Selasa, 29 Juni 2010

Mau berikan hadiah uang kepada pemenang

Banjarmasin, 28 Juni 2010. Disela sela pelaksanaan Turnamen Remaja Suzuki Cup th 2010 di lapangan tenis Dharma Praja Banjarmasin, saya bertemu dengan salah satu orangtua petenis yang sudah pernah saya kenal sebelumya. Dia mengajak berbincang bincang empat mata karena ketertarikannya akan adanya turnamen nasional khususnya yunior dikotanya salah satu Kabupaten d Kalimantan. Sayapun dengan senang hati jika ada niat dari masyarakat tenis ingin dikotanya ada turnamen nasional. Niat itu tentunya tidak akan saya lepas begitu saja.
Tetapi setelah menjelaskan maksud dan tujuan adanya turnamen yang merupakan kebutuhan atlet tenis, diapun menyampaikan keinginannya itu dengan memberikan hadiah tambahan dalam bentuk uang cash sebagai ganti cost yang telah dikeluarkan oleh orangtua petenis tersebut datang kekotanya.
"Saya sediakan dana hadiah dalam bentuk uang sebesar Rp. 25 juta. Karena merupakan gengsi bagi kepala daerahnya jika bisa memberikan pelayanan yang menarik." ujarnya. Sayapun melihat hal ini dari kacamata peraturan turnamen tenis baik yang dikeluarkan oleh ITF maupun PP Pelti, yang kepada pemenang turnamen yunior tidak diperkenankan menyediakan hadiah uang dalam bentuk apapun kecuali barang, sehingga saya katakan kalau hal ini saya tidak mau menjalankan tugas sebagai pelaksanan turnamen tersebut.
Diapun membujuk kalau dalam pelaksanaan nanti saya hanya sebagai undangan atau tamu. "Saya tidak mau meracuni aturan yang sudah baku dan lama itu. Apalah artinya hadiah uang itu dimana tidak ada kesannya jika digunakan untuk beaya perjalanannya.'

Dalam hal ini sayaun bersikeras agar tidak diberikan uang kepada pemenang turnamen yunior, walaupun banyak pihak suka melanggarnya.

Kamis, 24 Juni 2010

Keinginan Membina Atlet Usia dini

Jakarta, 24 Juni 2010. Tiba tiba muncul keinginan dari dalam diri saya untuk terjun langsung kedalam pembinaan atlet usia dini. Karena pengamatan saya selama ini, penanganannya sangat kurang serius. Pembinaan bisa saja daalam bentuk adakan turnamen khusus KU 10 tahun dan 8 tahun secara rutin di Jakarta. Keinginan ini muncul setelah menjalankan program National Youth Tennis Camp di Ragunan Jakarta.

Selama ini saya sudah sering lakukan turnamen KU 10 tahun baik di Persami maupun RemajaTenis. Hanya pelaksanaannya tidak sesuai anjuran dari International Tennis Federation (ITF), karena ITF telah membuat panduan pelatihan bagi anak anak usia 8 tahun itu menggunakan bola khusus ( 50 %) dan KU 10 tahun menggunakan bola (75 %).

Saya dengar sudah ada beberapa pelatih yang menyediakan pelatihan dengan bola khusus ini . Tetapi yang jadi pertanyaan apakah diperhatikan pelaksanaannya atau tidak karena pelatihan tersebut di sekolah tenis masing masing dicampur juga dengan kelompok umur diatasnya baik KU 12 tahun, 14 tahun, 16 tahun dstnya.

Dari mana saya mau mulai. Saya coba dulu dengan melemparkan wacana tersebut, dan menunggu responsnya apakah ada. Karena yang merepotkan adalah lapangan tenis (sewa mahal) yang akan digunakannya, kemudian pengadaan pelatihnya. Ini berarti dikaitkan dengan pengadaan dana. Dan yang jadi pertanyaan saya ini bukan termasuk orang kaya dalam materi, walaupun sudah memiliki rumah sendiri. Saya masih mencari pelatih yang bisa menangani dengan serius petenis usia dini. Karena tidak mudah bagi pelatih bisa mengayomi anak anak usia dini tersebut. Sedangkan peralatannya baik itu net, raket dan bola sudah ada.
Disamping di Jakarta, saya pikir sudah bisa juga dilakukan di Bandung karena lapangan Caringin saat ini sudah kehilangan sekolah tenisnya. Nah, untuk andung sudah harus didapatkan pelatihnya dulu baru saya akan memulainya.
Keinginan membina atlet usia dini makin lama makin besar, saat ini sudah mulai saya terapkan di turnamen tenis Remaja Tenis yang sudah mulai berkembang didaerah dae
rah.

Senin, 21 Juni 2010

Mimpi Jadi Petenis Dunia (lanjutan-4)

Jakarta,21 Juni 2010. Setelah mencoba membahas masalah faktor faktor pendukung untuk menjadi petenis dunia, saya kembali membahas salah satu faktor pendukung yang tidak kalah penting yaitu TURNAMEN. Kenapa turnamen itu penting, karena turnamen sebagai sarana evaluasi pembinaan yang berjenjang.
Kita harus pandai memilih turnamen yang punya tingkatannya. Bukan asal semua turnamen diikutinya, tetapi harus bertahap tingkatan turnamen yang harus diikutinya. Harus disesuaikan dengan kelompok umurnya jika mulai dari usia 10-12 tahun. Harus bertahap, janganlah merasa sanggup bertanding dikelompok umur diatas usianya. Saya sering melihat beberapa petenis yunior diusia 10 tahun sudah bertanding dikelompok diatasnya. Hal yang sama dengan petenis yunior sudah mulai berkecimpung di turnamen Pro Circuit (turnamen kelompok umum) . Sedangkan prestasinya dikelompok umurnya sendiri belum mencapai puncaknya. Entah tujuannya yang saya kurang jelas tetapi ada kesan seolah olah mencari prize money di Pro Circuit , apalagi bisa menikmati fasilitas wild card karena tanpa fasilitas wild card tidak mungkin atlet tersebut bisa masuk babak utama yang sudah mendapatkan prize money.
Seharusnya konsentrasikan dulu ke turnamen kelompok umur mulai dari turnamen nasional kemudian berjenjang ke turnamen internasional dikelompok umurnya sendiri.
Matangkan dulu dikelompok umurnya sendiri, dengan cara sudah bisa menjadi juara untuk beberapa turnamen nasional kemudian baru meningkat kekelompok diatasnya. Dikuatirkan sekali begitu naik ke kelompok diatasnya ternyata belum ada kesanggupannya dan lebih sedih kalau sampai kalah tanpa mendapatkan satu game sekalipun.
Di turnamen internasional yunior juga ada tingkatannya untuk bisa diikuti. Mulai paling rendah adalah kategori Gr 5 kemudian naik ke Gr4 (di Indonesia ada 4 turnamen ini yaitu Thamrin Cup, Oneject Indonesia, Widjojo Soejono dan Internasional Jakarta). Jika sudah bisa masuk ke gr 5 dan 4 maka tentunya peringkatnya bisa ditingkatkan. Jangan dulu coba coba ikuti turnamen Gr 1,2,3 , karena akan makan beaya (karena turnamen ada diluar negeri). Paling tinggi tingkatannya adalah Wimbledon Junior. Begitu juga turnamen nasional ada tingkatannya. Saya akui kalau RemajaTenis itu termasuk kategori terendah dari TDP Nasional yaitu Kategori J-5. TDP diatsanya yaitu Kategori J-4, ada J3 , J2 , J1.
Bagi kategori J5 dikhususkan bagi turnamen yang baru pertama kali diselenggarakan, nanti setelah itu tahun depan dilihat kualitas atlitnya yang ikut sehingga ada kemungkinan naik ke kategori J-4. Sedangkan angka yang didapat yaitu bagi juara 6, runner up 4, semifinlai 3, Quarterfinalis 3, Loser 16 rd 1.
Walaupun RemajaTenis termasuk kategori terendah, tetapi bagi atlet yang belum memiliki PNP tentunya sangat berguna sekali untuk mengumpulkan angka sehingga bisa mengagkat PNP nya. Terutama bagi atlet diluar kota yang minim turnamennya.

Jika sudah ke turnamen internasional yunior ( KU 18 tahun kebawah) yang mewajibkan minimal usia sudah mencapai 13 tahun baru bisa ikuti dan jika ke Pro Circuit minimal sudah berusia 14 tahun tentunya ada maksudnya dibuat aturan tersebut.
Di Pro Circui, diawali dengan turnamen dengan prize money $ 10,000 yang dikenal dengan Women’s Circuit untuk putrid dan Men’s Futures untuk putra. Awalnya jika ingin masuk ke ProCircuit ini harus sudah punya peringkat dunia baik WTA (Putri) maupun ATP untuk putra. Nah jika berhasil disetiap turnamen ini maka akan mendapatkan peringkat dunianya secara bertahap. Prestasi makin baik maka peringkat makin naik dan kesempatan bisa ikuti turnamen dengan kelas diatasnya makin terbuka ( ada Women’s Circuit $ 25,000 dan Men’sChallenger $ 25,000) dan seterusnya.. Bagaimana caranya bisa ikuti turnamen ProCircuit jika belum punya peringkat yang memadai untuk diterima? Caranya, mintalah wild card mulai dari babak kualifikasi dan ada juga untuk babak utama. Sebagai petenis yunior sebaiknya ikuti wild card kualifikasi dulu. Karena kesempatan bertanding lebih banyak dibandingkan dibabak utama.(bersambung)

Senin, 14 Juni 2010

Muncul lagi masalah

Jakarta, 14 Juni 2010. Hari ini terima telpon dari salah satu rekan pelatih di Sumatra Barat, tepatnya dari kota Padang. Seperti biasanya telpon dari daerah untuk berkonsultasi dengan permasalahan yang timbul didaerahnya atau juga ingin mendapatkan pandangan pandangan yang masih kabur bagi yang bersangkutan.

Rupanya ada masalah karena ada satu kegiatan di Provinsi Sumatra Barat dimana ada keikut sertaan salah satu atlet yang pindah dari Provinsi Jawa Tengah ke Sumatra Barat.
Kelihatannya atlet ini menjadi masalah tentang keabsahan usianya. Berbagai tudingan ataupun rumor yang menurut saya tentang usianya yang secara " resmi" dicantumkan tahun 1997. Kenapa saya tekankan resmi dalam tanda kutip, karena saya sudah melihat langsung Akte Kelahirannya di Kemayoran disaat ada seleksi nasional KU 14 tahun. Didepan ayahnya yang datang dari salah satu kota suci di Jawa Tengah dan pelatih yang sekarang membinanya dari Sumatra Barat yang sudah lama saya kenal di Jakarta Timur saat saya aktip sebagai pemain klub Sparta Maesa di anah Mas Jakarta Timur.
Sayasaat itupun sampaikan kepada pelatihnya kalau akte ini saya pribadi argukan keabsahannya. Karena secara kasep mata blankonya asli tetapi yang jadi pertanyaan saya adalh tanda tangan dari petugas catatan sipil tersebut.Kenapa ? Padahal saya tidak kenal petugas tersebut. Saya merasa ada keganjilannya yaitu dokumen resmi negara ini ditanda tangani bukan dengan tanda tangan langsung tetapi stempel tanda tangan. Apakah ini mungkin ?
Saking marahnya saya, kepada pelatihnya sayapun katakan saya berani bertaruh dengan potong alat kelami saya kalau anak ini bisa lolos seleksi. Suatu gamblin besar saking yakinnya saya berani, dan ternyata anak tersebut tidak lolos. Legalah saya atas gambling tersebut.

PP Pelti telah kirimkan surat resmi ke Kantor Catatan Sipi dikota dimana akte kelahirannya dikeluarkan. Anehnya adalah ayahnya bisa tahu dan coba telpon saya. Ternyata dikantor tersebut ada salah satu orangtua petenis juga yang terlibat kasus anaknya juga. Sampai saat ini Pelti belum menerima jawaban dari surat resmi tersbut. Apakah surat permintaan ini langsung ditahan dan tidak diteruskan kepada atasannya?

Kepada rekan yang bertanya dengan telpon dari Padang saya hanya tekankan semua itu tergantung dari ketentuan pertandingan yang dikeluarkan penyelenggara. Kita tidak bisa keluar dari ketentuan tersebut. Sebagai misalnya persyaratan peserta adalah Kartu Tanda Anggota Pelti, maka kita tidak perlu lagi minta Akte Kelahirannya. Walaupun ada sedikit kecurigaan dari foto copy akte kelahiran yang dikirimkan ke PP Peltis ewaktu membuat KTA Pelti. Hal yang sama jika ketentuan minta sebagai persyaratannya adalah Sekolah atau rapor sekolah maka hanya ketentuan ini yang bisa digunakan. Yang lainnya tidak bisa digunakan.

Minggu, 13 Juni 2010

Pertemuan dengan pelatih di Pontianak

Pontianak,12 Juni 2010 Berada di Pontianak yang sudah saya kenal sejak tahun 1974 termasuk tenis dengan masyarakat Pontianak, saya berinisiatip hari ini untuk berdialog dengan pelatih pelatih yang berada di Kalimantan Barat, khususnya Pontianak. Banyak masukan saya terima baik dari masyarakat tenis Kalbar maupun luar Kalbar yang pernah berkunjung ke Pontianak. Masukan ini membuat saya cukup prihatin, karena belum muncul bibit bibit baru dari Kalimantan Barat. Apakah tidak ada petenis Kalbar yang bisa dibanggakan selama ini? Inilah masalahnya, karena sewaktu PON yang lalu saya lihatKalbar justru menggunakan atlet luar Kalbar.

Masukan yang saya terima membuat saya prihatin, baik bagi petenis maupun orangtua maupun pelatih yang membimbingnya. Jikalau mau bertanding baik itu persahabatan, selalu muncul pertanyaan menanyakan haknya dulu seperti minta sepatu, kaos dll.
Saya setuju saja kalau itu haknya dimintakan tetapi kita harus bisa melihat atlet tersebut, sampai dimana prestasinya dulu. Kalau masih dimasukan sebagai kelompok junior maka saya sangat sayangkan sekali. Sudah sampai manakah prestasi atlet yunior Kalbar selama ini? Belum lagi masalah pelatihnya di Kalbar. Untuk itu saya berinisiatip mau mendengar keluhan keluhan yang datangnya dari pelatih pelatih ini.
Maka sayapun undang melalui SMS agar malam hari bisa berkumpul sambail makan malam bersama disalah satu restoran. Tetapi dari 10 SMS yang saya kirim hanay 2 yang memberikan respons. Akibatnya saya anggap tidak jadi saja. Tepat jam 17.00 sayapun melihat kelapangan, dan bertemu dengan pelatih pelatih. "Jadi nggak pertemuannya?" Langsung saya katakan tadi dikirimkan SMS tapi tidak ada tanggaan, tetapi akhirnya merekapun bersedia bertemu dilapangan saja.

Karena tidak melibatkan anggota pengurus Pelti Kalbar maka keluarlah semua keluhan keluhan disampaikan kepada saya. Mulai dari ketidak senangannya sampai masalah masalah lainnya. Sayapun sampaikan kalau kita ingin memajukan tenis yang tentunya akan menjadikan lahan pemasukan kehidupan sehari hari sehingga sebaiknya semua pihak berpikiran positip. Andaikan pelatih ini merupakan profesi sehari hari yang bukanlah sebagai sambilan, maka seharusnya berfokus kepada memajukan tenis. Pelti akan mendukung meinginan masing masing pihak yang akan memajukan tenis diwilayah masing masing. Jikalau terjadi friksi friksi ini merupakan masalah komunikasi saja. Dan semua pihak akan bisa menerimanya. Sayapun menyampaikan kalau saya selenggarakan kegiatan turnamen mulai dari Persami, saya tidak mau bergantung kepada orang lain.
Hal seperti ini bukan saja terjadi di Kalbar tetapi hampir seluruh daerah tyerjadi hal yang sama. Keluhan atas kinerja Pelti setempat merupakan sudah bukan barang asing bagi saya.
Sayapun menyampaikan kalau saya selalu berbicara solusi maka semua kendala akan bisa teratasi.
Sayapun meminta bantuan pelati pelatih ikut membantu menjelaskan ataupun mengajarkan kepada siswanya agar bisa mandiri. Tidak lupa sampaikan kalau selama berlatih putra dan putrinya sudah merupakan tanggung jawab orang tua.

Kamis, 10 Juni 2010

Orientasi Uang

Pontianak, 10 Juni 2010. Memasuki kota Pontianak yang pertama kali tahun 1972 dan sekarang ternyata sudah berbeda jauh, sejak dari Bandara Supadio sampai kedalam kotanya. Tetapi yang menarik dan cukup membuat saya prihatin adalah ada hambatan dipertenisan Kalimantan Barat adalah orientasi atletnya sendiri jika dipanggil baik latihan maupun bertanding oleh Pelti setempat.
Yaitu orientasinya kepada uang. Apa yang akan diberikan oleh Pelti kepada mereka, bahkan kalau latihan saja merekapun minta disediakan air minum, pakaian, sepatu bahkan raket sekalipun. Gejala ini sebenarnya sangat tidak sehat Kenapa saya katakan demikian. Karena belum berprestasi sudah meminta terlalu banyak.
Belum bisa memberikan prestasi sudah menuntut terlalu banyak yang sebenarnya merupakan kewajiban mereka sendiri tetapi dilimpahkan kepada pihak luar.

Saya paling sering kedaerah daerah, khususnya keluar Jawa dalam rangka mensosialisasi salah satu kebutuhan atlet yaitu turnamen. Keluhan datang baik dari orangtua atlet yang paling banyak menuding Pelti setempat tidak berbuat sesuatu bagi kepentingan atlet. Ini ada informasi yang positip dan ada yang terlalu banyak menuntut kepada Pelti yang sebenarnya kewajiban orangtua.

Kali ini sebaliknya , saya sudah pernah mendengar dari rekan Pelti tentang perilaku atletnya, seaktu berada di Sumbawa Besar NTB. Kali ini di Pontianak. Keluhannya kalau atlet terlalu banyak menuntut sampai ke hal yang kecil kecil dimana seyogyanya semua kebutuhan atlet tersebut disediakan sendiri, bukan oleh pihak Pelti. Minta sepatu, kaos, raket, senar dll. Bahkan lebih sedih kalau diundang bertanding friendly games misalnya dengan petenis luar Kalbar. " Apa dapat kaos, sepatu ?" demikian pertanyaan pertama.

Ini yang perlu diperhatikan, jika atlet yunior maka saya yakin mental seperti ini perlu diperbaiki.
Kita mulai dari dalam sebelu keluar. Sebagai orangtua mempunyai kewajiban tentunya bagi pendidikan anak anaknya termasuk pendidikan olahraga yaitu tenis. Anak maju maka orangtua tentunya juga bangga. Termasuk klub, pelatih dan daerahnya akan bangga. Begitulah jadinya. Anak belum berprestasi sudah banyak tuntutan maka prestasi akan jalan ditempat. Tidak ada upaya untuk meningkatkan pretasinya kedepan. Sudah cukup puas dengan keadaan sekarang.
Saya teringat sewaktu press conference di Jakarta, Walikota Tarakan mengatakan bangsa ini rusak jika orientasinya adalh uang. Hal yang sama terjadi di pertenisan. Beberapa tahun lalu sempat heboh ketika dilarang Turnamen nasional yunior memberikan hadiah uang. Larangani ini sudah lama sebenarnya ada hanya pelaksanaanya kurang mendapatkan kontrol ketat dari Pelti sendiri. Akibatnya petenis hanya mengejar turnamen yang memberikan hadiah uang besar, padahal ini turnamen yunior. Mulailah muncul catut umur dll.
Pertanyaannya sekarang, apakah kita mau mebiarkan semua ini?

Selasa, 08 Juni 2010

Masalah IPIN Cukup Serius

Jakarta, 8 Juni 2010. Makin banyak turnamen makin banyak peminat petenis Indonesia mengikutinya, apalagi jika turnamen diselenggarakan di Indonesia. Tetapi namanya turnamen internasional maka tentunya semua pihak harus menyadari kalau harus ikuti ketentuan internasional yang dibuat oleh ITF ataupun ATP-Tour maupun WTA_tour.

Bagi petenis Indonesia jika ingin ikuti turmanen internasional yunior, maka persyaratan pertama adalah harus memiliki IPIN (International Player Identification Number) yang sudah diperkenalkan beberapa tahun lalu. Awalya dimasa perkenalan atau sedang dalam sosialisasinya masih banyak kelonggaran didapat. Sebagai contoh , ikut turnamen dan membayarnya ditempat pertandingannya. Tetapi setelah berjalan dua atau tiga tahun, maka aturan itu atau pengecualian sudah tidak berlaku lagi. Artinya jika ingin ikut turnamen internasional sudah mutlak harus punya IPIN. Maksudnya disini, atlet tersebut sudah terdaftar di ITF.
Ada kalanya atlet sudah punya IPIN tetapi karena baru diurusnya 1-2 hari sebelum turnamen, maka setelah di cek olah Referee ITF yang bertugas ternyata nama atlet tersebut tidak keluar, walaupun sudah ada nomer IPIN tersebut. Referee-pun punya hak menolaknya karena setelah di cek melalui internet belum terdaftar. Dalam hal ini Referee tetap berpegang kepada aturan ITF dan sulit dimintakan kebiajksanaannya karena laporan Referee setiap hari di turnamen tersebut akan dipantau oleh ITF.

Berbeda dengan kalau pernah punya IPIN sewaktu masih yunior yang bisa digunakan ketika ikuti turnamen diatasnya (Men's Furtures ataupun Women's circuit) dengan menambah beayanya ( waktu yunior US$ 25 kemudian di Procircuit harus tambah US$ 20 lagi). Sewaktu perpanjang IPIN lebih cepat keluar namanya. Kalau belum pernah punya IPIN maka tentunya akan butuh waktu supaya sudah terdaftar. Ini yang perlu diketahui petenis. Karena sudah pernah terjadi hal diatas, dimana atlet merasa dirugikan akibat terlambat daftarnya.

Minggu, 06 Juni 2010

Mimpi Jadi Petenis Dunia (Lanjutan-3)

Jakarta, 6 Juni 2010. Setelah mencoba menulis dari faktor keluarga dan pelatih, maka perlu juga diketahui peranan induk organisasi dalam pembinaan prestasi atlet tenis agar bisa menjadi juara dunia.
Selama ini masyarakat hanya mengenai kalau induk organisasi tenis di Indonesia yaitu Pelti punya peranan besar terhadap pembinaan tenis. Sehingga mereka lupa peranan orangtua maupun pelatihnya. Dalam hal ini Pelti sebagai fasilitator, bukan sebagai eksekutornya. Saya sering melihat langsung orangtua ataupun pelatih seolah olah kewajiban dari Pelti. Sering terjadi permintaan orangtua atau pelatih kepada Ketua Pengprov Pelti ataupun Pengkab/kot Pelti didaerah daerah, permintaan dana untuk ikuti turnamen diluar kotanya. Kebiasaan ini sering kali dilayani juga karena kerelaan dari Ketua Pengprov atau Pengkab/Kot dan menjadikan suatu preseden.

Sebenarnya Pelti selaku fasilitator, berperan menyiapkan turnamen sebanyak mungkin diwilayahnya. Begitu juga kepelatihan pelatih diadakan memenuhi kebutuhan wilayahnya. Berbagai kegiatan diperkenalkan kepada masyarakat tenis seperti Mini Tenis ataupun sekarang dikenal dengan Play and Stay in Tennis. Coaching clinic dengan mendatangkan pelatih asing ataupun nasional. Selama ini sudah ada kemajuan dilakukan Pelti yaitu memberikan keleluasan kepada masyarakat baik dalam bentuk perorangan maupun club dan badan usaha untuk menjalankan program Pelti untuk pembinaan pertenisan (termasuk turnamen). Tidak ada pembatasan kegiatan.

Kalau tahun tahun sebelumnya, setiap pendaftaran ke turnamen internasional selalu melalui Pelti tetapi sejak tahun 2010, semua petenis harus memiliki IPIN ( International Player Identification Number) sehingga pendaftaran langsung ke ITF tanpa melalui induk organisasi lagi. Kalau begitu yang bisa dilakukan Pelti adalah membantu disetiap turnamen dengan minta fasilitas wild card ke turnamen internasional baik didalam negeri maupun luar negeri. Hal yang sama bisa juga dilakukan Pelti didaerah ke PP Pelti jika butuh wild card untuk atletnya.

Informasi kepelatihan diluar negeripun bisa dimintakan bantuan ke Pelti sehingga petenis yang ingin meningkatkan kemampuannya bisa dibantu mencari informasi tersebut. Yang tidak kalah penting peranan Pelti adalah mengusulkan petenisnya ikuti ITF Tour ke Eropa, Amerika dan Afrika. Ini salah satu program ITF dengan kirimkan atlet berbakat dari usulan Pelti ikuti program tersebut. Program ini untuk KU 14 tahun, 16 tahun dan 18 tahun. Khusus KU 14 tahun, maka atlet tersebut dipilih jika ikuti ITF 14 & Under competition maupun World Junior Tennis Competition, Ini dipilih 4 atlet artinya yang berhasil masuk semifinal akan terpilih.
Adalagi yang perlu diketahui, kalau informasi beasiswa dari Universitas di USA bisa didapatkan, karena selama ini Pelti ataupun saya sendiri sering menerima email permintaan petenis Indonesia datang dari pelatih pelatih di Universitas di USA. Bahkan ada langsung menyebutkan nama atlet Indonesia tersebut. Jadi tida ada kekuatiran terhadap masa depan atlet tenis. Sehingga peranan orangtua bisa penuh sekali sehingga tidak ada kekuatiran terhadap masadepan putra dan putrinya.

Sebagai fasilitator tentunya Pelti memotivasi masyarakat agar turnamen internasional maupun nasional bisa diselenggarakan pihak ketiga dan tidak perlu Pelti. Dengan makin banyaknya turnamen internasional akan beri kesempatan bagi petenis untuk bisa mengasah kemampuan. Sebagai petenis potensial seharusnya bisa memanfaatkan kesempatan ikut turnamen internasional didalam negeri maupun luar negeri. Secara perlahan jika bisa mengikuti turnamen internasional mulai dari yunior ( grade 5, 4,3,2,1 ) secara bertahap sehingga bisa meningkatkan prestasinya. Persyaratannya adalah sudah berusia 13 tahun jika untuk turnamen internasional kelompok yunior.

Sebagai fasilitator lebih ideal lagi komposisi turnamen internasional di Indonesia juga ada seperti kategori ITF Gr 5 kemudian 4 ( ada 4 turnamen saat ini ), 3 , 2 , 1. Sehingga petenis bisa meningkatkan prestasi dengan beaya lebih rendah dibandingkan ikuti turnamen sejenis diluar negeri. Harus diakui kalau adanya turnamen ini akan menyangkut akan beaya alias dana yang cukup besar sebagai penyelenggara. Saat ini ada ITF Gr4 yang diselenggarakan pihak ketiga yaitu Oneject International (Bandung) dan Detec International ( baru th 2010 di Jakarta). Alangkah baiknya akan ada lagi ditahun 2011 dengan kategori ITF Gr 5.(bersambung)

Kejenuhan Mulai Melanda


Jakarta, 6 Juni 2010. Dalam kehidupan kita kadang kala ada masa dimana kita sedang jenuh. Yang penting bagaimana mengatasi permasalahan ini. Hal ini suka suka timbul dalam diri saya sendiri. Kejenuhan suka timbul akibat sejak kecil hanya mengenal tenis dalam meningkatkan prestasi kita, sehingga sewaktu mahasiswa saya bisa menghilang dari tenis. Hal ini sering terjadi kalau saya main tenis dimasa tua ini. Ada saat senang berlatih tenis dengan teman teman, tapi saat ini rasanya sudah beberapa bulan tidak latihan tenis. Bukan berarti tidak berkecimpung di lapangan tenis.
Untuk mengatasi hal ini kadang kala saya bermain tenis yang selama ini bermain ganda bukannya tunggal. Sayapun paksakan diri main tunggal, tergantung lawannya yang tentunya tidak beda jauh usianya.

