPROV itu bukan PELTI tetapi KONI. Dimana peranan Pelti disini. Ternyata disetiap multi event ini Pelti hanya bisa mengacu kepada Rules of Tennis dan Tournament Regulation (Ketentuan TDP) yang tidak mengatur masalah status persyaratan pemain kecuali batas umurnya saja. Biasanya KONI menerapkan persyaratan peserta adalah domisili (yang paling sering dilanggar karena begitu mudahnya mendapatkan KTP baru, apakah benar bisa mendapatkan KTP baru?)

Ada suatu kejutan di lakukan oleh salah satu Pelti didaerah, dimana salah satu anggota pengurusnya yang juga pelatihnya diminta mundur dari kepengurusan Pelti karena terlibat langsung dengan membantu tuan rumah membawa atlet dari Jawa Tengah tanpa ikuti prosedur yang benar. Dikatakan melanggar komitmen mereka sendiri di kepengurusan tersebut.

Saya secara pribadi cukup sedih mendengar begitu banyak petenis yunior yang ditawarkan kedaerah daerah untuk multi event tersebut. Alasannya, katanya butuh pertandingan , tetapi sebenarnya bukan itu karena turnamen yunior di Indonesia ada sekitar 30, artinya setiap bulan ada minimal 2-3 turnamen. Alasan sebenarnya menurut saya adalah DUIT. Seharusnya yang dikejar adalah JUARA. Baru bisa menghasilkan prestasi. Memang betul untuk mengejar PRESTASI dibutuhkan DUIT. Tetapi jangan lupa jika sudah dapat itu PRESTASI maka DUIT akan datang dengan sendirinya. Coba kita lihat petenis elit sekarang sudah berada diposisi selebriti. Bayangkan saja masih yunior dimanfaatkan oleh orangtua untuk cari duit. Itu juga tidak salah atau bisa dikatakan sah sah saja. Tetapi jangan harapkan bisa berprestasi mendunia. Karena masih yunior sianak sudah mengejar DUIT bukan JUARA. Akibatnya turnamen dikampung kampung istilah kerennya dikejar karena ada duitnya. Ya, so pasti bisa menang karena lawan lawannya petenis kampung juga akhirnya. Ya begitulah nasib petenis kita jadinya akibat terlalu cepat puas.

Rabu, 26 Januari 2011

Ingin adakan Seminar Kepelatihan

Jakarta, 26 Januari 2011. Saat ini sedang berlangsung penataran pelatih National ITF Level-1 Coaches Course yang saya jalankan sendiri. Dasar saya, karena melihat masih banyak tenaga pelatih dibutuhkan di pertenisan Indonesia. Terbukti tahun 2011 saat saya edarkan informasi melalui SMS keseluruh Indonesia mulai dari Aceh sampai Papua/Papua Barat ternyata masih banyak permintaan yang tidak bisa saya layani karena keterbatasan tempat. Kalau tidak salah sudah banyak dilakukan penataran seperti ini dilakukan oleh Pelti didaerah daerah. Tetapi kelanjutannya tidak ada yang mengevaluasinya. Apakah mereka yang sudah lulus dan menyandang sertifikat ITF Level-1 sudah menerapkan ilmunya yang didapat dan apakah mereka ini mempunyai murid tenis. Ini pertanyaan perlu dikaji ulang sedalam mungkin. Menurut pendapat saya ada kemungkinan masih banyak yang belum menerapkan ilmu yang didapat. Disamping itu menurut saya yang perlu mendapatkan perhatian adalah bagaimana peningkatan populasi petenis di Indonesia. Apakah bertambah atau berjalan seperti biasanya. Ini salah satu tugas kita bersama untuk menarik perhatian masyarakat agar bermain tenis. ITF (International Tennis Federattion) sendiri menyadari ada kecenderungan menurun minat terhadap tenis.
Oleh karena itu diperkenalkan bukan lagi MINI TENIS tetapi Play & Stay in Tennis. Untuk itu saya kira semua pelatih perlu mendalami program ini yang sangat penting. Disini untuk menarik perhatian adalah bagaiman menarik minat masyarakat untuk bermain tenis. Coba kita lihat lapangan tenis di Jakarta. Mulai di Senayan, beberapa puluh tahun silam jika masuk ke lapangan gravel Senayan, kegiatan tenis masih berlangsung sampai pukul 11.00. Tetapi sekarang terlihat hampir kosong. Kenapa ?

Menyadari hal ini terpikir saya untuk lakukan semacam seminar kepelatihan. Hal ini tereungkap setelah saya bertemu hari ini dengan salah satu pelatih dari Bengkulu yang bertemu di Senayan disela sela kegiatan ITF Level-1 ini. Namanya Didi Buchary dari Bengkulu. Didi menyampaikan keinginan reuni dengan teman teman Level-1 coaches.
Sayapun menyambut keinginan tersebut. Saya mulai membuat salah satu program dan mencari waktu yang tepat dan mulai menghitung beaya yang akan keluar.
Bagaimana membuat seminar ini menjadi menarik? Tentunya harus dipikirkan adalah pembicara yang akan diundang. Tetapi yang penting adalah menentukan dulu goalsnya dulu. Setelah itu mengemasnya sedemikian rupa agar menarik dan bisa membantu atau menambah pengetahuan kepelatihannya.
Materi seminarpun harus mulai dipikirkan, salah satu adalah memperkenalkan ITF Play & Stay in Tennis.

Jumat, 21 Januari 2011

RemajaTenis Diminta didaerah daerah

Jakarta, 21 Januari 2011. Setelah mereda keseganan saya terhadap pelaksanaan turnamen RemajaTenis diawal tahun dimana sempat saya batalkan walaupun sudah diumumkan untuk RemajaTenis tanggal 3-6 Februari 2011 di Bandung, maka kembali keinginan tersebut muncul agar RemajaTenis bisa berkembang diseluruh Indonesia
Ini sisebabkan setelah saya menerima beberapa pendaftaran yang sudah terlanjur ditransfer maka hati sayapun mulai luluh dan kembali berniat selenggarakan RemajaTenis di Bandung.

Kemudian sayapun mendapatkan penawaran dari masyarakat tenis agar bisa diselenggarakan turnamen RemajaTenis di Jakarta, kemudian dari Jawa Tengah ada permintaan di Tegal, Ambarawa. Tetapi yang saya tidak duga datang permintaan melalui SMS kepada saya agar dibikin juga di kota Blora Jawa Tengah.
Waduh, sayapun harus mencari waktu yang tepat untuk selenggarakan turnamen RemajaTenis sesuai dengan keinginan kota kota tersebut. Tetapi sebelumnya sayapun mendapatkan SMS dari kota Palu yang menyatakan akan diselenggarakan kembali RemajaTenis di Palu. Datang pula telpon dari Banjarmasin. Nah kalau sudah begini repot juga mencari waktu yang tepat karena konsep RemajaTenis ini adalah agar meminimalkan jumlah bolos sekolah bagi petenis yang masih berstatus pelajar.

Tetapi dsamping itu pula saya sempat berkomunikasi dengan rekan saya di Filipina. Maksud saya menyatakan kesediaan sebagai host turnamen SOFT TENNIS di Indonesia yang sedang direncanakan oleh South East Asia Soft Tennis Federation. Saya katakan saya berminat selenggarakan tingkat Asia agar lebih ramai. Ternyata disetujui mereka. Nah sayapun mau mencoba kembali karena kalau tidak salah saya pernah ikut sebagai penyelenggara turnamen internasional Soft Tennis di Senayan.
,

Selenggarakan Penataran Pelatih Tenis

Jakarta, 21 Januari 2011. Sebelum akhir tahun saya melihat adanya kebutuhan peningkatan kualitas pelatih dirasakan oleh masyarakat tenis Indonesia.Maka sayapun mencoba untuk kembali selenggarakan penataran pelatih atau dikenal dengan National ITF Level-1 Coaches Course. Maka sayapun mencari waktu yang tepat dengan menghubungi Tutor yang biasa digunakan PP Pelti. Setelah mendapatkan waktu yang tepat maka sayapun segera menghitung beaya beaya keseluruhannya. Untuk itu saya pun langsung kirim SMS keseluruh Indonesia disamping kirim surat ke Pengprov Pelti seluruh Indonesia. Karena saya tahu masih banyak kekuranagan di tempat Pelti Provinsi maka saya langsung kirimkan SMS maupun pengumuman melalui Jaringan sosial yang dikenal dengan facebook sebagai sarana promosi.
Kebetulan telpon seluler saya ada sekitar 2.600 alamat maka dengan SMS yang berulang ulang saya kirimkan kepada pelatih maupun orangtua petenis dari Sabang sampai Merauke. Info melalui sms lebih ampuh dan langsung saya terima pendaftarannya. Tapi agak berbeda cara pendaftaran karena saya mencoba dengan cara baru yaitu siapa yang daftar dengan transfer uang pendaftarannya memalui Bank baru dianggap sudah diterima pendaftarannya. Kenapa demikian, karena sudah jadi kebiasaan asal mendaftar tapi belum ada uangnya sehingga akan menutup kesempatan yang benar benar mau ikut tapi sudah tertutup karena kuota pesertanya terbatas. Sering terjadi asal daftar tapi no show dihari H nya.

Sebelum waktu pendaftaran ( 15 Januari) ditutup saya sudah menerima pendaftaran yang sudah melunasi , maka saya umumkan pendaftaran ditutup. Akibatnya ada sekitar 10 calon peserta yang terlambat saya tolak, Bahkan tadi pagipun ada permintaan dari salah satu klub di Sumatra yang memohon agar ada kebijaksanaan karena alasannya baru terima pemberitahuan. Padahal saya sudah kirim SMS kepada Pelti setempat yang juga satu naungan dengan kantor Pelti setempat.

Pengalaman pertama saya selenggarakan penataran pelatih National ITF Level-1 coaches course ditahun 2009 di Jakarta dan tahun 2010 dan termasuk sukses karena pesertanya cukup banyak 30 orang. Dan ini yang ketiga kalinya.

Prima Pratama Yang Belum Dikenal

Jakarta, 21 Januari 2011. Tak kenal maka tak disayang. Itulah yang perlu diketahui. Karena secara diam diam salah satu program Pemerintah untuk mencapai sasarannya adalah Youth Olympic Games 2014 maka disiapkan atlet atlet yunior.
Maka dipilihlah 15 petenis yang berasal dari Padang,Banjarmasin, Bandung, Depok, Jakarta, Pati, DIY, Kudus dll. Disamping itu dipilih pula 3 pelatih dengan 1 pelatih kepala.
Muncullah banyak pertanyaan setelah keluar berita masalah nama nama atlet di www.remajatenis.blogspot.com. Pertanyaan baik melalui sms ataupun email dll. Tidak heran yang dipertanyakan adalah alasan putra atau putrinya tidak terpilih padahal dari materi petenis yang diterima itu masih kalah dibandingkan putra dan putrinya. Begitu juga pertanyaan lainnya adalah kenapa pelatih yang dipilih itu adalah Meiske Wiguna (Bandung), Poernomo (Tegal) dan Roy Morison (DKI).
Sewaktu pertanyaan itu datang kepada saya yang sebenarnya tahu adanya program tersebut, maka sayapun berpura pura tidak mengetahuinya. Agar selesai sudah yang bertanya tidak berkelanjutan dan juga pertanyaan ini muncul disaat yang tidak tepat atau nyaman bagi saya untuk menjawab. Kemudian saya dengar ada juga yang langsung bertanya kepada rekan rekan lainnya dikepengurusan PP Pelti yang tidak menguasai permasalahannya. Kenapa tidak menguasai karena saat dibicarakan dalam raoat PP Pelti yang bersangkutan tidak hadir. Entah apa pertanyaannya dan jawabannya saya tidak ketahui.

Untuk itu sayapun menyampaikan agar masyarakat tenis kalau ingin bertanya sebaiknya langsung saja kepada bidang yang berkompeten. Agar tidak mendapatkan informasi yang salah. Saya dulu sering dengar keluhan dari masyarakat tenis tentang masalah telah berhubungan dengan PP Pelti tetapi tidak tahu siapa orang yang dihubunginya karena melalui telpon. Saya sendiri pernah melihat dan mendengar adanya tamu dari luar masuk ke kantor PP Pelti bertanya tentang pertandingan. Kebetulan dikantor Pelti juga ada tamu lainnya yang sedang bermain yag sering berkecimpung di turnamen tenis.Langsung saja yang bersangkutan menyambut kedatangan tamu dengan memberikan jawaban jawaban terhadap pertandingan tersebut. Saat itu saya melihat hal itu terjadi maka sayapun memanggil tamu yang baru masuk untuk masuk kedalam kantor dan sampaikan kalau mereka itu bukan petugas PP Pelti tetapi tahu masalah turnamen. Langsung saya perkenalkan siapa siapa saja yang berkompeten untuk melayani tamu tersebut.
Kenapa hal ini perlu diketahui masayarakat tenis, sebagai contoh di turnamen tenis. Banyak yang menganggaop sudah minta ijin kepada petugas pertandingan tetapi bukan Referee. Padahal yang berhak memberikan ijin adalah petugas Referee.

Selasa, 18 Januari 2011

Bayar Tapi belum sign-in masih terjadi juga

Jakarta, 18 Januari 2011. Hari ini terima telpon dari rekan tenis di Tegal, yang ingin memberikan masukan dan saling tukar pikiran masalah pertenisan kita ini. Ini sih hal yang biasa bagi saya untuk menampung semua keluhan keluhan tersebut. Tetapi kalau sudah menyangkut kejadian kejadian di suatu turnamen, saya sendiri sedang mencari solusi agar kegiatan turnamen itu bisa berjalan lancar. Yang sering terjadi adalah masalah dihari pertama dimana dilakukan undian pertandingan tersebut.
Informasi yang saya terima karena ada kejadian di salah satu turnamen nasional diawal tahun 2011 di Jawa Tengah. Disampaikan ada 2 petenis yang sudah membayar uang pendaftaran tetapi lupa sign-in sehingga gagal ikut turnamen. Tetapi kemudian diakhir Desember 2010 saya juga terima SMS dari salah satu pelatih di Jakarta memberikan laporan kalau anaknya sudah membayar uang pendaftaran tapi tidak sign-in (mungkin lupa) sehingga gagal bertanding. Harus disadari Referee baru akan lakukan undian jika sudah selesai sign-in peserta.
Ini berarti saya mendapatkan 3 masukan dari kota yang berbeda.Beberapa tahun silam di Bandung waktu itu tahun 2008 ada turnamen internasional. Ada 2-4 petenis asing yang sudah bayar tapi belum sign-in sehingga gagal ikut bertanding. Ketahuannya hari berikutnya setelah pertandingan sudah berjalan.

Terlepas dari kejadian tersebut saya mencoba menganalisa dan menelaah kejadian tersebut dengan memikirkan cara terbaik didalam pelaksanaannya. Mulai dari pelaksana pertandingan baik itu Referee maupun Tournament Committeenya. Perlu kesadaran dari masing masing pihak akan kerjasamanya. Memang kita ketahui ada kewajiban setiap petenis sudah harus sign-in sebelum diundi. Apapun alasannya kalau tidak sign-in maka tidak bisa bertanding ini prinsip dasarnya.
Saya melihat bagaimana kerja dari Referee asing dalam menjalankan tugasnya....TELITI merupakan keharusan. Pertama meja duduk Referee dengan petugas penerima entry fee sudah harus berdampingan. Cara pertama pemain lapor Referee untuk sign-in dan pemain langsung tanda tangan kemudian oleh Referee diminta agar melunasinya. Mungkin agak repot kalau jumlah eventnya cukup banyak ( KU 10 th, 12 th, 14 th,16 th dan 18 th). Andaikan satu event lebih mudah.
Cara kedua adalah pemain kemeja penerima uang pendaftaran dan setelah itu langsung ke meja Referee untuk sign-in.

