Rabu, 25 Mei 2011

Masalah Perwasitan Indonesia

Jakarta, 25 Mei 2011. Kemarin menonton pertandingan tenis Internasional OKESHOP bersama Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Malarangeng didampingi Martina Widjaja Ketua Umum PP Pelti dan Ivana Lie mantan pebulutangkis nasional Indonesia.
Saya hormat juga kepada Andi Malarangeng ternyata masih memanggil saya Om. Begitulah penghormatan dilakukan oleh yang muda terhadap yang tua.
Pembicaraan menyangkut perwasitan Indonesia yang sudah beberapa tahun ini belum bisa berkembang keatas baru melebar. Maksudnya hanya ada penambahan wasit dengan brevet White Badge. Tetapi belum bisa meningkat menjadi Bronze Badge.
"Kelemahan wasit kita adalah kemampuan berbahasa Inggris." komentar Martina Widjaja. Langsung oleh Menteri dikatakan Pemerintah bisa bantu dengan ikut sertakan wasit kita kursus bahasa Inggris. Langsung saya katakan kepada beliau." Lebih mudah melatih calon wasit pintar bahasa Inggris tapi tidak mengerti tenis dibandingkan tahu tenis tapi tidak bisa berbahasa Inggris."
Begitulah persoalan wasit Indonesia, dan saya langsung sampaikan selama ini sudah ada 2 wasit Indonesia mencoba nasib ikut testing di Bangkok untuk meningkatkan brevet white badgenya tapi gagal.

Siangnya saya berbincang bincang dengan ITF Referee yang sedang bertugas di turnamen ITF OKESHOp di Senayan. Referee ini berasal dari Hongkong dan sudah saya kenal lebih dari 10 tahun. Namanya Gary Au Yeung asal Hongkong tapi sudah berdomisili di Canada. Dulu dia pertama kali baru sebagai wasit turnamen Challenger dan waktu itu dia sebagai wasit masih part time job, dan sekarang dia sudah lepaskan pekerjaannya itu dibidang komputer.
Disamping bahasa Inggris, dia katakan wasit Indonesia masih kurang menggunakan otak sewaktu bertugas. Karena sebagai wasit tugasnya juga mendidik petenis agar mengenal peraturan yang berlaku. Diberinya contoh kalau wasit Indonesia tidak memperhatikan pakaian peserta turnamen yang sudah ada didalam ketentuannya. Dikatakannya apapun alasan petenis tetap harus diikutinya. "Pemain sering minta pengecualian, seperti ketika diminta harus ganti kaosnya karena menyalahi aturan. Selalu dikatakan sudah habis persediaannya. Suruh beli saja, kita tidak perlu tahu kesulitannya."ujarnya.

Saya banyak belajar sama rekan rekan wasit atau Referee asing yang bertugas di turnamen internasional di Indonesia. Mereka cukup akrab dengan saya karena saya sering berkomunikasi dengan mereka disaat turnamen ataupun sesudahnya. Ada satu kelemahannya wasit Indonesia dan dia mengakuinya. Yaitu setelah pertandingan selesai tidak pernah ada yang mau berdiskusi dengannya membicarakan kasus2 diturnamen tersbut. " Selalu mereka minta pulang rumah." ujarnya.
Saya mengenal aturan aturan turnamen tenis karena aktif berkomunikasi dengan Referee asing, selain keuntungan bisa melancarkan bahasa Inggris didalam berkomunikasi, juga mendaptakan ilmu dari mereka ini. Sayapun tidak segan segan bertanya kepadanya.

Saya katakan saya pernah mendapatkan pertanyaan dari pecinta RemajaTenis. Yaitu apakah orangtua peserta turnamen boleh berikan makanan ringan ataupun minuman kepada wasit ataupun panitia. "Saya katakan saya belum baca code ethic perwasitan."ujar saya. Tapi dia katakan kalau hanya makanan ringan ataupun minuman bukan masalah. "Yang dilarang kalau berikan uang."

Tidak ada komentar: