Selasa, 29 Desember 2009

Catut Umur di Pemalang

Jakarta,29 Desember 2009. Menerima masukan dari orangtua petenis disela sela pelaksanaan turnamen Pemalang Open di Pemalang berupa SMS awalnya saya belum tergerak hati untuk menelusurinya walaupun sebelumnya saya menyebarkan SMS pula tentang ketentuan TDP baru yang jelas jelas mencantumkan hukuman bagi catut umur tersebut yaitu 1 (satu)tahuh.

Memang disesalkan bagi orangtua adalah sikap Referee yang dianggap tidak menggunakan logika. Anak SMP kelas 2 tahun kelahiran 1997. Apa mungkin ? Jawabannya bisa saja dibilang mungkin dan juga tidak mungkin. Karena saya juga tidak mau asal bicara.
Dalam hal ini sayapun menerima telpon dari salah satu orangtua petenis yang merasakan dirugikan oleh ulah anak tersebut.
Untuk diketahui anak tersebut asalnya dari kota Kudus dimana saya pernah juga menemukan kasus ini dari petenis Kudus. Jadi seolah olah tidak asing bagi saya.

Menurut saya Referee sudah melakukan tugas dengan benar karena anak tersebut sudah memiliki Kartu Tanda Anggota Pelti, sehingga diangap sudah sah sesuai ketentuan TDP. Sikap Referee sudah benar menurut saya. Dan saya menyadari masih banyak kekurangan dari KTA Pelti tersebut karena hanya berdsasrkan FOTO COPY Akte Kelahirannya dan Fotocopy Buku Rapor.

Setelah saya melihat sendiri data di PP Pelti, secara kasep mata data yang diberikan sesuai semua dengan mencantumkan tahun kelahiran 1997. Begitu saya melihat data lainnya baru terlihat ada yang aneh. Yang jadi pertanyaan saya adalah apakah buku rapor itu ditulis oleh Guru Sekolah atau Orangtua. Kalau memang buku rapor itu ditulis oleh orangtua sendiri, maka persoalan ini saya anggap (karena bukan ahlinya) selesai. Anak itu menang. Tetapi jika buku rapor tersebut ditulis oleh Guru sekolah maka saya bisa katakan itu itu benar data pengisisnnya. Saya teringat pengakuan dari salah satu Orangtua yang terlibat atas kasus curi umur di tahun 2007 lalu, dia katakan sudah tidak asing lagi di Jawa Tengah orangtua memiliki Buku Rapor lebih dari sata. Kok bisa ya !

Dalam hal ini bagaimana jalan keluarnya, saya kira bisa sja jika kita mau berniat memperbaiki pertenisan yunior ini. Ini pendapat pribadi saya, karena induk organisasi bukannya Polisi. Caranya panggil anak tersebut oleh Referee ataupun Panitia tanpa orangtua atau pelatihnya.Dan lakukan investigasi secara perlahan dan halus sehingga ada pengakuannya. Cara lainnya panggil orangtuanya sendiri (jangan pelatih).Dan katakan resiko jika kita laporkan ke Polisi bisa masuk BUI. Karena ini pemalsuan dokumen Negara. Disini butuh kewibawaan dari yang bertanya kepada orangtuanya. Sayang saya tidak di Pemalang, tentunya akan saya lakukan sebagai pribadi bukan Pelti.
Begitu saya terima telpon dari orangtua maka saya katakan so pasti pelatihnya si Anu. Dan dijawabnya benar.

Mengatas namakan AFR tebarkan SMS

Jakarta, 29 Desember 2009. Hari ini saya dikejutkan oleh telpon dari salah satu orangtua petenis dari Palembang. Dia menanyakan tentang masuknya SMS kepadanya yang sangat diragukan kebenarannya sehingga dicobanya menelpon kembali kepada nomer tersebut. Dia cukup mengenal suara saya sehingga kecurigaan tersebut tambah besar setelah merasa suara saya berbeda dengan suara dinomor tersebut. " Apakah ini Pak Ferry?" begitulah pertanyaannya kepada sipenerima telpon tersebut. Dan lucunya yang menerima tersebut mengaku benar adanya kalau dia itu Ferry Raturandang. Karena beda suara maka rekan saya inipun menyampakan keheranannya terhadap perbedaan suara tersebut. " Ya, saya lagi sakit." ujarnya

Bunyi SMS tersebut sebagai berikut. " Nama anak Bp telah msk daftar program pembinaan yunior, yg akan di undang 8 orang atlet dan diseleksi dan di ambil yh terbaik 3 orang. Kami akan undang melalui sekretaris pelti msg daerah. AFRD. Padahal PP Pelti sendiri sudah menyatakan tidak adakan seleksi nasional.
Kemudian SMS kedua berbunyi sebagai berikut." kan bpk pernah bw anak2 ikut PON Tenis dan pengurus Pengcab Pelti Palembang. Saya tahu dari Bapak Yanto via Udin. AFRD."
Dari kedua SMS itu sebenarnya tidak menggunakan nama AFR tetapi AFRD. Itu bedanya tetapi kesan pertama dari sipenerima SMS adalah AFR

Kemudian sayapun dibacakan SMS yang lain intinya menawarkan selenggarakan TDP Nasional di Palembang dengan minta beaya sebesar Rp. 20 juta dan sipengirimnya adalah Ferry Raturandang PB Pelti. Saya sendiri kaget juga mendengar adanya SMS dengan mengatas namakan saya.
Ketika saya tanyakan nomor sipengirim maka diberitahukan yaitu 085628989752242

Tetapi begitulah dinamika pertenisan kita yang saya ikuti langsung selama 20 tahun terakhir. Banyak intrik intrik dilontarkan kepada masyarakat tenis dan bahkan ada yang langsung kepada saya sendiri.

Senin, 28 Desember 2009

Tata Cara Petugas Pertandingan

Jakarta, 28 Desember 2009. Setelah kita membahas tata cara pertandingan tanpa menggunakan wasit saya mencoba lagi membahas masalah petugas pertandingannya sendiri seperti di Ketentuan TDP tahun 2010 yang dikeluarkan PP Pelti per tanggal 1 Desember 2009.
Pengetahuan seperti ini sudah waktunya diketahui oleh masyarakat tenis khususnya orangtua petenis yunior yang cukup aktip mendukung putra dan putrinya disetiap TDP Kelompok Yunior. Maksud saya mengangkat ini agar pengetahuan seperti ini diketahui pelaku pelaku tenis di lapangan.
Memang selama ini sepengetahuan saya paling banyak masalah disetiap turnamen adalah turnamen kelompok yunior. Ada ada saja perilaku dilapangan baik oleh orangtua maupun petugas pertandingan. Semuanya ini sangat manusiawi sekali. Petugaspun harus menyadari seluruh kekurangannya. Tetapi sejak dikeluarkannya Ketentuan TDP tahun 2010ini tidak ada alasan lagi tidak mengetahui ketentuan tentang turnamen yunior. Bahkan ada perbedaan dari Ketentuan TDP yang lalu dianggap sudah kadalu warsa oleh segelintir orangtua, bahkan dianggap tidak berlaku lagi. Saya sendiri bukan ahli hukum . Tetapi sepengetahuan saya jika ketentuan tidak ada perubahaan maka ketentuan itu masih tetap berlaku.


PETUGAS PERTANDINGAN
Turnamen tanpa menggunakan wasit maka harus disediakan tenaga wasit keliling/roving umpire. Maka petugas wasit keliling akan mengawasi sekurang kurangnya 2 lapangan dan maksimal 4 lapangan dengan tugas sbb:
1.mengadakan pra meeting dengan pemain yang akan bertanding dengan tujuan untuk
menjelaskan aturan pertandingan yang harus dipatuhi oleh pemain.
2.melakukan undian untuk memilih pemegang servis atau tempat.
3.mencatat seluruh hasil pertandingan dibawah pengawasannya sehingga Referee dapat
melakukan recheck atas hasil akhir.

