Sabtu, 27 Februari 2010

Bangga Juga RemajaTenis dibuka Gubernur Sulteng

Palu, 26 Februari 2010. Ada satu kebanggaan saya di Palu ini karena bisa menggelar satu turnamen nasional RemajaTenis . Ternyata selama ini Sulawesi Tengah belum pernah menjadi tuan rumah turnamen nasional tenis, sedangkan saat ini sudah ada 6 lapangan didalam satu lokasi yang baru direnovasi oleh Pemda Sulawesi Tengah. Sebelum direnovasi Gubernur Sulawesi Tengah pernah menantang Pengrov Pelti Sulteng adanya satu event nasional diatas lapangan tenis ini.
Jadi saya bisa menggelar Turnamen Nasional RemajaTenis ini mencatat sejarah pertenisan di Sulawesi Tengah. Ini hanya satu kebanggaan selaku pelaku tenis di Indonsia bisa memberikan sesuatu kepada masyarakat tenis di Sulawesi Tengah.
Sambutan masyarakat tenis datang dari Sulawesi Utara ( Manado dan Tondano), Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimanan Timur, Sulawesi Tengah. Ada 6 propinsi belum lagi beberapa kabupaten di Sulteng maupun Sulsel ikut hadir.

RemajaTenis mulai diperkenalkan muai tahun 2009, diawali di Jakarta kemudian ke DIY, Medan dan Cirebon. Tahun 2010 masuklah di Mataram NTB, kemudiandi gelar di Jakarta, Bandung, Solo dan Palu. Saat yang bersmaan saya bisa menggelar RemajaTenis di Palu dan Solo.

Peristiwa yang tidak kalah penting selama menggelar RemajaTenis , baru kali ini dibukan oleh pejabat tertinggi di Provinsi yaitu Gubernur. Terjadinya justru di kota Palu Sulawesi Tengah.
Sayapun langsung bisa menggoda rekan rekan dari Manado dan Tondano yang datang ke Palu membawa petenis yuniornya. Walaupun kota Manado pernah menggelar turnamen nasional Yunior Maesa Paskah dan internasional, tetapi tidak permah dibuka oleh pejabat tertinggi diwilayahnya. Ini keluar sombongnya saya kepada rekan rekan dari Manado. " Masak ngoni kalah deng Palu. Coba lia, ele Gubernu tu buka turnamen." sayapun berkoar dengan mereka dengan tujuan untuk membangkitkan semangat agar bisa laksanakan kegiatan sejenis.

Hari Pertama Jalan Kaki

Palu, 25 Februari 2010. Hari pertama menginjakkan kaki di kota Palu Sulawesi Tengah, saya bikin rekan rekan di Palu kebingungan. Tiba siang kemudian sore harinya pukul 16.00 waktu setempat, saya mau ke lapangan tenis GOR Palu yang baru direnovasi.

Karena menunggu agak lama penjemputan, sayapun sudah tidak sabar. Keputusannya adalah jalan kaki saja karena biasanya letaknya tidak terlalu jauh. Akibatnya rkan rekan bingung cari. Sewaktu masih 50 meter dari hotel saya terima telpon dari Victor Marunduh , mantan petenis yunior dari Palu. Sayapun sudah berniat jalan kaki sekalian ingin keluar keringat maka saya katakan sudah jalan kaki tapi tidak tahu letaknya dimana.

Saya tahu mereka bingung juga karena sudah ditugaskan untuk menjemput, tapi gagal. Sayapun jalan kaki terus , akibatnya jaraknya akin jauh . Ini karena tidak tahu letaknya.
Tetapi sudah terbiasa kalau mencari lapangan tenis bukan masalah, so pasti gampang dapatnya.
Begitu sampai depan GOR sudah menunggu pelatih Abdul Radjab yang sudah lama saya kenal.
" Aduh bos jalan kaki nih. Maaf ya." ujarnya. Sayapun tidak mempermasalahkan tetapi mereka seperti kebakaran jenggot. Bagi saya lebih enak jalan kaki karena ternyata keluar juga keringat dibadan sebagai ganti olahraga. Saya sendiri sudah lama tidak main tenis sehingga haus akan keluarkan keringat

Selasa, 23 Februari 2010

PON XVIII 2010, batas usia 21 tahun

23 Februari 2010. Suasana Rakernas sempat tegang juga diakhir rapat setelah masing masing komisi menyampaikan laporannya. Karena apa, karena masalah pembatasan usia untuk PON XVIII 2012 di Riau. Komisi A memutuskan batas usia 21 tahun, kemudian komisi B memutuskan 23 tahun, dan omisi C minta 21 tahun.
Sayapun ingin tahu, kenapa ada perbedaan masalah usia ini, karena sepengetahua saya PP Pelti telah menyampaikan ke KONI Pusat permintaan batasan usia 21 tahun, artinya kelahiran 1991.
Tak dsangka waktu Gde Nurjaya membaca laporannya, diakhir kata disebutkan narasumber nya Johannes Susanto, langsung rekan rekan daerah tepuk tangan. " Hidup Santo." begitulah yel yang keluar.

Setelah itu diputuskan , karena ada 2 komisi yang menghendaki usia 21 tahun. Maka menjadi keputusan 21 tahun. Dana Martina Widjaja langsung angkat bicara , menantang kepada peserta kalau PP Pelti akan selenggarakan turnamen dengan batasan usia 19 tahun, maka Pengprov Pelti yang tidak kirim akan kena sangsi.
Waduh, langsung pesertapun setuju dengan permintaan Martina Widjaja.

Perbedaan pendapat masalah umur 21 tahun bisa saja terjadi , ada pihak yang mengatakan daerah belum siap dengan usia 21 tahun ini, bahkan minta ke 23 tahun saja.
Nah, ini PON sudah lama tidak menunjukkan PON Prestasi. Saya lebih cenderung katakan PON ini yang sebelumnya adalah PON PRESTISE saja. Akibatnya terjadi jual beli atlet.Dengan adanya pembatasan usia dan kualifikasi peserta lainnya maka diharapkan PON kali ini menjadi PON prestasi.
Bisa dibayangkan, olahragawan Indonesia yang pemegang medali Olimpiade, Asian Games dan SEA Games juga ikut PON. Ini yang harus diubah, kalau menghendaki prestasi olahraga bisa berkembang dengan baik. Harus "Go International"

Kata kata terakhir

Jakarta,22 Februari 2010. Pembukaan Rakernas Pelti 2010 berlangsung tanggal 21 Februari 2010 pkl. 19.00 di Cengkeh Room Hotel Menara Peninsula, oleh Ketua Umum KON/KOI Rita Subowo dihadiri oleh utusan 31 Pengprov Pelti. Yang absen adalah Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.

Setelah dibuka secara resmi, dilanjutkan dengan makan malam diselingi oleh band mengiringi acara makan malam tersebut.
Ada yang aneh malam ini, salah satu rekan Christian Budiman yang sepengetahuan saya tidak pernah minum bir ternyata malam ini berbeda. Sayapun minum segelas sudah cukup untuk menghangatkan suasana. Terlihat dari jauh wajah rekan Christia sudah merah, akibat minum bir tersebut. Sayapu tidak tahu berapa gelas yang diminumnya.

Esok harinya ( 21 Febr), langsung acara Rapatnya berlangsung dimana Ketua Umum PP Pelti Martina Widjaja menyampaikan laporan kerjanya untuk masa kerja 2007 - 2009. Diakhir laporannya, Martina langsung sampaikan uneg unegnya atau kekecewaannya terhadap hasil dari Pembinaan Senior. San keluarlah dari mulut Martina keinginan untuk mundur.

Mundur atau tidaknya Martina, sebelum Rakernas saya terima telpon dari rekan wartawan yang menanyakan masalah Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa). Inipun berkembang dan saya suka terima telpon dari beberapa rekan menanyakan masalah ini. Karena sepengetahuan saya, tidak semudah itu dari Rakernas menjadi Munaslubyang tujuannya untuk mengganti Ketua Umum PP Pelti. Jika Ketua Umum berhalangan tetap maka dialihkan kepada salah satu Pengurus Harian, bukan dengan Munaslub. Kecuali terlibat kriminal.

Ternyata sambutan dari rekan rekan daerah, justru mendukung Martina agar menyelesaikan tugasnya sampai 2012. Karena merekapun merasa gagal didalam pertenisan Indonesia. Gagal di pusat dan gagal juga didaerah. Begitulah suasana Rakernas yang hanya sehari itu.

Sewaktu dirapat Komisi yang dibagi 3 yaitu Komisi A membahas masalah Organisasi dan Dana, Komisi B membahas masalah pembinaan, Komisi C membahas pertandingan dan pemasayaran. Saya sendiri dimasukkan dalam Komisi C sebagai Narasumber. Suasana di Komisi tersebut saya tidak tahu, karena saya duduk di Komisi C.
Sewaktu awal rapat di Komisi C untuk memilih Ketua dan Sekretaris, saya diminta maju kedepan mendampingi Johannes Susanto dan Prasetyo Singgih sebagai Nara sumber, sayaopun menolak karena mengangap sudah cukup 2 narasumber dari PP Pelti. Ketua terpilih Mustafa Mashyur dari DKI dan Sekretaris Gde Nurjaya dari Bali.

Disaats edang seru serunya pembahasan, saya terima SMS dari ajudan Menpora, yang mengatakan sudah dekat hotel. Sayapun keluar ruangan melalui ruangan Komisi B dimana terlihat Martina Widjaja sedang menyampaian pendapat. Karena buru buru sayapun langsung turun kebawah agar tidak terlambat.

Setelah Menpora memberikan pengarahan dimana seluruh rapat Komisi ditundan dan berkumpul kembali, sayapun menunggu sampai akhir rapat komisi. Disaat rapat mau ditutup ,sayapun diberikan kesempatan menyampaikan pendapat. Oleh Ketua Rapat disampaikan untuk saya memberikan kata kata terakhir. Sayapun kaget, waduh sepertinya saya aka meninggal saja. Semua pada tertawa, akhirnya ketua sidangpun minta maaf.

Jumat, 19 Februari 2010

Pelajaran Menarik di RemajaTenis Bandung

Jakarta, 19 Februari 2010. Kalau dikuti setiap turnamen tenis, ada saja kejadian kejadian yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya pengetahuan bagi pelaksana turnamen maupun orangtua ataupun petenisnya sendiri. Ada satu kasus terjadi di RemajaTenis Bandung yang sedang berlangsung di lapangan tenis Siliwangi, yang kebetulan saya tidak hadir di Bandung.
Khususnya kelompok umur 14 tahun putra dimana ada satu pemain yang lupa dimasukkan dalam undiannya. Kenapa saya katakan lupa, karena pemain tersebut sudah terdaftar dari luar kota Bandung sehingga untuk mengejar waktu sign-in bisa terlambat kalau tidak diatasi dengan telpon langsung ke Referee yang bertugas. Sebenarnya sign-in pertelpon tidak diperkenankan, harus on site sign-in. Yang perlu diketahui maksud dari sign-in sendiri, artinya agar kehadiran peserta sudah ada dilapangan karena setelah sign-in biasanya langsung dipertandingkan setelah undian sehingga menghindar kasus pertandingan w.o. Kebijakan Referee menerima sign-in pertelpon adalah mau menolong peserta yang masih dalam perjalanan menuju ketempat pertandingan. Ini sebenarnya kebijakan Referee sendiri dengan menanggung resiko jika dibohongi peserta. Banyak juga Referee lainnya yang tidak mau menerima sign-in pertelpon. Sebelumnya banyak orangtua maupun pelatih yang meminta ijin terlambat hadir waktu sign-in karena masih sekolah atau dalam perjalanan dari luar kota. Semua itu saya arahkan agar langsung saja bicara dengan Referee sebagai penanggung jawab jalannya turnamen.

Kasus itu bermula dari peserta yang sudah confirm pertelpon dan sudah ada persetujuan Referee, tapi Referee lupa menulis nama peserta tersebut. Akibatnya sewaktu diundi nama peserta tersebut tidak masuk undian.
Sayapun ditelpon oleh Referee menceritakan dan mengakui kesalahannya. Dan saya menanyakan apa tindakannya, karena ini semua wewenang dari Referee, sehingga fungsi saya hanya mengarahkan dan tanggung jawab dari Referee.
Memang pengalaman saya diturnamen internasional , tindakan yang dilakukan Referee asing atas kasus seperti ini . Kasus karena kesalahan Referee bukan peserta. Kalau kesalahan peserta maka peserta yang akan terima akibatnya sendiri.
Ada beberapa tindakan berdasarkan logika, karena kalau berdasarkan peraturan pemain tersebut tidak boleh main karena tidak sign-in, bukan sign-in pertelpon. Jadi karena kebijakan Referee maka tindakan Referee harus berdasarkan kebijakan yang telah dijalankan.
Nah beberapa tindakan berdasarkan pengalaman saya. Kalau peserta sudah sign-in tetapi namanya tidak ada dalam undian maka tindakan Referee harus re-draw.
Nah mengenai kasus diatas maka tindakan dapat dilakukan dengan menempatkan pada bye yang tersedia. Biasanya bye berada ditempat unggulan. Walaupun pertandingan sudah berjalan.Karena di Bandung ini ada 4 bye ditempatkan untuk unggulan 1,2,3 dan 4. Maka pemain yang kelupaan dimasukkan kedalamnya ditempatkan melawan unggulan 4.

Andaikan saya jadi Referee, kebijakan itu tetap dijalankan tetapi setelah pembicaraan pertelpon dilakukan juga dengan permintaan tertulis melalui SMS saja sehingga ada bukti kuat nantinya.

Inilah liku liku disetiap turnamen, dimana setiap petugas Referee harus bisa mendaptkan informasi lebih banyak dari Referee yang berpengalaman. Bukan hal yang tabu, karena saya sendiri pernah alami dari Referee Men's Futures (di Balikpapan) berkonsultasi dengan Referee di Women's Circuit (di Jakarta). Waktu itu saya yang mengajukan pertanyaan, dan diapun berkonsultasi didepan saya dengan Referee di Jakarta. Tidak perlu malu untuk menambah pengalaman , karena ini sudah menyangkut berbagai aspek termasuk kebijakan ataupun penafsiran terhadap peraturan peraturan. Tidaklah heran kalau didalam setiap Rules of Tennis yang berubah hanyalah contoh contoh kasus, karena peraturan tenis tidak berubah.

Kamis, 18 Februari 2010

Pemain Kehilangan Poin

Jakarta,18 Februari 2010. Disela sela menghadapi ujian National ITF Level-1 coaches course hari Sabtu 13 Februari 2010 di lapangan tenis Kemayoran, saya diberi pertanyaan menarik yang ada didalam ujian tertulis didapat mereka.

"Jikalau petenis melakukan servis sempurna tetapi bola tidak kena, apakah diulang atau dianggap salah.? " begitulah pertanyaan diberikan oleh peserta dari Ternate Dina pelatih putri disamping Wukirasih Sawondari.

Dikatakan pula informasi yang didapat mengatakan kalau hal ini bisa saja diulang atau salah.

Memang selama ini peraturan perwasitan banyak sekali kemajuan sehingga setiap tahun bisa terjadi penafsiran atas kasus kasus seperti ini selalu menambah pengetahuan wasit.

Untuk kasus ini, secara logika mengatakan jika ada unsur kesengajaan petenis tersebut pura pura memukul bola tetapi niatnya tidak maka dianggap membuat kesalahan sehingga kehilangan poin.
Tetapi jika pemain siap memukul dan melakukan gerakan ingin memukul kemudian dipertengahan jalan ada hambata seperti mata silau kena sinar matahari, sehingga gerakan memukul dibatalkan atau tidak diselesaikan maka bisa diulang.

Jadi jawaban dari pertanyaan tersebut adalh pemain kehilangan poin.

Peringkat Menyesatkan


Jakarta, 18 Februari 2010. Saat bertemu dengan salah satu pelatih tenis di Jakarta, mempertanyakan ulah dari salah satu orangtua yang selalu vokal terhadap setiap kegiatan PP Pelti, saya sendiri tidak terlalu peduli dengan apa yang dilakukannya. Karena saya pribadi tidak bisa dan tidak mau terlalu memfokuskan diri terhadap ulah pelaku tersebut yang selalu berlindung dibawah LSM seperti pengakuannya terhadap petinggi Pelti lainnya.
"Tapi itu mencoreng citra Pelti." ujarnya untuk meyakinkan saya. Keinginannya agar oknum tersebut diberi sangsi. Memang sebenarnya orang tersebut bisa dituntut oleh Pelti karena mengatas namakan PP Pelti tanpa seijin PP Pelti. Sebagai contoh sudah berani meluncurkan website dengan nama Pelti, yang akhirnya dihilangkan situs tersebut setelah mendapatkan teguran keras dari salah satu petinggi Pelti.

Tetapi kita harus menghormati upayanya sebagai orangtua yang mati matian membela putra tercintanya lebih besar dibandingkan putra orang lain sebagaimana didalam LSM tersebut. Walaupun caranya tidak etis begitu pendapat masyarakat lainnya.
Sebagai contoh, saat ini sudah diklaimnya kalau putranya itu menduduki peringkat pertama berbeda dengan PNP yang dikeluarkan oleh induk organisasi tenis yang resmi Pelti yang ternyata jauh dibawahnya.
Saya mencoba melihat data yang ditonjolkannya, ternyata dimasukkan pula data tahun 2008, dimana PNP yang diterbitkan Pelti itu masa berlakunya poin yang didapat maksimum 52 minggu saja setelah itu dihapus. Bahkan turnamen yang tidak diakui Peltipun dimasukkan sebagai hasil kerja kerasnya mengejar angka PNP. Memang heibat sekali didalam membela putra tersayang sehingga bisa meyakinkan segelintir masyarakat yang percaya sekali. Tetapi saya ini selama ini dianggap sebagai musuhnya tidak bisa ditipu dengan cara cara tersebut. Dalam setiap statement dilakukan terhadap petingi Pelti saya melihat banyak kebohongan yang disampaikannya.

Dugaan saya sudah lama ada andaikan pelaksanaan PNP dilakukan oleh pihak luar Pelti apalagi pihakpihak tersebut mempunyai kepentingan pribadi sendiri. Kekuatiran saya itu yang menyebabkan saya secara resmi dalam rapat Pelti menolak semua update peringkat dilakukan oleh pihak luar yang banyak kepentingan pribadinya. Walaupun selama ini Pelti diklaimnya suka memanipulasi peringkat.
Masyarakat tenis di Indonesia sebaiknya sadar kalau Peringkat itu dikeluarkan oleh Pelti bukan oleh pihak lainnya. Saya sendiri ada yang minta agar buat juga peringkat Persami. Tapi saya tidak mau membingungkan masyarakat, karena saya masih duduk didalam kepengurusan Pelti.

Harus saya akui kalau turnamen perlu promosi atas kegiatan kegiatan turnamen yang saya lakukan sendiri, seperti anjuran rekan lainnya agar saya membuat peringkat Persami.

Selasa, 16 Februari 2010

Wanita Minahasa Sejajar Dgn Pria Sejak Dulu

Jakarta, 17 Januari 2010. Saya terima tulisan dari Sulut-Bohusami group berupa tulisan tentang wanita Minahasa. Cukup menarik untuk diketahui oleh teman teman.Dahulu kala dan malah masih terasa sampai sekarang di Negara tertentu, kaum wanita menempati tempat kedua dalam masyarakat. Hal demikian tidak terjadi di tanah Minahasa. Sejak semula cara hidup wanita Minahasa tidak pernah berdiri sendiri , berbeda dengan kaumnya di daerah lain. Di Minahasa kehidupan anak remaja baik pria maupun wanita sama keberadaannya. Dengan demikian mereka berhak mendapat pendidikan yang sama dengan pria. Karena sederajat dengan pria maka wanita Minahasa juga terbiasa melakuakn pekerjaan yang berat sehingga berakibat pada kekokohan tubuhnya serta kesehatan. Kesan atas kesegaran dan kekuatan mental tercermin pada raut mukanya. Banyak dari mereka mempunyai bentuk badan yang bagus dan tidak jarang terdapat wanita cantik.
Cara melangkah yang ringan, warna kulit muka yang terang dengan mata terbuka- bebas bertanya serta rambut tebal merupakan cirri khas mereka.
Mereka lincah serta ramah, suara dalam bercakap-cakap wanita remaja jelas dan terang.
Pada umumnya mereka penurut. Akan tetapi mereka dapat menunjukan keinginannya yang mana tidak akan terjadi tawar menawar, dalam pertemuan apakah secara umum atau rapat demi kepentingan negeri, dimana menurut pendapatnya kaum pria bertindak kurang tegas umpamanya dalam pembagian harta (budel) atau dalam soal perbatasan maupun perang.

Sebagai contoh terjadi di Tondano tahun 1837. Suku Tondano berada dalam perselisihan dengan suku Tombulu mengenai perbatasan. Kejadian seperti ini dimana emosi dan amarah yang meluap dapat mengakibatkan peperangan. Kaum pria Tondano berangkat menuju perbatasan negeri Tataaran-Touliang dimana orang-orang Tombulu telah hadir. Sebelum mereka tiba ditempat tujuan, mereka tersusul pekabar injil Johan Friedrich Riedel yang menjadi gembala dari Suku Tondano. Ia berusaha meredakan suasana sambil berjanji, soal ini akan ia ajukan pada residen (saat itu JPC Cambir, residen dari tahun 1831-1842 agar diusut).
Usulan ini terjadi kemudian dimana residen bersama komisi penengah menunjuk di mana letak bata yang harus di beri tanda. Tanda tersebut berupa tanaman Tawaang (Coryline Terminales Kunth). Walaupun Suku Tondano tidak sependapat dengan komisi penengah tersebut mereka pasrah saja. Seusai perkara ini residen yang menganggap persoalan telah selesai, pergi bermalam di Tondano sebelum kembali ke Menado.
Perkiraannya ternyata meleset, karena ia tidak memperhitungkan sifat “Wewene ne Toudano”. Mereka sama sekali tidak puas atas keputusan yang telah berlangsung di antara kaum pria mereka. Di malam hari mereka mengadakan “sumpah persekutuan” yaitu “setia antara sesame mereka untuk tidak menerima putusan tersebut”.
Malam itu juga berangkatlah mereka keperbatasan dan seluruh tumbuhan tawaang sebagai tanda batas mereka cabut.
Dini hari saat residen berada di beranda tempat ia menginap, sambil mengangkat muka ke atas terlihat olehnya di ujung tiang bendera tergantung se ikat tawaang dimana seharusnya terdapat kain bendera. Ini adalah hasil pekerjaan wewene ne Toudano.
Dengan sangat terkejut dan hati ciut, residen yang tahu diri dari perbuatan ini serta sadar akan bahaya atas dirinya langsung angkat kaki menuju rumah pekabar injil Riedel selanjutnya berangkat kembali ke tempat kediamannya di Menado.

Dalam hal beragama, kedudukan wanita Minahasa juga sangat terpandang. Tidak jarang tenaga walian (padri) berada ditangan mereka.
Lagipula, “legenda Suku Minahasa” menunjukan, ibu dari seluruh rakyat Minahasa, yaitu Lumimuut bertemu pertama kali walian wanita Karema. Disini terbukti bahwa yang berlaku pertama di bumi Malesung / Minahasa adalah kekeluargaan secara matriarchal dan berubah menjadi patriarchal kemudian setelah dua tiga generasi.
Dalam penunanian tugas keagamaan kaum wanita lebih teliti dari kaum pria. Ini di karenakan perasaan ke agamaan dalam diri mereka pada umumnya lebih dalam serta rasa terikat dengan leluhur lebih kukuh.
Dalam hal ber organisasi juga wanita Minahasa telah terbiasa sejak dulu. Pada bula Februari 1845, Gereja tua di Tondano telah mengalami kerusakan besar akibat gempa bumi sehingga harus dibongkar. Sampai dengan awal tahun 1867 pembangunan gereja ini tertunda terus dan belum terwujud. Pada pertengahan tahun 1867, dibawah pimpinan wanita-wanita terkemuka Tondano dibentuk Perkumpulan Wanita. Ini merupakan perkumpulan wanita pertama dengan tema memajukan kehidupan masyarakat Minahasa di mana-mana.
Tujuan utama perkumpulan ini membangkitkan tata hidup jemaah terutama perhatian akan membangun tempat beribadah di mana mereka mendorong kaum pria agar lebih banyak menebang pohon besar yang terdapat kurang lebih 6 KM dari Tondano. Setelah kayu-kayu yang terlebih dahulu dip roses lepas dari hutan dan telah berada di jalanan umum, maka kaum wanita memberikan aba-aba pembangkit semangat untuk menariknya masuk ke Tondano. Ratusan wanita dan gadis remaja sekitar pukul 16.00 berterika-teriak dan menyanyi memasuki Kota Tondano. Delapan puluh sampai seratus wanita sedang menarik balok besar sepanjang 28 meter terikat dengan rotan dengan konstan sambil menyanyi. Kaum pria tidak diperkenankan untuk membantu.
Akhirnya usah sendiri membangun gerja berhasil dilaksanakan dengan pengawasan pekabar injil Hessel Rooker.
Mungkin ini adalah organisasi wanita tertua di Indonesia.
Selanjutnya kita mengenal Maria Walanda Maramis yang mendirikan Pencinta Ibu Kepada Anak dan Turunanya (PIKAT) pada tahun 1817. Apa yang dilakukan Walanda Maramis jauh lebih dahulu dari RA Kartini yang baru lahir 21 April 1879.

Dari : Silsilah Keluarga Gerungan 1500-1990noleh Boeng Dotulong.

Mencoba Berikan Masukan

Jakarta, 16 Januari 2010. Saya ada pemikiran yang mungkin bisa membantu rekan rekan dalam menentukan pemilihan atlet didalam Seleknas Kelompok yunior yang selama ini dianggap tidak transparan. Sudah capek rasanya melayani keluhan keluhan yang ditimbulkan didalam keputusan yang dilakukan Pelti. Saya sendiri mengetahui prosesnya dan saya lihat tidak ada kepentingan kepentingan pribadi ditonjolkan oleh rekan rekan.

Pemikiran saya ini belum tentu bisa diterima oleh rekan rekan lainnya, tetapi saya akan mencoba siapa tahu bisa diterima. Jika tidak, sayapun tidak bisa protes karena ini kesepakatan bersama.
Setiap pelatih ataupun orangtua tentunya mempunyai kacamata tersendiri sesuai dengan kepentingannya, sedangkan rekan rekan di Pelti tidak ada kepentingan karena tidak mempunyai atlet sebagai anak asuhnya.

Rabu sore tanggal 17 Februari 2010, ada rapat antar bidang untuk membahas masalah seleksi nasional KU 16 tahun putri yang ditunda waktu pelaksanaannya. Dijadwalkansebelumnya tanggal 1 Maret sesuai kalender yang dikeluarkan kemudian berkembang diajukan ke awal Februari mengingat kepentingan atlet putra yang sudah harus diajukan nama namanya ke ITF karena eventnya maju ke 20 Februari 2010. Tetapi adanya protes sehingga diundurkan karena event Jr Fed Cup waktunya masih lama.
Selesai Seleknas KU 16 tahun putra, datang lagi masukan dari orangtua ke Pelti untuk tidak dilakukan pada tanggal 1 Maret 2010, oleh orangtua yang juga protes sewaktu jadwal dimajukan ke Februari 2010. Kali ini alasannya berbeda, sedangkan alasan pertama yang diterima adalah atletnya sudah diprogramkan untuk persiapan seleknas tanggal1 Maret. Ini dia, alasan yang baru juga masuk akal, dikaitkan dengan jadwal sekolah. Andaikan jadwalnya diubah bukan tangal 1 Maret, maka saya jamin masih ada yang akan protes lagi.Jadi sulit sekali bisa mengakomoder semua keinginan orangtua.

Ada satu usulan untuk bisa diperhatikan oleh rekan rekan di Pelti yang sebenarnya sudah dijalankan, tetapi masih belum selengkap usulan ini.
Sebagai kriteria pertama agar bisa tidak ikut seleksi adalah jika memiliki peringkat dunia ATP/WTA Tour dibawah 200, atau peringkat ITF Junior dibawah 100. Jika sudah masuk dalam salah satu kriteria ini maka otomatis lolos tanpa seleksi. Jika tidak ada yang memenuhi persyaratan seperti ini maka digunakan saja yang berikut. Memiliki ITF Junior rank dibawah 400, langsung diterima masuk seleksi. Kemudian dilihat PNP Kelompok Umum (karena banyak juga yang sudah ikuti kelompok umum atau dikenal dengan kelompok senior) PNPnya masuk 5 besar maka masuk nominasi seleksi. Jika tidak ada, maka dilihat kelompok yunior atau KU 18 tahun, jika masuk dalam 5 besar, jadi masuk nominasi seleksi. Jika tidak ada maka dipilih PNP berikutnya KU 16 tahun dan eterusnya. Untuk KU 14 tahun, disamping kriteria diatas maka diambil PNP masuk 5 besar juga di KU 16 tahun ,setelah itu dilihat ke KU 14 tahun.
Disamping itu pula tidak perlu digunakan pertimbangan jumlah TDP yang diikutinya, karena sedikitnya kita menghormati atlet yang mau ikuti pertandingan sebanyak mungkin.

Tapi ini masih pemikiran pribadi saya sendiri, semoga pemikiran ini juga bisa membantu semua pihak. Tapi saya tidak bisa menjamin tidak akandatang protes dari pihak orangtua maupun pelatih yang lebih mementingkan kepentingannya sendiri

Persami Identik dengan AFR


Jakarta,16 Januari 2010. Persami identik dengan AFR. Ataupun sebaliknya. Begitulah kesan yang saya dapat saat ini, sebagai bentuk dari hasil upaya saya yang secara rutin selenggarakan salah satu bentuk pembinaan tenis melalui Persami ( pertandingan sabtu minggu).
Sejak tahun 1996 sampai sekarang saya selenggarakan Persami sudah mencapai angka diatas 200 sampai suatu saat saya dianjurkan oleh salah satu orangtua peserta Sandra Sondakh yang menganjurkan mengubah nama persami yang saya selenggarakan menjadi Piala Ferry Raturandang. Sampai akhir tahun 2009, Piala Ferry Raturandang sudah memasuki yang ke 69 kalinya. Kenapa bisa cukup tinggi, karena frekuensi pelaksanaan dilakukan setiap bulannya minimal sekali, dan bahkan bisa dua kali ditempat yang berbeda.

Banyak pihak di Jakarta yang juga mengikuti jejak saya sesuai anjuran saya agar semua pihak bisa selenggarakan Persami. Jadi tidak perlu menjadi monopoli saya atau AFR. Di Jakarta saya ketahui ada beberapa rekan yang mengelola sekolah tenis telah menjalankan Persami seperti KTC, YBTA, CTC dan ada juga dari perorangan pelatih. Tetapi sudah beberapa tahun terakhir mereka ini sudah kandas tidak aktip lagi selenggarakan Persami. Keberadaan mereka sebenarnya menguntungkan bagi saya pribadi karena saya bisa konsentrasi keluar Jakarta jika pada bulan yang sama mereka adakan Persami.
Saya sendiri tidak merasa mereka itu merupakan kompetitor saya sehingga saya sendiri bisa leluasa menjalankan sesuai kemauan saya.
Jikalau saya menganggap mereka itu kompetitor maka saya yakin saya yang akan cepat menghilang alais berhenti selenggarakannya.
Saya sendiri selenggarakan Persami Piala Ferry Raturandang dengan santai tidak terlalu profesional. Yang menjadi pertanyaan kenapa Piala Ferry Raturandang masih tetap eksis sedangkan lainnya menghilang. Menurut saya adalah tidak gunakan SPONSOR, sedangkan mereka ini cukup besar ketergantungan terhadap keberadaan SPONSOR. That's the point.

Tahun 2009 saya mulai menciptakan bentuk lain yaitu TDP atau Turnamen Diakui Pelti yang nilai PNP jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Persami. Tahun 2009 saya mulai memperkenalkan konsep RemajaTenisi namanya. Bedanya dengan Persami adalah digunakan tenaga Referee dan wasit.
Memang ada suara suara diluar yang menantang saya untuk selenggarakan TDP Nasional. Tahun 2009, saya bisa selenggarakan TDP RemajaTenis di Jakarta, DIY, Cirebon dan Medan. Kemudian awal tahun 2010 saya berhasil selenggarakan RemajaTenis di Mataram NTB dan awal Februari selenggarakan di Jakarta. Minggu ini di Bandung dan minggu depan di Solo dan Palu.
Saat saya informasikan masalah rencana TDP RemajaTenis di Solo, saya mendapatkan beberapa pertanyaan dari masyarakat tenis, yaitu apakah ini Persami karena sipenyelenggara adalah AFR. Karena saya selenggarakan mulai Jumat, Sabtu dan Minggu. Persami itu mulai Sabtu dan Minggu. Jadi rada mirip.
Pertanyaannya datang dari masyarakat adalah apakah RemajaTenis ini Persami atau TDP. Setelah saya jelaskan maka akhirnya mereka bisa mengerti

Selamat Jalan Uce !

Jakarta, 16 Februari 2010. Kemarin sore (14 Febr) ada acara pertemuan mempersiapkan keponakan yang akan menikah. Acara mau dibuat secara adat Minahasa sehingga melibatkan rekan rekan yang memahami Kebudayaan Minahasa, seperti Jessy Wenas. Dalam acara pinanganpun dilakukan dengan menggunakan bahasa Tombulu (bahasa daerah) yang saya sendiri tidak mengerti. Maklu lama diperantauan, lahir di Makassar, kemudian sekolah di Singaraja Bali dan pindah ke Ampenan Lombok, ke Bogor, ke Surabaya baru kembali ke Manado. Begitu juga kedua orangtua, yang keluar dari Sulawesi Utara sejak sebelum Perang Dunia II dan menikah di Makassar. Baru kembali ke Sulawesi Utara menjelang pensiun, maklum PNS Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Karena sudah diatur oleh yang lebih ahli kebudayaan Minahasa maka sedikit lega juga. Hadir pula adik adik dan istri, tetapi tanpa adik Alfred Henry Raturandang yang hari ini sedang sibuk menguji calon calon pelatih tenis yang sedang ikuti National ITF Level-1 Coaches Course.
Setelah malam pergi menjenguk salah satu keluarga Adry Tassyam yang istrinya sedang tergeletak di Rumah Sakit Tebet, karena menderita kanker sejak beberapa tahun silam. Adik adik maupun istri sudah pernah berkunjung ke RS Tebet melihat kondisi istri dari Adry Tassyam (mantan Direktur PT ASKRINDO) , hanya saya yang baru pertama kali hadir.
Memang saat itua da keinginan bercanda untuk katakan kepada adik adik, bahwa istri dari Adry ini menunggu saya baru mau dipanggil Tuhan. Keinginan menyampaikan ini saya tahan karena hanya bercanda. Saya sendiri pernah mengalami saat ayah sendiri sewaktu berikabar dari Manado mau ke Jakarta untuk operasi pembuluh Aortanya (Aneurism), saya langsung sampaikan kalau ayah saya akan lewat (alias dipanggil Tuhan). Langsung adik adik pada marah. Ini pernyatan spontan saya keluarkan karena tahu kalau penyakitnya itu sangat langka didunia Kedokteran Indonesia. Dan ternyata memang benar.

Malam ini saya juga ingin keluarkan statement bercanada seperti ini tapi belum kesampaian, Tapi pagi ini ( 16 Febr) saya terima SMS bahwa Ny Tassyam telah dipanggil Tuhan. Selamat Jalan Uce ! Memang ini yang terbaik karena melihat penderitaannya menahan sakit akibat kanker yang melanda dirinya.

Senin, 15 Februari 2010

Terima surat kaleng

Jakarta,15 Februari 2010. Keputusan masalah pemilihan pemain khususnya kelompok yunior selalu berdampak ketidak puasan bagi para orangtua atletnya. Kali ini pula timbul disaat pemilihan atlet tenis ke Shenzhen China untuk mengikuti ATF 14 U Asian Championship 2010 tanggal 14-28 Maret 2010.
Sebelumnya dikeluarkan edaran kesetiap daerah nominasi atlet yang berhak ikuti kegiatan ini dengan catatan beaya pengiriman ditanggung masing masing peserta.
Setelah menerima kembali kesanggupannya, maka sayapun ikut rapat koordinasi antar bidang bersama sama rekan lainnya.
Dalam rapat ada beberapa usulan yang muncul dari peserta tentang materi yang ada. Khususnya putra timbul masalah karena peminatnya cukup banyak sehingga yang dipilihpun hanya 3 dari 10 atlet tersebut. Urutan pertama dilihat prestasinya bukan masalah, kemudian urutan ketiga juga bukan masalah. Kemudian muncul urutan kedua terjadilah perbedaan pendapat.
Munculnya nama dari urutan dibawah bisa mengalahkan urutan kedua, saya sendiri lupa siapa yang memasukkannya. Dengan membeberkan prestasinya sehingga bisa diterima lainnya. Karena menggunakan data tersebut bisa diterima.

Setelah rapat saya masih bercanda dengan Christian Budiman, kalau masalah anak satu itu saya tidak mau berkomentar karena ada masalah pribadi dengan ayahnya. Kalau dipaksakan harus bicara maka jawabannya adalah TIDAK. Tapi ini sekedar bercanda. Memang saya tidak mau ikut campur pro atau kontra, saya biarkan kepada floor yang memutuskannya. Dalam hal ini saya tidak mau korbankan anaknya karena ada ketidak senangan dengan ayahnya yng sering menuding saya ini vested, padahal sebaliknya yang bersangkutan lebih keras vestednya. Bahkan dalam pertemuan beberapa hari lalu langsung ditembakkan oleh rekan saya sendiri kepadanya.
Setelah diputuskan maka saya harus bisa menerimanya. Right or Wrong, saya harus bela keputusan tersebut. Termasuk akibatnya kemudian. Inilah resiko berada dalam organisasi olahraga.

Akibatnya, sekarang Pelti terima surat ketidak puasan dari orangtua atlet tetapi tidak menyebutkan nama dan alamatnya. Dan tidak menyebutkan nama anaknya. "Ini disayangkan, karena bisa dianggap surat kaleng, karena tanpa nama jelas dan alamatnya." Belum lagi saya pernah terima telpon ketidak puasannya terhadap pemilihan anak tersebut dari salah satu pelatih yang pernah menangani atlet tersebut sehingga bisa berprestasi.

Hari ini saya bersama Martina Widjaja dan Soebronto Laras membahas surat ini dengan serius dan Ketua Umum PP Pelti menghendaki agar dibalas. Ketika diingatkan mau balas kemana dan kepada siapa, baru sadar kalau ini bisa dianggap surat kaleng saja.