Dari kedua belah pihak baik itu Referee maupun petugas penerima pembayaran harus ada kerjasama , setelah selesai sign-in sesuai waktu yang ditentukan, maka kedua pihak ini saling check and re-check sehingga bisa diketahui apakah ada yang masih lolos atau tidak. Kira kira begitulah. Sewaktu di Bandung itu sebenarnya petugas penerima pembayaran sudah meminta kepada Referee agar dilihat nama nama yang sudah sign-in tapi ditolak oleh Referee. Saya tidak tahu kenapa demikian sikap Referee.

Ya, saya akui tidak mudah selenggarakan turnamen yunior karena banyak eventnya. Suatu saat akan terjadi atlet akan memilih milih turnamen yang waktunya bersamaan. Jadi yang diperhatikan adalah kualitas turnamennya dalam memberikan pelayanan kepada peserta. Tapi saat ini jika dalam waktu yang sama ada 2 turnamen yang berbeda provinsi saja maka turnamen yang sudah lebih lama akan protes karena tidak ingin turnamennya disamakan waktunya dengan turnamen lain, karena so pasti jumlah pesertanya akan berkurang. Ini masalah lain lagi.
Nah, jika kita ingin memperbaiki kualitas pelaksanaannya maka sudah harus belajar memperbaikinya. Kecuali sudah tidak minat memperbaikinya, itu lain ceritanya.

Senin, 17 Januari 2011

Pro Kontra Terhadap PRIMA

Jakarta, 17 Januari 2011. Olahraga Indonesia kadang kadang suka membingungkan, karena sering terjadi gonta ganti program jika pejabatnya ganti. Kita pernah mendengar adanya Program Garuda Emas yang merupakan program andalan dari Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI. Setelah itu di era Menpora Adyaksa Dault kita mendengar adanya PAL (Program Atlet Andalan) dengan komandannya Laksamana TNI (Purn) Achmad Sutjipto. Era Menpora baru, Andi Malarangeng kita mengenal program baru lagi yaitu Program Indonesia Emas (PRIMA), dengan komandannya adalah Mayjen TNI Tono Suratman, mantan atlet anggar nasional. Program PRIMA ini sudah diperkenalkan tahun 2010. Semua itu mempunyai target di multi events seperti Asian Games kemudian SEA Games dll.

Sekarang yang jadi pembicaraan dikalangan tenis adalah PRIMA ini mewajibkan setiap atlet yang terpilih masuk TC SEA Games 2011 harus mengikuti pendidikan di Batujajar selama 14 hari yang cukup dikenal Pusat Latihan Pasukan Khusus Angkatan Darat yg dulu dikenal dengan RPKADA. Dan tidak ada toleransi lagi kalau mau ikut SEA Gameswajib ikuti latihan di Batujajar. Kemudian saat ini ada yang PRO dan ada yang KONTRA.
Saya ikuti dari luar dan tidak pernah ikuti pendididkan seperti ini, tetapi hanya melihat maksud dan tujuannya diadakan kewajiban seperti ini. Nah, ada atlet yang menerima 100 % panggilan ini tetapi ada yang menolak dengan berbagai dalih yang bermacam macam.
Nah, coba kita lihat keuntunganya. Saya mencoba bertanya kepada atlet yang pernah ikuti latihan di Batujajar. Saya sendiri sewaktu mahasiswa Fak.Kedokteran UNAIR di Surabaya, pernah mencoba menjadi anggota Resimen Mahasiswa MAHASURYA, tetapi tidak dilanjutkan karena belum kena dihati, bahkan karena buat kesalahan saya akhirnya putuskan keluar dari Mahasurya.Kejadian ini lucu sekali. Karena latihan kemiliteran itu tidak tiap hari dan bukan masuk camp jadi belum terbiaa dengan tata cara militer, tapi sudah dapat seragam Mahasurya. Waktu itu saya liburan kembali ke Mataram (Lombok) karena kedua orangtua tinggal di Ampenan Lombok. Kembali ke Surabaya saya berseragam Mahasurya lengkap melalui Bandara Rembige. Saat itu bersama orangtua saya bertemu dengan Komandan KOREM Kol. Yusuf yang saya kenal juga karena hobinya juga main tenis. Saat berjumpa dengan seorang Kolonel dengan pakaian lengkap saya seharusnya berdiri tegap beri hormat tetapi langsung pegang tangan dan mengatakan "apa kabar Om". Setelah itu saya baru sadar, malu dan langsung masuk kamar toilet ganti baju seragam tersebut. Memang belum jalani latihan kemiliteran lengkap. Aduh malunya.
Kembali ke PRIMA di Batujajar. Saya melihat setelah mendengar dari atlet yang sudah pernah ikuti Prima ini. Saya melihat intinya disini dididik disiplin, kemudian team work, daya tahan (maksudnya disaat secapek capeknya harus bisa bertahan terhadap segalanya) dsbnya. Artinya sebenarnya ada manfaatnya.
Nah, bagi yang anti saya cuma mendengar komentar mereka. Ada yang dari pelatih yang tidak setuju dengan program di Batujajar karena tidak ada hubungannya dengan tenis. Kalau mau latihan fisik seharusnya disesuaikan dengan latihan fisik Tenis, bukannya secara umum. Pedapat ini juga betul sekali dari kacamata pelatih tenis.