Begitu juga pernah terjadi sewaktu menjalankan turnamen Persami Piala Ferry Raturandang yang sudah memasuki ke 69 kalinya. Yang terakhir bulan Nopember 2009 di Palangka Raya. Sudah ada pengalih perhatian saya sehingga lupa dengan Persami Piala FR ini yaitu konsentrasi ke TDP Nasional RemajaTenis yang muncul akibat ketersinggungan saya atas hinaan dan RemajaTenis kelihatannya sudah menjadi perhatian petenis yunior akibat turnamen merupakan kebutuhan.
Tetapi setelah menjalankan ke 6 kalinya ditahun 2009, kemudian di tahun 2010 sudah ke 8 kalinya dimana ada penundaan pelaksanaan di Solo, Jogja , Manado dan Jakarta sekalipun, saya mulai sedikit keengganan untuk melaksanakannya lagi, tetapi saat ini sudah menunggu dibulan Juni di Pontianak ( 11-13 Juni) dan Banjarmasin ( 27-30 Juni ). Belum lagi datang permintaan dari Balikpapan agar bisa selenggarakan di Balikpapan dibulan Juli 2010. Ada lagi permintaan dari pengelola lapangan tenis Caringin Bandung yang kemarin ketemu di Bandung, agar setiap bulan bisa diselenggarakan di Bandung. Bahkan pengelola lap tenis Rawamangun minta hal yang sama. Banyak masalah dengan berbagai SMS yang sering masuk tentang pertenisan kita selalu menyudutkan tanpa bertanya untuk mengetahui permasalahannya dan tidak pernah saya layani adu dengan argumentasi karena sebenarnya ingin "menghajar" juga sengan SMS. Mungkin menahan diri ini membuat diri sedikit malas melayani masyarakat tenis.
Kebimbangan ini membuat ada sedikit keengganan selenggarakannya. Entah kenapa bisa terjadi, saya sendiri masih belum bisa menerangkannya.
Dalam hal ini saya mencoba berpikiran yang ringan ringan saja, agar tidak membuat pusing kepala. Kemarin ke Bandungpun tidak perlu pergi kelapangan tenis dengan menyita waktu istrahat pagi hari. "Begitulah kehidupan"

Sabtu, 05 Juni 2010

Hindari Cedera Saat Berlari

Jakarta, 5 Juni 2010 . Kita perlu juga mengenal tulisan yang menarik saya kutip dari Kompas.com tentang hindari cedera saat berlari.

Ingin membakar kalori dua kali lebih cepat? Lakukan olahraga lari. Untuk menghindari cedera dan rasa nyeri saat berlari, terapkan ini.

1. Jaga postur Saat berlari, tarik bahu ke belakang dan rileks. Condongkan tubuh sedikit ke depan, biarkan daya tarik bumi membantu tubuh kita condong ke depan.

2. Pandangan mata lurus ke depan Ketimbang lari dengan mata menunduk, pandangan mata ke depan akan membantu kecepatan berlari.

3. Tangan rileks Posisi jari-jemari menggenggam erat akan memberi tekanan pada lengan dan pergelangan tangan. Hasilnya, tangan jadi cepat pegal saat berlari. Rileks saja. Bayangkan telapak tangan sedang menggenggam sesuatu yang rapuh.

4. Berganti gerakan dengan lembut Pada detik terakhir perpindahan gerak dari berjalan ke berlari, biasanya kita mempercepat langkah seperti sedang terburu-buru. Teknik ini kurang tepat. Yang benar, percepat langkah perlahan, angkat kaki lebih tinggi, sehingga perpindahan gerak berlangsung dengan lembut.

5. Gunakan telapak kaki bagian tengah Teknik berlari yang tepat adalah telapak kaki bagian tengah mendarat lebih dulu.

6. Lindungi persendian Tekuk lutut sedikit saja saat melangkah, agar langkah kaki tidak terlalu panjang. Langkah kaki yang pendek dapat mengurangi benturan antara kaki dengan permukaan tanah.

7. Melangkah dengan santai Ketimbang menjejakkan kaki dengan keras ke permukaan tanah, melangkahlah dengan santi. Ini bisa mengurangi ketegangan pada otot-otot kaki kita.