Memang setiap acara seleksi nasional selalu muncul ketidak puasan dari pesertanya, dengan menuding kedekatan petenis dengan pengurus dipakai sebagai senjata menyerang kebijakan kebijakan tersebut. Saya bersama sama teman teman mengaui kalau masih ada kekurangannya. Yang tentunya cara memandangnya sudah berbeda sekali. Setiap orangtua maupun pelatih kalau diajak bicara masalah putra putrinya selalu mengatakan terbaik. Tapi saya bersama sama teman teman yang juga dulu aktip terjun ke pertandingan pertandingan sebagai peserta tentunya tidak mudah dibohongi. Sehingga keputusannya berdasarkan kacamata sendiri yang dianggap subjektip oleh pihak lainnya.

Jumat, 12 Februari 2010

Kase hati minta jantung

Jakarta,12 Februari 2010. Masalah seleknas yang tertunda dibaha spagi ini (12/2) disekretariat PP Pelti. Hadir Danny Walla, Christian Budiman, Johannes Susanto, Diko Moerdono, Slamet Utomo, dan Slamet Widodo yang ditugaskan sebagai notulis rapat.

Sebelumnya Pelti menentukan Seleknas KU 16 tahun putra dan putri dilaksanakan awal Februari 2010, kemudian Pelti terima surat bernada protes tentang waktu pelaksnaan khusus putri tidak disamakan waktunya. Sehingga muncullah rapat Forkopi dengan Pelti yang seharusnya bukan untuk memutuskan. Dalam rapat tersebut Pelti terbuai dengan kesepakatan itu dimana saya juga ikut hadir tidak berdaya. Rapat ini membuat sedikit ketidak harmonisan sesama pengurus tetapi karena masing masing pihak menyadari kekeliruan tersebut sehingga tidak ada perpecahan didalamnya. Kembali seperti semula, akrab dengan rekan rekan sendiri.

Menerima alasannya kalau sudah dibuat program sesuai dengan jadwal dalamkalender TDP yang dikeluarkan Pelti 1 Maret 2010, sehingga akan mengacaukan program atletnya yang satu ini. Tetapi setelah diterima dimana Pelti mau selenggarakan Seleknas, tiba tiba Pelti terima surat masukan lagi dari orangtua atlet yang telah membuat program pelatihan putrinya untuk siap ikyuti seleknas 1 Maret. Bingung deh, alasannya pun masuk akal sehingga membuat sedikit kebimbangan bagi rekan Christian Budiman. "Maunya apa."

Pendapat saya sendiri yang sering diajak konsultasi oleh rekan Christian yang sudah pusing mengatasinya, inilah akibat terlalu banyak kompromi sehingga terima akibatnya. "Kase hati minta jantung."
Sayapun menyadari seleknas akan datang kapanpun keputusannya so pasti ada yang tidak puas. Inilah nasib duduk di Pelti.

Kamis, 11 Februari 2010

Wacana Kepelatihan Versi Baru


Jakarta,11 Februari 2010. Saat ini sedang diselenggarakan penataran pelatih tenis atau dikenal dengan National ITF Level-1 Coaches Course di Senayan. Dalam perbincangan saya dengan Dr. Pung, staf dari Kentor Menegpora RI, saya sampaikan kalau saat ini jumlah pelatih tenis yang bersertifikat yang dikeluarka oleh PP Pelti sebelumnya sudah mencapai lebih dari angka 1.000. Tetapi dari sejumlah tersebut, adakah yang masih aktip sebagai pelatih ? Itu pertanyaan saya, dan saya memprediksi adalah hanya 10 % saja. Bisa dibayangkan kondisi seperti ini sangat memprihatinkan.

Harus diakui kegiatan penataran pelatih yang dilakukan sudah memakan beaya cukup besar, yang hasilnya sangat bertentangan sekali. Sehingga sayapun mulai berpikir, kondisi seperti ini sudah harus diperbaiki demi peningkatan pretasi tenis Indonesia.
Selama ini setiap calon pelatih termotivasi ikuti penataran resmi disebabkan kebutuhan pribadi bukan sebagai pelatih tenis, tetapi lebih banyak kepada kebutuhan akan secarik kertas atau Piagam yang dikeluarkan oleh penyelenggara atau Pelti.
Bahkan akhir Januaria sayapun menerima permintaan untuk membeli sertifikat yang akan dikeluarkan Pelti. Ini sangat memalukan sekali.

Ada pemikiran mengatasi permasalahan seperti ini. Pelatih itu sangat diperlukan begitu juga kualitas pelatih juga harus mendapatkan perhatian. Sehingga saya mau mencoba selenggarakan penataran pelatih berdasarkan kriteria yang lain dari yang lain. Kalau selama ini lebih ditekankan bisa bermain tenis, minimal SMA, dan mengerti bahasa Inggris. Maka saya akan tambahkan lagi persyaratan baru. Yaitu setiap pelatih harus mempunyai murid petenis yunior. Dan sewaktu ikut penataran harus dibawa. Ini ada keuntungannya adalah langsung bisa memperbaiki atau ikuti hasil penataran dengan melihat perkembangan atletnya sendiri.

Ada satu lagi yang menurut saya harus dirubah juga yaitu setiap peserta mendapatkan Piagam keikutsertaan dan bagi yang lulus akan terima Sertifikat Kelulusan sehingga berhak menjadi PELATIH. Andaikan Sertifikat keikutsertaan ini tidak dikeluarkan dan hanya Sertifikat dikeluarkan jika Lulus. Ini seperti juga di Pendidikan formal lainnya. Ini baru pemikiran saya sendiri, belum tentu diterima semua pihak
.

Bayu Ekha Listyanto Palsukan Akte Kelahirannya

Jakarta,11 Februari 2010. Setelah menerima konfirmasi mengenai keabsahan salah satu atlet tenis asal Kudus tentang tidak sahnya dokumen akte kelahiran yang digunakan dan dipakai oleh atlet tersebut dikegiatan turnamen maupun pembuatan KTA Pelti, maka terpanggil pula saya menmbongkar kebusukan kebusukan yang dilakukan oleh atlet atlet tertentu. "Karena nila setitik rusak susu sebelanga." begitulah pribahasa yang saya ketahui. Ini merusak nama salah satu kota "suci" dibelahan Jawa Tengah.
Nama atletnya sendiri BAYU EKHA LISTYANTO yang selama ini(sebelum dan ditahun 2009) diturnamen kelompok umur 12 tahun. Mengenai tepat kelahirannya saya sendiri tidak tahu benar.

Saat ini saya sendiri sudah laporkan kepada Pengurus Harian PP Pelti, dan sudah beritahukan kalau sesuai ketentuan TDP akan kena skorsing 1 tahun. Tetapi pemalsuan data di KTA Pelti tentunya akan saya konsultasikan dengan Komite Hukum dan Tata Tertib yang dipegang ole rekan Kombes Pol DR Petrus Golose untuk menindaklanjuti masalah ini.

Saya pernah kirimkan SMS ke salah satu pelatih yang menampung salah satu atlet putri yang baru pindah dari salah satu kota di Jawa Tengah tersebut, untuk minta fotocopy akte kelahiran atlet tersebut. Atlet ini terpilih ikuti turnamen keluar negeri, artinya sudah memiliki Paspor resmi yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi.
Awalnya pelatih tersebut menyanggupinya karena dia ini yang awalnya juga berkoar koar masalah pencatutan umur di Pemalang Open dimana Bayu Ekha dicurigainya. Esok harinya saya kejar kesanggupannya ternyata tidak dikirimkan juga , sampai hari ini. Tapi saya buka file di Pelti dan sayapun menemukan fotocopy yang sangat mirip dengan fotocopy rekanrekannya dari kota ini.
Hari ini saya terima pemberitahuan dari rekan Christian berita dari ayahnya kalau anak ini mengundurkan diri ikuti turnamen diluar negeri. Dengan alasan tidak ada dana. Awalnya pelatihnya ngotot akan dapat dana dari Pemda sebagai sponsornya.
Ya, kita tunggu saja hasil penelitian saya dalam bulan ini. Semoga berhasil !

Rabu, 10 Februari 2010

Palembang akan Bangun Kompleks Tenis

Palembang,10 Februari 2010. Tiba sore hari di Palembang disambut dengan turunnya hujan yang melanda kota Palembang, bahkan sampai malampun hujan turun lagi. Kedatangan ke Palembang atas undangan KONI Prov.Sumatra Selatan yang sedang berupaya sebagai tuan rumah SEA Games tahun 2011.
Sebenarnya Palembang tidak termasuk dalam cabang olahraga SEA Games , tetapi upaya dari Gubernur Sumsel Alex Noerdin agar tenis bisa dimainkan di Palembang.
Dalam paparan malam ini oleh Ir. Rizal Abdullah sebagai penanggung jawab prasarana dan sarana ternyata belum semua anggota induk organisasi lainnya yang pola berpikirnya menurut saya masih tidak mendukung akan keinginan Palembang mendirikan venue venue baru yang dikuatirkan akan mubazir karena pasca SEA Games tidak akan digunakan. Saya mencatat ada 3-4 cabang olahraga lainnya yang dalam kesempatan diminta untuk berikan masukan atas rencana venue venue tersebut.

Sayapun tidak terburu buru memberikan masukan, dan giliran terakhir baru saya angkat tangan dengan tanpa menyebutkan nama dan cabang olahraganya, karena ingin mengetahui apakah Ir Rizal Abdulah masih ingat sama saya karena tahun lalu sempat bertemu dan menyampaikan keinginan Gubernur Sumsel mendirikan kompleks olahraga tenis di Palembang. Secara pribadi maupun organisasi tentunya keinginan membangun kompleks lapangan tenis sudah seharusnya didukung dan berterima kasih karena akan menambah lapangan tenis dengan harapan kedepan harapan akan termotivasi untuk membuat kegiatan turnamen maupun pembinaan tenisnya.

Sehingga sayapun sampaikan dukungannya. Tetapi jika untuk SEA Games, persoalannya berbeda, karena ada beberapa usulan yang harus dipenuhi tuan rumah Tetapi sebenarnya mereka juga lebih mengutamakan pembangunan bukan hanya untuk SEA Games saja.

"Saya bingung juga pola pikir rekan rekan kita ini, yang terlalu mempermasalahkan cabang olahraganya belum tentu diadakan di Palembang. Seharusnya mereka berterima kasih mau membangun venue di Palembang."

Dengan adanya kompleks tenis dengan banyak lapangan, sayapun berterima kasih karena sayapun suatu saat bisa selenggarakan turnamen didalam satu lokasi sehingga memudahkan pelaksanaan turnamen. Semoga !

Sabtu, 06 Februari 2010

Pelatih ITF dipertanyakan

Jakarta, 6 Februari 2010. Disela sela turnamen nasional RemajaTenis yang berlangsung di lapangan tenis GOR Rawamangun Jakarta Timur, bertemu dengan sesama rekan tenis baik itu pelatih, orangtua maupun pendatang baru cukup menarik hati bagi saya. Bertemu muka dengan berbagai cara, baik duduk maupun berdiri menyempatkan diri berdiskusi (istilah kerennya) mengenai pertenisan Indonesia.
Ada satu pertanyaan yang cukup menggelitik yaitu datangnya dari salah satu pelatih tenis yaitu Handono Murti. "Mana hasil kerja dari pelatih ITF Level-2 Indonesia.?ujarnya didepan pelatih Pudjo Prayitno, Ariawan Poerbo dan saya sendiri. Mengingat beberapa hari lagi di Senayan diadakan National ITF Level-1 Coaches Course yang cukup menarik perhatian pelatih pelatih daerah sehingga bisa menolak pendaftar yang terlambat.

Kenapa menarik perhatian saya, karena sebenarnya menurut saya ini salah satu kendala prestasi petenis muda ini adalah lemahnya pengetahuan pelatih Indonesia. Handono sendiri mengakuinya pula. Kenapa bisa demikian. Sepengetahuan saya dari data pelatih tenis yang terdaftar di induk organisasi Pelti melebihi angka 1.000 pelatih. Bisa dibayangkan jumlah yang tidak sedikit sudah ada. Sekarang kita pertanyakan kembali, dari 1.000 pelatih terdaftar itu ada berapa orang yang aktip melatih, khususnya anak anak. Menurut pengamatan saya tidak lebih dari 10 %. Kok bisa begitu. Ini yang perlu dikaji bersama.

Mayoritas pelatih tenis yang terdaftar tidak seratur prosen menjadi PELATIH sebagai PROFESInya, artinya predikat pelatih hanya diperlukan untuk membantu profesinya yang lain khususnya sebagai PNS, dibutuhkan berbagai sertifikat yang bisa mengangkat status kepegawaianya. Ini dia masalahnya. Cukup besar kalau tidak dibenahi.

Mayoritas calon pelatih jika ingin ikut kepelatihan pelatih hanya membutuhkan SERTIFIKAT belaka. Walaupun sertifikat keikut sertaan itu sangat besar pengaruhnya. Padahal kepelatihan sekarang kebanyakan ada ujiannya.Bukan seperti seminar. Maka dari itu jika ada kepelatihan pesertanya cukup membludak, karena yangdikejar adalah sepotong kertas belaka.

Kembali kepertanyaan pelatih Handono Murti. Dimana hasil dari pelatih berpredikat ITF Level-2 yang jumlahnya terbatas di Indonesia, yaitu 13. Tecatat nama nama dari Jakarta seperti Agustina Wibisono, Hudani Fajri, Rani Jacob, Roy Morison, Peter Susanto, Marieke Gunawan, Tjahjono dan Alfred Raturandang. Dari Bandung ada Wibowo Hadisubroto, dari Jogja ada Ngatman Suwito, dari Surabaya ada Irmantara Soebagyo, Patricia Budiono dan Raymond Alimwidodo.

Kembali ke pribadi masing masing pelatih yang telah menyandang predikat pelatih ITF.

Rabu, 03 Februari 2010

Berdayakan Pelatih tenis


Jakarta,3 Februari 2010. Berbicara masalah prestasi tenis melibatkan berbagai unsur sebagai pendukungnya. Mulai dari orangtua kemudian atletnya sendiri, pelatih dan program programnya dan akhirnya adalah dana, karena tanpa dana maka sulit mendapatkan prestasi.

Minggu depan Tabloid Tennis bersama Pelti didukung oleh Kantor Menegpora RI, diadakanlah National ITF Level-1 Coaches Course. Respons cukup besar datang dari Papua, Sumbawa, Makassar, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Riau, Kepulauan Riau dll.

Yang mnejadi pertanyaan sekarang adalah kenapa olahraga Indonesia bisa menurun prestasinya. Kecendrungan menurun sudah lama terlihat hampir disemua cabang olahraga termasuk tenis. Apa yang bisa dilakukan. Khususnya tenis, kegiatan turnamen yang merupakan salah satu program pembinaan bukan menurun tetapi meningkat.

Ada satu pemikiran agar prestasi tenis Indonesia bisa berkembang dengan baik dimana selama ini saya perhatikan hampir dilupakan. Peningkatan kualitas atlet sudah dijalankan kemudian peningkatan kualitas pelatih melalui penataran penataran pelatih yang hampir setiap tahu diadakan di Indonesia.

Berita bagus, dengan diusulkannya ketentuan pembatasan umur di kegiatan akbar PON XVIII tahun 2010. Yaitu kelahiran tahun 1991. Ini tentunya membuka peluang bagi atlet yunior bisa berkembang. tetapi ada yang dilupakan yaitu pelatih. Coba diperhatikan kualitas pelatih Indonesia saat ini. Dari ketentuan ITF ada tingkatan pelatih tenis Internasional. Mulai dari ITF Level-1 kemudian diatasnya Level-2 dan seterusnya Level-3. Sampai saat ini Indonesia baru sampai ke Level-2 yang jumlahnya terbatas pula. Sisanya Level-1.

Kita seharusnya bisa meniru ITF, karena sesuai ketentuan ITF, setiap kegiatan kejuaraan beregu yunior diminta pelatih pendamping adalah yang bersertifikat ITF Level-1 (minimal). Berarti menghargai programnya sendiri yaitu mengangkat pelatih ITF . Nah bagaimana dengan Indonesia.

Ada pemikiran saya, kegiatan beregu cukup banyak di 33 provinsi Indonesia ini. Setiap 2 tahun ada yang disebut Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan sekarang menjadi Pekan Olahraga Provinsi yang pesertanya adalah dari Kotamadya, Kabupaten. Setelah itu ada PON .

Alangkah manisnya kalau Pelti bisa memberdayakan pelatih pelatih yang ada,. Mulai dari setiap PON pelati pendamping adalah bersertifikat ITF Level-1 atau Level-2. Karena Indoneia belum memiliki pelatih ITF Level-3.
Sehingga setiap provinsi akan terpacu memiliki pelatih ITF Level-1 ini. Begitu juga jika tingkatProvinsi, bisa juga menggunakan pelatih dibawahnya yang diakui Pelti seperti pelatih dasarPelti dan seterusnya.

Begitulah kira kira pemikiran saya dikegiatan multi event, dimana dilakukan pemberdayaan pelatih yang dimilikinya.

Selasa, 02 Februari 2010

Terbuka sudah kasus catut umur atlet KUDUS

Jakarta, 2 Februari 2010. Hari ini saya menerima jawaban dari instansi penerbit Akte Kelahiran Kabupaten Kudus yang menjawab surat PP Pelti tentang keabsahan satu atlet asal Kudus yang sempat diributkan di turnamen nasional Pemalang Open akhir Desember 2009. Memang saat turnamen berlangsung saya ditilpon oleh salah satu pelatih dari Sumatra mempertanyakan masalah usianya yang diragukan karena masih umur 12 tahun tetapi sudah kelas 2 SMP. Saat itu saya langsung buka file yang ada di Kartu Tanda Anggota Pelti. Waktu itu saya melihat kecurigaan atas fotocopy Akte Kelahiran dan juga cipy Buku rapor SD dan SMP yang dikirimkan ke PP Pelti. Tetapi saya harus lihat akte kelahiran yang asli begitu juga yang buku rapor. Sebelum turnamen New Armada di Magelang , saya sudah minta Panpel New Armada (Januari 2010) untuk menghubungi atlet tersebut untuk membawa yang asli walaupun yang bersangkutan ikut di KU 14 tahun. Pelanggaran terjadi di Pemalang Open.
Karena tidak berhasil Referee membuktikan karena kurang faham sehingga bisa lolos. Tetapi ini tidak mengurangi kecurigaan saya karena model copy Aktenya saya ragukan keasliannya. Maka sayapun kirim surat ke Kantor Catatan Sipil Kabupaten Kudus mempertanyakan copy akte No. 2465/1966 tertanggal 15 Oktober 1996 dan juga Nomor 2973/1997 tanggal 30 Oktober 1997 . Klarifikasi yang kami minta ternyata mendapatkan jawaban dari Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kudus tertanggal 25 Januari 2010 dengan Nomor 474.1/66/1203 yang menyatakan kedua kutipan akta kelahiran tidak dikenal dan tidak dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kabupaten Kudus.
Nah kalau begini jawabannya maka apa maksudnya. Pengertian saya so pasti PALSU. Nah kecurigaan makin menjadi jadi, maka saya akan buka file atlet atlet yang secara kasep mata saya bisa katakan mencurigakan. Ini sepengetahuan saya waktu tahun 2007 saya sudah kumpulkan filenya tetapi saya lupa letakkan dimana. Tetapi karena sudah tekad saya maka akan saya cari dan publikasikan segera.
Kali ini sudah tidak bisa menghindar maka akan segera dilaporkan untuk ditindak.

Sesuai ketentuan TDP yang dikeluarkan PP Pelti maka hukumannya adalah 1 (satu) tahun tidak bisa bertanding disemua TDP baik kelompok yunior maupun kelompok umum. Tinggal menunggu siapa gerangan korban berikutnya ? Masih banyak jawabannya !

Senin, 01 Februari 2010

Pelti dikatakan " DO NOTHING "

Jakarta, 2 Februari 2010. Tudingan PELTI "DO NOTHING" kepada altetnya dilemparkan oleh Ketua Forkopi kepada Danny Walla Ketua Bidang Pembinaan Yunior PP Pelti yang disaksikan juga oleh Christian Budiman langsung dibantah oleh Danny Walla.
Cukup menarik perhatian saya karena sebagai pendamping kedua rekan saya karena Johannes Susanto sedang berhalangan hadir dalam pertemuan ini, disela sela Seleksi Nasional KU 16 tahun yang berlangsung di Pusat Tenis Kemayoran Jakarta.
Entah darimana asal mulanya sehingga muncul tudingan seperti itu. Saya banyak mendengar tudingan dilontarkannya hanya berdasarkan asumsi, dugaan atau penafsiran sendiri sehingga banyak pula dimentahkan oleh Danny Walla.
"Do Nothing", salah satunya dan langsung diminta buktinya. Diberinya contoh pengalamannya baru baru ini ke Australia, dimana asosiasi memberikan bea siswa kepada atletnya. Langsung disampaikan oleh Danny Walla, diberikannya beasiswa karena sudah ada PRESTASI baru asosiasi membantunya. Bukannya belum apa apa sudah menuntut asosiasi memberikan bantuannya. Langsung diberikan contoh contoh dimana peranan Pelti cukup besar kepada atletnya. Sehingga bisa dikatakan kalau tudingan itu seharusnya cepat cepat diralat, bukan asal bunyi.

Menarik juga kalau saya menilai pembicaraan ini karena beberapa hal yang diungkapkan tidak selamanya benar. Kedengarannya benar bagi orang awam, tetapi sebaliknya bagi yang sudah mengenalnya.
Begitu juga jikalau setiap orang sudah berbuat baik tetapi masih dituding yang tidak tidak apalagi yang menuding punya interest tertentu, maka bisa saja yang bersikap awalnya tenang bisa menjadi gelombang besar. Hal ini juga terjadi sewaktu dikatakan SALAH maka secara otomatis dibantahnya dengan katakan KAMU yang salah. Begitulah dialog sekelumit yang saya dengar, cukup menarik bagi saya, sebagai pendengar yang baik.
Ada ada saja setiap seleknas selalu muncul perdebatan dengan masing masing keinginannya sendiri sehingga kadang kala selalu mendeskreditkan pihak lawannya.
Satu sisi Pelti akan mencoba memperbaiki sistemnya jikalau dianggap keliru, bukan salah. Marilah kita dengan kepala dingin saling membantu memberikan solusi dengan baik sehingga pertenisan bisa maju.
Pengalaman selama ini yang selalu ribut adalah bagi atlet yang ternyata urutan 7-10 besar, bukannya urutan 5 besar.

Kemarin saya baru ikuti Seminar Kecil Pengarusutaan Olahraga Menuju Kebangkitan Prestasi Olahraga Nasional di kantor Kementerian Negara Pemuda Olahraga. Hadir teknokrat berasal dari berbagai instansi. Banyak teori dikeluarkan para ahli dari Perguruan Tinggi disampaikan untuk Menteri Pemuda dan Olahraga DR Andi Alfian Mallarangeng.
Sehingga ada pemikiran agar Pelti bisa juga membuat seminar untuk tenis dimana pelatih ataupun tenaga ahli dari Perguruan Tinngi diundang menyumbangkan pemikirannya. Ini baru idea saya saja, apakah mungkin dan adakah yang mau menjadi sponsornya karena tentunya perlu dana juga.