Perselisihan atas keputusan jatuhnya bola (pertandingan dilapangan keras)
Jika seorang petugas wasit keliling/roving umpire ataupun Refere dimana dia tidak melihat langsung jatuhnya bola, dia harus bertanya kepada pemain yang lakukan Call didaerahnya sendiri . Jika pemain tersebut yakin atas call tersebut maka angka tetap dibenarkan.
Jika Referee ataupun petugas wasit keliling/roving umpire tidak berada dilapangan tersebut maka petugas tersebut harus datang ke lapangan dan memberitahukan kepada pemain kesalahan call dianggap pelanggaran sehingga angka diulang..
Referee atau petugas wasit keliling/roving umpire dianjurkan tidak terlalu turut campur terhadap perhitungan angka jika tidak dibutuhkan.

Perselisihan atas keputusan jatuhnya bola (khusus lapangan tanah liat/Clay)
Jika seorang petugas wasit keliling atau Referee dipanggil untuk menyelesaikan perselisihan bekas jatuhnya bola, maka dia harus mencari jalan keluarnya dimana pemain sependapat atas dimana bekas jatuhnya bola. Jikalau pemain sepakat dengan yang mana bekas jatuhnya bola, tetapi tidak sependapat dengan bekas jatuhnya bola, maka Referee /petugas wasit keliling harus memutuskan apakah bola tersebut OUT atau IN.
Jika kedua pemain tidak sepakat dimana bekas jatuhnya bola,maka petugas wasit keliling atau Referee mencari jalan keluar dari pemain dengan melihat bentuk pukulan yang dimainkan dan arah dimana bola dipukul. Ini akan membantu untuk memutuskan yang mana bekas jatuhnya bola yang benar. Jika ini tidak membantu maka Call pemain yang dekat dengan bekas jatuhnya bola

Perselesihan Angka
Jika Referee atau petugas wasit keliling/roving umpire dipanggil ke lapangan untuk menyelesaikan masalah perselisihan angka maka dia harus bertanya jawab dengan pemain untuk angka/game yang benar dimana disetujui pemain. Jika tidak terdapat kesepakatan maka angka akan diulang dari angka sebelumnya.
Sebagai contoh, seorang pemain menuntut angka 40-30 sedangkan lawannya menuntut 30-40.Bicarakan dengan para pemain dan hanya membicarakan angka yang tidak disetujui . Keputusan yang benar adalah melanjutkan dengan 30-30.
Tetapi jika terjadi perselisihan tentang game maka cara yang sama dilakukan. Contoh seorang pemain menyatakan memimpin 4-3 tetapi lawannya tidak sependapat dan menyatakan bahwa dialah yang unggul 4-3. Keputusan yang benar adalah melanjutkan dengan angka 3-3.

Kejadian kejadian lain
Ada beberapa kejadian lain yang sulit diputuskan karena tidak adanya wasit. Ketidak ada perbedaan masalah lets, not-up( bola jatuh dua kali), foul shoot( bola menerobos net) Referee atau petugas wasit keliling/roving umpire harus mencari jalan keluar dari pemain pemain tentang apa yang terjadi untuk mendpatkan kepastian atas kejadian kejadian tersebut atau mengulang point tersebut.
Foot faults hanya dapat dilakukan oleh Referee atau Petugas wasit keliling / roving umpire tetapi bukan oleh lawannya sebagai penerima servis tersebut.Jika melakukan teriakan foot faults petugas harus berada dilapangan pertendingan tersebut untuk menyaksikan jalannya pertendiangan tersebut. Tetapi tidak dibenarkan petugas ini berdiri diluar lapangan tersebut.
Coaching (petunjuk) kepada pemain yang sedang bermain merupakan pelanggaran terhadap Code of Conduct hanya bisa ditangani oleh Referee atau petugas wasit keliling/roving umpire. Jika Referee atau petugas wasit keliling/roving umpire harus masuk kedalam lapangan secepat mungkin setelah diberitahukan kepada pemain. Keputusan Referee adalah final.
Pemain yang tidak jujur maka akan dikenakan pelanggaran Code of Conduct tentang ketidaksportipan pemain.

CATUT UMUR
Tahun 2007 dalam waktu 7 bulan saya lakukan penelitian atas sekitar 900 petenis yunior yang aktip ikuti TDP Kelompok Yunior, saya bisa menemukan kasus pemalsuan umur. Caranya cukup melihat dari foto copy Akte Kelahiran yang dikirimkan ke TDP Yunior tersebut. Sebenarnya ada banyak lagi keragu raguan saya terhadap beberapa fotocopy Akte Kelahiran karena ada perbedaan angka di akhir tahun kelahiran tsb yang beda dengan 3 angka disepannya. Tetapi saya tidak lakukan pencarian terus karena saya tidak mampu mencari ke tempat temat pertandingan tersebut. Alias capek juga jika bekerja dengan tidak percaya. "Kita harus berpikiran positip."
Jika yang lalu sering ada sindiran terhadap upaya saya ini baik oleh petugas pertandingan karena tidak ada tindakan langsung maka kali ini di peraturan baru ini disebutkan ada huklumannya selama 1 (satu) tahun tidak boleh ikuti TDP baik Yunior maupun kelompok umur. Saya pribadi sebenarnya ingin hukuman seumur hidup tetapi tidak disepakati. Begitulah pendapat pribadi saya terhadap ketentuan tersebut.

Demikianlah sekelumit aturan yang dikeluarkan di Ketentuan TDP Kelompok Yunior tahun 2010.

Minggu, 27 Desember 2009

Turnamen Tanpa Wasit

Jakarta,27 Desember 2009. Di tahun 2009 semarak turnamen tenis makin besar dengan bermunculannya turnamen turnamen nasional baru khususnya kelompok yunior. Disamping itu pula makin banyak turnamen yang sudah merintis dengan pertandingan tanpa wasit seperti yang saya lakukan sejak 1996 di turnamen Persami atau Piala Ferry Raturandang. Sehingga sewaktu menjelang turnamen FIKS Bandung saya pernah terima SMS dari seseorang yang menanyakan soal turnamen FIKS apakah menggunakan wasit atau tidak. Begitu seriusnya sehingga saya perlu juga menulis masalah turnamen ada atau tidaknya wasit. Sebenarnya didunia internasional masalah tidak ada wasit bukan hal yang aneh, dimana banyak petenis Indonesia awalnya sempat kaget juga kalau digunakan tanpa wasit, tetapi sejak melihat sendiri di turnamen internasional di luar negeri baru terbuka matanya masalah tanpa wasit. Sehingga saya perlu juga memberikan informasi sesuai dengan Ketentuan Turnamen Diakui Pelti Kelompok Yunior tahun 2010 yang baru dibuat oleh induk organisasi tenis di Indonesia yaitu PP PELTI.

Jikalau pertandingan tanpa menggunakan wasit maka semua pemain wajib memperhatikan prinsip prinsip dasar sebagai berikut:
1.Setiap pemain bertanggung jawab atas semua TERIAKAN/CALL didaerah
permainannya sendiri
2.Semua teriakan / call OUT atau FAULT harus dilakuhan sesegera mungkin setelah
bola jatuh dan cukup keras sehingga terdengar oleh lawan.
3.Jikalau ragu, pemain harus berikan keuntungan kepada lawannya
4. Jikalau Teriakan/call yang tidak tepat atas bola OUT dan ternyata bola itu MASUK
maka POINT harus diulang kecuali dari perbuatan dia memperoleh keuntungan.
Karena itu pemain yang teriak out akan kehilangan angka/point
5.Pemberi servis harus menyebut angka/score sebelum servis pertama yang cukup keras
agar terdengar lawannya
6.Jika seorang pemain tidak nyaman atas keputusan atau perilaku lawannya maka
berhak memanggil Referee atau petugas wasit keliling atau roving umpire.

Pertandingan yang dimainkan di lapangan tanah liat (clay/gravel) ada beberapa tambahan prosedur untuk seluruh pemain sbb:
1.Bekas jatuhnya bola dapat dilakukan pemeriksaan setelah bola mati atau dihentikan .
2. Jilau pemain tidak yakin atas teriakan/call lawan dia dapat meminta lawan untuk menunjukkan jatuhnya bola. Pemain boleh menyeberang net untuk bekas jatuhnya bola.
3.Jika seorang pemain menghapus bekas jatuhnya bola, pemain tsb akan kehilangan angka
4. Jika tidak ada kesepakatan atas bekas jatuhnya bola, maka Referee/petugas wasit keliling untuk membuat keputusan akhir
5. Jika pemain teriak / call OUT maka pemain tersebut wajib menunjukkan bekas jatuhnya bola.
6. Jika pemain melakukan kesalahan call bola OUT kemudian ternyata bola tersebut IN maka pemain tersebut kehilangan angka.

Jika pemain berlaku tidak jujur dalam mengikuti prosedur diatas maka pemain tersbut dianggap melanggar peraturan dan akan mendapatkan hukuman sebagai pemain yang tidak sportip seperti tercantum dalam Code of Conduct.
Beberapa pertanyaan terhadap prosedur ini harus dikonfirmasikan kepada Referee.

Begitulah sebagai pengetahuan tambahan kepada pemain tenis sehingga semua permasalahan bisa diselesaikan berdasarkan sportivitas yang harus dijunjung tinggi atlet maupun pembinanya. Juga perlu diketahui oleh para orangtua yang sangat mendukung putra dan putrinya diturnamen turnamen di Indonesia. "Asal jangan berlebihan saja."

Senin, 21 Desember 2009

Kesan Mahal di Medan

Jakarta,22 Desember 2009. Sebelum selesainya turnamen Remaja Medan Bangkit, saya sempat berbincang bincang dengan panitia yang disiapkan oleh Pelti Kota Medan sebagai evaluasi kegiatan tersebut di Medan.
Saya sangat tertarik sekali bertemu dan ingin mendengar adanya keluhan dari peserta yang mana disampaikan kepada Panitia setempat.

"Ada keluhan tentang entry fee mahal." ujar Agus dari Panitia. Karena baru kali ini saya menarik entry fee diatas rata rata turnamen Remaja Tenis, yaitu sebesar Rp. 175.000 yang sudah dicantumkan dalam fact sheet maupun entry form turnamen.
Sayapun terangkan kalau adanya kenaikan karena kami sediakan copy CD Wimbledon dan juga US Opebn. Tetapi sayapun katakan tidak semua peserta ditarik entry fee sebesar tersebut, karena kalau ada permintaan langsung dari orangtua kepada saya maka sayapun bisa berikan keringanan. " Tergantung adanya permintaan. Biasanya saya selama ini ada juga yang saya berikan gratis kepada peserta dengan syarat memang belum mampu dan saya kenal." ujar saya kepada mereka. Untuk Remaja Medan Bangkit ada yang ditarik hanya Rp. 150.000 saja. Orangtuanya menelpon saya minta keringanan ini. "Tidak mungkin saya publikasikan kebijakan ini."

Akhirnya saya kemukakan kalau selama ini, Remaja Medan Bangkit termasuk tertib, tidak ada keluhan atau ulah orangtua atapun pelatih yang membuat repot pelaksana pertandingan. Berbeda sekali dengan sewaktu di Jogjakarta. Penyelenggara dikecam keras bahkan rekan pelaksana merasa diteror terus hanya karena tidak diberikan KAOS kepada peserta. Pertentangan masalah tidak disediakan kaos cukup kencang sampai sayapun turun tangan ikut menjelaskan permasalahan tersebut.Masalah kaos cukup membuat masyarakat tenis Jogjakarta merasa kurang senang dengan pelaksanaan Remaja Tenis di D.I.Y. "Citranya negatip." begitulah kesan yang muncul.

Sebelumnya sayapun berpikiran kalau di Medan akan banyak keluhan tentang tidak digunakannya wasit maupun lain lainnya, seperti ikut campurnya keputusan bola out dan masuk oleh orangtua. Ternyata tidak juga.
"Cukup sopan orangtua disini ya !" ujar saya melihat pengalaman selama ini. Yang menjadi kunci sebenarnya , adalah mudahnya informasi diberikan kepada mereka, saya buat himbauan ataupun aturan pertandingan cukup besar sehingga mudah dibaca semua penonton.