Jumat, 04 Juni 2010

Mimpi Jadi Petenis Dunia (LANJUTAN-2)

Jakarta, 4 Juni 2010. Setelah mencoba membuka masalah dukungan orangtua terhadap pembinaan putra dan putrinya, maka faktor penentu lainnya adalah pelatih. Dimana peranan pelatih terhadap kemajuan atlet tersebut.
Sepengetahuan saya, pelatih ada peranannya yang justru bisa mamajukan atlet tersebut dan juga bisa menyebabkan kehancuran atletnya sendiri. Ada berbagai macam pelatih yang dibutuhkan untuk pembinaan atlet tersebut. Pelatih teknik ataupun pelatih fisik juga berperan besar.
Yang perlu mendapatkan perhatian adalah didunia tenis sudah bukan barang asing kalau atlet tenis itu dibesarkan oleh banyak pelatih, artinya pelatih dasar dan setelah ke prestasi pelathnya sudah berbeda. Ibaratnya guru Taman Kanak Kanak, beda dengan guru Sekolah Dasar maupun Guru Sekolah Menengah Umum maupun Universitas. Tetapi ada juga orangtua yang sungkan ganti pelatih bagi putra dan putrinya. Kalau begini ceritanya maka atlet tersebut akan terhambat kemajuannya. Keahlian pelatih berbeda beda tingkat kemampuannya, ada yang ikuti pendidikan kepelatihan resmi oleh badan dunia dan ada yang otodidak.
Kenapa saya katakan kalau kita tidak perlu malu untuk pindah pelatih.Yang jadi pertanyaan kenapa malu pindah pindah pelatih. Seharusnya sewaktu dipegang pelatih sang pelatih harus punya target kemajuan atlet tersebut. Apakah karena sungkan atau ada faktor lainnya. Tetapi tidak benar juga kalau pindahnya dalam waktu singkat.
Tetapi perlu kejelian juga dalam memilih pelatih. Ada pelatih yang ahli didalam kepelatihan atlet usia dini yang tidak semua pelatih bisa lakukan dengan sempurna. Dan ada juga pelatih yang bisa menangani atlet prestasinya.
Sepengetahuan saya jika sudah berbicara soal prestasi yang tentunya ada batasan jumlah atlet yang ditanganinya. Maka kepelatihan yang dilakukan tidaklah lebih dari 4 atlet didalam grupnya. Bukannya dalam grup tersebut sampai 10-20 atlet dilatihnya. Karena makin sedikit atlet yang ditanganinya maka makin banyak kesempatan bagi atletnya memukul bola tersebut atau koreksi yang diberikan pelatih.
Saya sendiri pernah melihat pelatih terkenal dari Australia yang pernah menangani Ivan Lendl mantan petenis nomor satu dunia, melatih Andrian Raturandang dan Suwandi langsung di Salamander Bay Austraia, yang waktu itu usia kedua petenis ini masih kategori yunior. Penanganan fisik diserahkan ke pelatih lainnya sedangkan teknik langsung ditanganinya.
Jadi atlet tersebut harus dilatih langsung oleh pelatih tersebut dan ikut langsung mendampingi atletnya ke turnamen turnamen.

Ada juga yang harus diperhatikan oleh pelatih ini. Harus punya etika didalam menjalankan profesinya. Kadang kala saya sedih mendengar pelatih A didepan umum menjelek jelekan pelatih B dan begitu juga sebaliknya didalam marketingnya untuk menarik perhatian muridnya.

Didalam menjalankan tugas pembinaan yang perlu mendapatkan perhatian adalah keterlibatan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Ini masih kurang dilakukan oleh pelatih kita. Apakah mereka ini punya data base lengkap dari atletnya?. Bagaimana perkembangan fisik mereka dari bulan kebulan. Begitu pula dengan data kesehatannya. Apakah kondisi HB (Haemoglobin) dalam darah atlet termonitor. Karena kalau HB nya rendah sulit kita kembangkan teknik permainannya. Begitu pula kondidi gisi yang masuk kedalam tubuh atlet tersebut.
Sudah bukan waktunya lagi kita menganalisa atlet dengan feeling. Harus bisa dilakukan dengan IPTEK. Semua termonitor dengan baik, sehingga pelatih bisa menganalisa sebelum menjalankan atau sedang menjalankan program latihannya tersebut. Kita bisa memanfaatkan Laboratorium Kesehatan dan Olahraga yang dimiliki oleh Fakultas Ilmu Keolahragaan yang ada di Universitas Negeri Jakarta , Universitas Negeri Surabaya dan juga Universitas Negeri Yogyakarta.
Tetapi yang termasuk penting adalah komunikasi antara pelatih fisik dan teknik maupun orangtya harus dilakuakn setiap waktu. Diskusi setiap hasil pemeriksaan atau tes harus sering dilakukan sehingga pelatih bisa memberikan porsi latihan yang benar.Memang keterlibatan multi displin ilmu sangat penting dan saling terkaitdan harus saling dikomounikasikan perkembangannya.
Menurut pendapat saya bagi atlet usia dibawah 12 tahun tidak perlu latihan setiap harinya. Sudah cukup 4 kali seminggu @ 1,5 jam, setelah ada perkembangan usianya maka ditingkatkan kembali. Disampin itu pula keterlibatan berbagai macam kegiatan olahraga lainnya juga perlu diterapkan bagi kemajuan atlet. Artinya atlet tersebut dianjurkan pula mengenal permainan olahraga lainnya seperti sepakbola, renang, bola basket, softball atau hand ball.(berlanjut)