Kalau masalah disiplin, saya sangat setuju sekali karena disiplin atlet kita ini menurut pendapat saya belum maksimal. Akibatnya diluar lapangan maupun dalam lapangan sewaktu berlatih dan juga bertanding sangat terasa sekali kekurangannya. Saya sebenarnya cukupprihatin terhadap disiplin atlet tenis kita. Ini harus disadari. Tetapi semua ini terpulang dari kepentingan atletnya sendiri. Begitu juga masalah team work dimana tenis adalah olahraga individual mungkin sangat diperlukan juga karena tujuannya adalah keberhasilan di multi events bukan single event yang selama ini. Nah, berbagai alasan yang dikeluarkan tentunya sah sah saja. Nah, kembali lagi kepada si atletnya sendiri, jika bisa mendisiplinkan dirinya ataupun seperti yang dimaksud dalam program latihan ini makabisa saja merasakan tidak perlu. Tapi menurut pendapat saya pribadi, masalah displin itu yang sangat diperlukan jika ingin sukses kedepan. Namanya setiap atlet masuk Training Center tentunya disediakan dana sebagai uang saku, maka wajar wajar saja si atlet diwajibkan masuk program si pemberi dana tersebut. Apalagi sewaktu pemanggilan atlet setiap atlet mengisi formulir kesediaan masuk ke Batujajar. Nah, lo !

Kamis, 13 Januari 2011

Disiplin Di Penataran Pelatih

Jakarta, 13 Januari 2011. Ada satu masalah yang cukup penting menurut pengamatan saya selama ini didunia olahraga yaitu masalah disiplin. Hal ini juga saya rasakan di tenis yang kita cintai. Karena kalau kita melupakan masalah ini maka jangan terlalu mengharapkan bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut pengamatan saya selama ini masih kurang sekali disiplin ini diterapkan oleh atlet atlet tenis begitu pula oleh pelatih pelatihnya. Maksud saya katakan ini bukan untuk menyudutkan kepada pelaku pelaku tenis ini, tetapi justru untuk lebih meningkatkan prestasi dimulai dari disiplin keras. Disiplin semua hal jika ingin maju.

Tanggal 23-30 Januari 2011 saya rencanakan selenggarakan pelatihan pelatih dengan label National ITF Level-1 Coaches Course yang merupakan salah satu agenda induk organisasi Pelti. Saya mau mencoba tanamkan disiplin ini bukan dari atletnya tetapi mulai ditanamkan kepada pelatih lebih dulu. Kenapa demikian ? Karena kita ketahui kalau pelatih itu harus sebagai suri tauladan bagi atlet atlet kita. Bagaimana jadinya jika pelatihnya justru memberikan contoh yang kurang baik, maka tentunya atletnya akan menirunya.
Maka dari itu saya mulai terapkan First Come First Serve, maksudnya pendaftaran baru diterima kalau sudah transfer uang pendaftarannya. Karena pengalaman saya dua tahun lalu selenggarakan kegiatan yang sama dimana peminatnya cukup banyak maka saya terapkan keinginan saya mulai ditahun 2011 ini. Setelah mencukupi targetnya maka segera saya tutp. Tercatat 5 nama yang sudah daftar tapi belum melunasinya maka ditolak, walaupun entry deadline masih lama. Hal yang sama juga untuk ikut serta turnamen saya terapkan.

Setelah itu saya mau mencoba menerapkan penyakit selama ini saya perhatikan adalah sindroma telpon seluler. Jadi selama kegiatan didalam kelas maupun di lapangan diminta mulai dari tutornya sampai ke peserta agar non aktifkan telpon selulernya. Mulai dari 3 tutor yang akan diterjunkan. Kenapa sampai 3 bahkan 4 termasuk saya sendiri yang akan memberikan pelajaran tentang turnamen. Karena menurut saya tidak bisa dilakukan oleh 1 Tutor saja, karena penataran ini ada ujiannya untuk dinyatakan lulus atau tidaknya sehingga lebih objektip kalau Tutornya lebih dari satu. Tutornya adalah Roy Morison, Alfred Henry Raturandang dan Hudani Fajri. Khusus Hudani Fajri akan mengajarkan tentang program baru ITF yaitu Play & Stay in Tennis sebagai modifikasi mini tenis. Ini juga suatu pelajaran yang sangat penting, punya tehnik tehnik khusus mengajri bagaimana orang mulai bermain tenis baik usia dini maupun orangtua. Kalau dari sini sudah salah maka seterusnya sulit diharapkan pertambahan minat akan olahraga tenis.

Ada satu lagi yang agak sulit diterapkan karena sudah merupakan habit bagi pelaku pelaku olahraga kita, yaitu merokok. Kalau didunia perwasitan sudah ada kode etiknya yang melarang merokok selama bertugas ditempat pertandingan. Jika ingin merokok maka harus keluar dari lokasi pertandingan. Hal yang sama juga berlaku bagi pelatih tenis. Nah, maukah mereka ini beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini !

Selasa, 11 Januari 2011

Mau Datangkan Maria Sharapova

Jakarta, 11 Januari 2011. Menerima telpon setiap hari dari rekan rekan tenis daerah merupakan santapan rutin setiap hari datang ke telpon seluler saya. Tetapi hari ini saya terima dari salah satu rekan dari luar kota yang berkeinginan mendatangkan petenis dunia Maria Sharapova kekotanya yang sedang getol getolnya.
Permintaan ini cukup mengagetkan karena tidak semudah itu bisa mendatangkan karena padatnya jadwal atlet tersebut dan disamping itu juga budgetnya agak berat. Tapi kalau soal budget bukan masalah maka tentunya bisa saja terjadi.
Permintaan seperti ini bukan baru pertama kali datang kepada saya, karena tahun lalu pernah juga rekan di Jakarta menanyakan kira kira mau datangkan petenis dunia seperti Roger Federer atau Rafael Nadal dan minta cari tahu berapa beayanya. Tapi karena dia sendiri katakan jangan dulu disebar luaskan keinginan ini maka sayapun jadi tambah ragu ragu juga.
Tetapi ini teman yang dari daerah ini katakan kalau ini ada permintaan dari pejabat tinggi didaerahnya, yaitu Gubernurnya sendiri berkeinginan kedatangan tersebut.
Kalkulasi kasar langsung saya katana disamping mintaa fee juga ada akomodasi, tranpsortasi 1st class bukan hanya untuk pemain tetapi juga beberapa timnya seperti pelatih , orangtuanya dll. Ya, kalau dihitung hitung bisa sampai 3-4 milyar rupiah. Begitulah kasarnya soal budget. Tapi ya saya mencoba mencari kontak teman teman diluar negeri ataupun melalui facebook langsung kepemainya.
Ini namanya usaha, bisa tercapai bisa juga tidak.

Senin, 10 Januari 2011

Hasil Turnamen Luar Negeri sebaiknya dilaporkan

Jakarta, 10 Januari 2011. Ada satu masukan ataupun himbauan kepada petenis kita kalau memberitahukan ke PP Pelti hasil keikutsertaannya diturnamen internasional diluar negeri. Karena sekarang PP Pelti tidak bisa memantau keikutsertaan atletnya ke turnamen internasional diluar negeri. Masalahnya sekarang sistem pendaftaran sudah bisa dilakukan langsung oleh petenis tanpa melalui induk organisasi di negara asalnya. Kalau dulu khusus yunior harus melalui PP Pelti.
Kalau dulu selalu berkembang permintaan agar Pelti proaktif mencari hasil turnamen tersebut karena walaupun Pelti yang mendaftarkannya tetapi hasilnya banyak yang tidak melaporkan hasilnya . Akibatnya tidak dimasukkan dalam PNP tersebut.
Nah sekarang saya juga baru sadar karena masih ada atlet kita yang bertanding diluar negeri tapi tidak melaporkan hasilnya.
Ketahuannya sewaktu mau kumpulkan data petenis untuk seleknas kelompok yunior. Dilihatlah ITF Junior ranknya, ternyata ada petenis yang punya ITF rank tetapi tidak ada PNP dikelompo umurnya maupun diatasnya. Dicarilah ke ITF melihat data data peringkatnya yangdiadaptnya di turnamen tertentu. Tapi PNP yang dipakai untuk bahan pemanggilan Seleknas digunakan yang 1 Desember 2010. Karena punya ITF rank maka atlet tersebut masuk dalam nominasi peserta seleknas.

Jadi dalam hal ini agar tidak terulang lagi maka sebaiknya setiap petenis yang ikuti turnamen diluar negeri melaporkan hasilnya. Kerugian bagi atlet yang tidak melaporkannya adalah jika ikuti TDP Nasional namanya tidak ada di PNP sehingga yang sehrausnya jadi unggulan bisa jadi non unggulan. Sebenarnya bukan masalah kalau memang prestasi atlet tersebut hebat dan bisa membabatk semua petenis yang punya PNP.

Keluhan daerah

Jakarta, 10 Januari 2011. Keluhan dari daerah banyak dilontarkan kepada saya melalui SMS ataupun Fb. Diawal tahun ini saya terima dari pelaksana Piala New Armada karena merasa tidak didukung oleh PP Pelti. Tetapi setelah saya jelaskan merekapun bisa menerimanya.
Keluhan pertama adalah adanya turnamen Pemalang Open yang mulai 27 Desember 2010 - 2 Januari 2011. Karena maunya Piala New Armada adalah turnamen pembuka tahun baru. Dimana diharapkan PNP dari hasil Pemalang Open masuk tahun 2010 bukan ditahun 2011. Masalah ini akhirnya sudah dimengerti karena PNP Pemalang Open dimasukkan ke tahun 2010 dan diedarkan diawal Januari 2011. Artinya New Armada tetap sebagai pembuka tahun baru.
Keluhan lainnya adalah menurunnya peserta Piala New Armada disebabkan adanya kegiatan seperti training camp, seleknas dan turnamen di Cilacap. Kegiatan training camp ini rencana mulai 10 -25 Januari 2011 di Jakarta diselenggarakan oleh Pengprov Pelti DKI Jakarta sedangkan seleknas 17-23 Januari 2011 di Jakarta. Piala New Armada mulai 10-17 Januari 2011. Jadi tidak heran kalau mereka mengeluh.
Kemudian saya terangkan masalah Training camp itu sesuai surat resmi Pelti DKI Jakarta menyampaikan kalau camp ini untuk Pelatda DKI Jakarta, jadi tidak perlu kuatir. Masalah Seleknas karena kejuaraan dunia KU 14 tahun itu dilaksanakan di Sri Langka untuk prakualifikasi dibulan Februari. Sedangkan untuk mengurus Visa masuk butuh waktu yang lama. Masalah turnamen di Cirebon saya tidak tahu, dan bukan turnamen resmi PP Pelti dan bukan TDP.
Begitu juga saya sampaikan ada kekuatiran masyarakat tenis tentang akibat Gunung Merapi yang melanda di Jawa Tengah. Kalau kita ikuti di Televisi yang setiap hari memberitakan masalah lahar dingin yang memutuskan jalan Magelan ke Jogjakarta maka tidak heran kalau banyak yang tidak mau mabil resiko. Begitulah kejadian kejadian selama awal Januari 2011 ini.

RemajaTenis kembali di 2011

Jakarta, 10 Januari 2011. Setelah beberapa hari ini istrahat karena akibat dari darah tinggi naik dari normal telah menjadi 200/110, semangat sayapun kembali normal untuk tetap konsisten agar tenis yunior bisa berkembang bukan hanya di Jakarta tetapi melebar juga kekota kota lainnya diluar Jakarta. Memang saya sendiri cukup kaget karena sewaktu mengukur sendiri tekanan darah dengan tensi meter air raksa awalnya masih anggap enteng karena masih sekitar 180/105. Dan saya masih bandel belum mau minum obat yang saya miliki. Esok harinya karena pusing makin menjadi jadi padahal sudah istrahat, maka pergilah ke dokter. Dokter sendiri juga kaget waktu melihat tensi saya sudah menjadi 200/110. Waktu saya ceritakan kalau kebiasaan saya mengukur tekanan darah dengan tensimeter air raksa (lebih akurat dibandingkan tensi meter digital yang banyak dijual). Dokternya mengakui kalau dia sendiri belum bisa mengukur diri sendiri tekanan darahnya. Ini sudah saya biasakan sejak lama sehingga bukan masalah.

Pikiranpun kembali ke kegiatan turnamen yang saya prakarsai yaitu dikenal dengan RemajaTenis yang sudah dinanti nanti oleh masyarakat tenis di Jakarta maupun luar kota. Mulailah kegiatan ini saya alihkan ke Bandung saja, dibulan Februari mendatang. Saya menerima SMS ataupun email yang menanyakan RemajaTenis di bulan Januari 2011. Kenapa tidak di Jakarta? Karena saya lagi konsentrasi juga kegiatan lainnya yaitu penataran pelatih ITF Level-1 di Jakarta , tepatnya 23-30 Januari 2011. Kegiatan ini sama konsepnya dengan Persami ataupun RemajaTenis yaitu harus bisa swasembada. Tahun 2009 saya sudah pernah laksanakan di Jakarta dan berhasil bahkan melebih kuotanya.
Kali ini sejak Desember 2010 saya sudah edarkan pemberitahuan ke Pelti Provinsi dan dengan SMS lebih cepat bereaksi. Datang permintaan dari Papua, Riau, Kepulauan Riau, Palembang, Bangka Belitung, Lampung, Sulteng, Bogor dan Jakarta. Saya perhatikan banyak peminta datang dari luar Jakarta atau luar Jawa. Ini menunjukkan mereka sebenarnya haus akan pendidikan pelatih ini.

Sayapun mencoba kirim SMS keteman teman yang ditahun 2010 pernah jalankan RemajaTenis, seperti Medan, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Palu, Cirebon dll. Ternyata mendapatkan respon dari Samarinda dan Palu. Langkah awal yang baik saya pikir, disamping itu juga tempat tempat baru lainnya. Ini yang membuat semangatpun meningkat supaya keinginan semua pihak khususnya orangtua petenis bisa terpeniuhi karena turnamen itu adalah kebutuhan atlet.

Minggu, 09 Januari 2011

Human Error bisa dilakukan Referee

Jakarta,9 Januari 2010. Disaat sedang istrahat saya menerima telpon dari salah satu orangtua petenis dari Manado (Asiano Lontoh)yang bereaksi setelah membaca PNP kelompok umur 16 tahun. Ini hanya sekedar pertanyaan yang cukup menarik karena kuatir kalau salah satu petenis asal Manado itu dirugikan dari hasil Turnamen Pemalang Open 2010 lalu.
Saya sendiri tidak memperhatikan masalah ini tetapi bisa menerima sebagai bentuk masukan didalam memperbaiki kinerja turnamen nasional.
Memang saya akui setiap pelaksanaan turnamen nasional yunior ini tidak semudah melaksanakan turnamen kelompok senior. Karena event yunior itu mempertandingkan banyak event bukan hanya 2-4 event. Bisa dibayangkan diselenggarakan kelompok umur 10 tahun, 12 tahun, 14 tahun, 16 tahun, 18 tahun untuk tunggal dan ganda baik putra dan putri. Jadi total jenis pertandingannya ada 20 jenis pertandingan. Dimana 10 event dilakukan undiannya dalam satu hari, dan ini makan waktu yang cukup lama, sehingga petugas yang lakukan undian yaitu Referee harus mempersiapkan diri maupun perangkat kerjanya sebaik mungkin. Sebelumnya diturnamen ini, saya juga menerima SMS dari orangtua petenis dari Jakarta masalah undian kelompok umur 10 tahun dimana dianggap sudah melanggar kelazimannya disetiap turnamen, yaitu sudah diundi dan diumumkan kemudian dirubah lagi artinya ada re-draw.

Masalah telpon ini ternyata ada benarnya juga setelah kita melihat hasil turnamen tersebut. Ada satu pemain yang tidak berhak mendapatkan unggulan ternyata oleh Referee dimasukkan sebagai unggulan 2. Ini karena namanya mirip. Disni betul kelalaian Referee dalam menempatkan nama tersebut. Atlet Manado tersebut bernama FERNANDO mendapatkan unggulan 2 karena mempunyai PNP-16. Penempatan unggulan kedua itu sudah benar karena memiliki PNP-16. Tetapi yang berhak tempat tersebut ternyata seharusnya FERNANDO BANGUN asal Pematang Siantar. Dan Fernanado Bangun tidak ikut dikelompok tersebut. Dan oleh petugas ditempatkanlah nama FERNANDO D SANGER. Dari sini terlihat menurut saya kekeliruan dilakukan oleh Referee sebagai penanggung jawab.
Yang menjadi pertanyaan apakah betul undian ini dilakukan oleh Referee sendiri atau dilakukan oleh perwakilannya. Kenapa saya bertanya demikian, karena sepengetahuan saya ada Referee yang tidak bisa bekerja jika tidak dibantu teman temannya sebagai bentuk masih dalam pembelajarannya. Saya hanya kuatir rekan rekan yang membantunya ada niat tidak baik sehingga bisa menjebak rekannya sendiri. Mudah mudahan tidak demikian. Tetapi yang saya tahu rekan Referee ini otodidak. Kenapa harus demikian, apakah tidak bisa dilakukan kursus kilat tentang masalah ini? Ini masalahnya, kenapa tidak ada niat untuk lakukan kursus singkat bagi petugas Referee tersebut. Semua terpulang kepada petugas yang menanganinya.

Kekuatiran akan merugikan atlet Manado itu saya kemukakan kepada rekan saya dari Manado tersebut, bahwa justru sebaliknya sangat menguntungkan bagi atlet Manado tersebut, dan hasilnya memang Fernando Sanger bisa lolos sampai ke Kuarterfinal dan namanya keluar di PNP yang baru (1 Januari 2011) di posisi 66 yang sebulan sebelumnya belum keluar di PNP. Ini keuntungannya karena dengan penempatan diunggulan 2 kemungkinan ketemu unggulan 1 maupun 3 dan 4 dibabak awal bisa terhindarinya.

Senin, 03 Januari 2011

Peringkat di suatu turnamen

Jakarta, 3 Januari 2011. Memasuki tahun baru ini saya mencoba berikan sumbang saran didalam pelaksanaan turnamen tenis sebagai bentuk kepedulian saya terhadap pertenisan ini. Karena berdasarkan pengalaman akhir akhir ini saya banyak terima SMS dari orangtua didalam pelaksanaan Turnamen nasional kelompok yunior.
Ini hanyalah masalah PNP Kelompok umur 10 tahun dan 12 tahun. Kenapa menyangkut kedua kelompok ini yang sering jadi perhatian khusus, karena saya melihat animo petenis yunior dikedua kelompok ini sudah menunjukkan kecendrungan meningkat. Peningkatan minat terhadap tenis ini didukung kuat oleh orangtuanya. Ada yang hanya sekedarnya membantu putra dan putrinya dan ada yang sangat tekun mengikuti perkembangannya. Sebenarnya kalau menurut yang saya ikuti anjuran dari ITF, bahwa kedua kelompok ini perlu mendapatkan perhatian serius sebagai cikal bakal petenis potensial.Sehingga khusus KU 10 tahun dianjurkan menggunakan bola khusus dengan tekanan hanya 75 %. Dan saya sudah menerapkan di RemajaTenis sebagai uji cobanya, dan ternyata mendapatkan respopns cukup baik sekali. Awalnya banyak keluhan tetapi setelah diberitahukan maksud dan tujuannya maka pelatih maupun orangtua bisa mengerti sekali.

Kita coba mengetahui maksud dari Peringkat didalam suatu turnamen tenis. Peringkat digunakan sebagai acuan Referee melakukan undiannya, sehingga adanya peringkat itu sangat membantu pelaksanaannya. Petenis ada Peringkat maka berarti petenis tersebut sudah mengikuti turnamen turnamen resminya yang digunakan sebagai acuannya.
Oleh induk orgnisasi tenis yaitu Pelti telah dikeluarkan Peringkat Nasional Pelti. Untuk yunior dikeluarkan hanya 3 kategori saja yaitu kelompok umur 14 tahun, 16 tahun dan 18 tahun.
Berarti kelompok 10 tahun dan 12 tahun tidak ada peringkatnya. Adanya inisiatip dari salah seorang wasit membuat peringkat KU 10 tahun dan 12 tahun itu dengan tujuan agar Referee bisa dibantu dalam membuat undian .

Dalam hal ini saya sih tidak mempermasalahkan adanya Peringkat KU 10 tahun dan 12 tahun yang dibuat bukan oleh Pelti,tetapi hal ini perlu diketahui oleh masyarakat tenis. Berita gembira untuk tahun 2011, Pelti akan keluarkan PNP KU 10 tahun dan 12 tahun.

Didalam pelaksanaan selama tidak ada peringkat resmi dari Pelti didalam suatu Turnamen nasional, seharusnya dalam Draw tersebut tidak perlu dicantumkan PNP nya karena tidak ada. Cukup saja penempatan dimana berdasarkan peringkat (yg dibuat bukan oleh Pelti) diletakkan nama pemainnya tanpa menyebutkan peringkatnya. Tetapi didalam pelaksanaan saya melihat ada Referee yang mencantumkan peringkatnya, tetapi ada yang juga tidak mencantumkannya sehingga masyarakat jadi bingung sendiri. Ini masalahnya.