Sebenarnya diawal pelaksanaan ada sedikit masalah yang menurut saya yang harus mendapatkan perhatian. Karena kesan mahal justru di SDM yang tersedia di Medan. Khususnya tenaga Wasit dan Ballboys dan juga adanya tenaga Mandor dilapangan tersebut. Awalnya saya hanya berpikir tenaga yang dibutuhkan adalah tenaga Wasit saja yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Karena konsep pelaksanaan turnamen adalah tanpa menggunakan wasit dibabak awal turnamen. Begitu juga tanpa ballboys. Saya sendiri untuk 8 lapangan permintaan saya ( disediakan 9 lapangan) saya minta disediakan 6 tenaga wasit karena saya akan menggunakan wasit hanya khusus KU 10 th, 12 tahun saja. Berarti 4 tenaga wasit di KU 10 dan 12 tahun karena menggunakan 3 lapangan Pelti dan sisanya 5 lapangan cukup 2 tenaga wasit berjalan, sehingga sayapun mengatur budgetnya.
Tiba tiba muncul informasi yang merupakan suatu keharusan adalah tenaga Mandor yang tugasnya adalah mengatur lapangannya. Disediakan 4 tenaga mandor sesuai ketentuan lapangan.
Mulai dari honor yang diinformasikan cukup tinggi kepada saya, dimana melebihi honor wasit internasional di Jakarta. Hal ini tentunya tidak bisa diterima sehingga saya memberikan pilihan sesuai dengan keadaan honor wasit nasional di Jakarta. Mereka ini tidak ada yang wasit nasional. Tetapi akhirnya sayapun menerima budget honor yang disesuaikan dengan honor wasit nasional. Karena saya tidak tahu kalau honor yang dimintakan kepada saya pertama kali itu sebenarnya untuk 2 hari berarti sebenarnya honor yang saya setujui belakangan masih terlalu tinggi. Saya tidak tahu dimana yang salah berikan informasi tersebut. Yang penting adalah turnamen sudah berjalan dengan baik.

Ini Medan Bung Bukan Jakarta


Jakarta, 21 Desember 2009. Mempersiapkan kegiatan turnamen tenis lebih berat daripada menyelenggarakannya. Ada kejadian yang saya tidak akan lupa perilaku dari salah satu ofisial turnamen di Medan. Yang bisa dikatakan tidak profesional. Masalahnya diawal pembicaraan sudah setuju tetapi menjelang dimulainya kegiatanmuncullah hal hal yang kurang bisa dipertanggung jawabkan.Padahal PP Pelti telah mengeluarkan SK TDP dan penujukkan dia sebagai Referee.
Selama ini saya pernah menerima keluhan2 dari penyelenggara turnamen nasional atas ulah rekan rekan wasit white badge Indonesia sewaktu menjadi Referee daerah daerah. Bahkan belum lama ini sayapun pernah terima telpon dari penyelenggara agar tidak menugaskan referee yang tahun sebelumnya pernah bertugas diturnamen tersebut. Alasannya bukannya tidak bisa bekerja tetapi meminta fasilitas yang berlebihan kepada penyelenggara dimana penyelenggara merasa dirongrong. Sayapun tidak menyangka perilaku itupun terjadi pada turnamen saya sewaktu mau selenggarakan turnamen nasional yunior.

Beberapa minggu sebelumnya saya mencoba kontak yang bersangkutan minta kesediaan sebagai Referee turnamen Remaja Medan Bangkit 2009. Kesanggupanpun didapatkannya dimana yang bersangkutan sudah menyanggupinya. Seminggu sebelumnya saya menerima email dari yang bersangkutan , menanyakan haknya yaitu honor dan fasilitas fasilitas lainnya. Dan sayapun menjawab sebagaimana lazimnya. Sesuai standar selama ini Remaja Tenis selenggarakan turnamen nasional yunior.
Kemudian saya mendapatkan pertanyaan kalau dia minta sesuai standarnya. Karena saya katakan kalau ini penawaran saya dan berbeda dengan turnamen nasional lainnya, dan dia memakluminya. Tetapi beberapa hari kemudian saya dikejutkan dengan berita dari dia kalau berhalangan dengan alasan mau jadi pengawas ujian karena dia seorang guru sekolah. Alasan inipun saya coba memberikan jalan keluarnya yaitu karena pelaksanaan hari Jumat itu adalah hari libur tentunya tidak ada sekolah yang buka dan apakah mungkin hari sabtunya sekolah ujian.
Tetapi jawaban yang saya terima melalui telpon yang mengatakan kalau orangtuanya pulang haji sehingga tidak bisa ikut tugas. Semua ini seperti tidak ada tanggung jawabnya, maksud saya coba berikan way out siapa yang bisa menggantikannya karena dia berhalangan. Sayapun mencoba cari tahu ke Medan. Ternyata diapun masuk dalam kepanitiaan pelaksanaan dan ditunjuk sebagai koordinator wasit turnamen tersebut.
Secara diam diampun saya lakukan penyeldikan selama dia ikuti rapat rapat panitia. Dapat bocoran kalau dia itu mengungkapkan kalau saya ini beruntung besar kalau gunakan tenaganya dimana saya bisa menghemat akomodasi maupun transportasi pesawat terbang dibandingkan kalau ambil tenaga dari Jakarta. Mendengar hal ini sayapun harus action, dengan berkonsultasi ke PP Pelti dimana saya minta pertanggung jawabannya. Saya juga sewaktu menerima telpon dari yang bersangkutan yang mengatakan ketidak sediannya dengan alasan yang berubah ubah, mencoba menyadarinya kalau PP Pelti telah mengeluarkan SK Ketua Umum tentang Pengkatan tenaga Referee atas nama yang bersangkutan. Tetapi diapun tetap tegar tidak bisa.
Begitu saya mendapatkan penggantinya waktu sudah tinggal 3 hari saja, maka sehari sebelumnya sewaktu tenaga wasit dikumpulkan untuk mendapatkan penjelasan tugas wasit, sayapun melihat yang bersangkutan hadir juga. Besok hari pun saya lihat yang bersangkutan juga hadir . Setiap hari sayapun melihat batang hidungnya di lapangan tenis Kebon Bunga Medan. Sehingga ada rekan tenis di Medan bertanya tanya kenapa dia tidak bertugas. Setelah mendengar penjelasannya maka rekan saya inipun berjanji akan menegurnya karena merasa ikut membesarkan dengan gunakan fasilitas Pelti setempat sewaktu belum menjadi wasit nasional dan internasional.
Ada yang mengusulkan untuk dilaporkan ke Ketua Pelti Kota Medan, tetapi saya tidak mau karena selaku penyelenggara saya yang menghubungi dia, bukan PP Pelti.
Akhirnya sayapun mencari tenaga wasit lokal yang berpredikat wasit nasional diangkat sebagai tenaga asisten referee.
Sempat saya menerima telpon dari yang bersangkutan setelah kembali bertugas dari Malaysia, menanyakan apakah ada pergantian tiket sewaktu bertugas di Malaysia beberapa minggu lalu. Sedangkan tugas ke Malaysia itu bukan tugas dari PP Pelti tetapi keinginan sendiri. "Mana mungkin Pelti mau menanggungnya." Tingkah laku dia saya amati dan pelajari sudah sering saya perhatikan selama ini. Banyak menuntut haknya sedangkan kualitas pekerjaannya belum saya ketahui. Justru itu saya mau melihat sendiri sewaktu di Medan tetapi tidak kesampaian sehingga saya belum bisa menilai kecakapan kerjanya. Karenaselama ini sudah dalam catatan saya beberapa wasit white badge Indonesia belum layak disebut referee. Sudah merupakan tanggung jawab PP Pelti agar menyiapkan tenaga tenaga referee sebagai kebutuhan turnamen nasional, mulai dari wasit nasional. "Mau main pendek atau Panjang ! "

Minggu, 20 Desember 2009

Tidak ada lawan yang lebih tangguh

Medan, 20 Desember 2009. Bertemu teman lama maupun baru merupakan kenikmatan tersendiri, apalagi diseberang jauh disana. Undangan demi undang berdatangan, terutama bermain tenis di Minggu pagi ini. Melihat begitu bahagianya bisa menyenangkan teman teman tentunya tantangan bertanding tenispun tidak akan saya tampik. Menang atau kalah bukan masalah, yang penting bisa bermain tenis, itu yang utama sperti selama ini saya tanamkan ke atlet atlet yunior melalui orangtuanya.

Ternyata keasyikan main tenis sehingga bisa mengeluarkan keringat yang jarang saya dapatkan selama ini. Udara cerah diatas lapangan clay yang berbeda dengan lapangan gravel di Senayan yang namanya adalah redclay. Lapangan pasir bisa digunakan bermain tenis dimiliki lapangan Kebon bunga ada 9 lapangan clay ini.

Turun berpasangan dengan Bendahara Pelti kota Medan melawan ketua panitia Sutan Hasibuan (mantan petenis yunior Medan) dan dr. Kendy yang juga maniak tenis di Medan. Guyonpun tetap mewarnai permainan tenis.

Begitu selesai sayapun menemui rekan AKBP (Purn)Guntur yang juga petenis veteran handal di Medan. " Tidak ada ya lawan yang lebih tangguh. Masak saya bisa menang. Yang bener aja nich." seloroh saya kepada rekan rekan lainnya. " Macam mana nih !" ujar saya menambah panasnya mereka.

Datanglah salah satu pelatih Medan, Andy Irawan yang mendengar keluhan saya ini. "Itu sih mereka peringkat terendah di Medan." ujarnya tidak mau diremehkan. Memang orang Medan tidak mau kalah juga.
Begitulah suasana dilapangan tenis Kebon Bunga sambil menunggu giliran pertandingan Turnamen Remaja Medan Bangkit.
Ini kalipertama saya main tenis di lapangan tenis Kebon Bunga Medan diatas lapangan clay yang agak berbeda dengan lapangan gravel Senayan.

Sabtu, 19 Desember 2009

Remaja Medan Bangkit seperti turnamen internasional

Medan, 19 Desember 2009. Disela sela turnamen nasional Remaja Medan Bangkit 2009 saya sempat bercanda dengan rekan rekan tenis kota Medan. Ketika pertandingan berlangsung langsung saya sampaikan kalau turnamen ini turnamen internasional.
Merekapun kaget mendengar pernyataan saya ini yang sebenarnya ingin bercanda.
"Coba lihat bukan hanya pesertanya , tetapi juga petugas pertandingannya kelihatan semua berwarna hitam hitam. Mulai dari peserta salah satunya berasal dari Malaysia berdarah India , begitu juga ballboysnya berdarah India alias Keling istilah Medannya." ujar saya kepada mereka.
Memang baru di Medan saya menemukan selengkap ini, mulai dari petugas pertandingan (Referee,wasit maupun ballboys) keturunan India berasal dari suku Tamil (Ballboys)kecuali Wasit dan assisten Referee yang berarah India tapi bukan suku Tamil.
Begitulah anthusias pecinta tenis di Medan yang saya lihat ada yang nonkrong dari pagi sampai sore tetap bertahan di lapangan tenis Kebon Bunga Medan.
Haus akan turnaen bukan saja dituukan juga oleh peserta tetapi pecinta tenis, yang hari ini berkumpul sambil menonton pertandingan.
"Kami perlu turnamen kalau mau maju." begitulah ujar salah satu penonton yang saya tidak kenal namanya. Dengan keberadaan turnamen maka otomatis memacu pembinaan atlet tenis dikota Medan dan sekitarnya.
Setelah itu dibutuhkan juga adanya pelatih. Salah satu orangtua peserta dari Kisaran menyampaikan kalau di Kisaran tidak ada pelatih. Yang ada pelatih dari Medan.

Ada juga orangtua yang menghendaki putra dan putrinya berlatih di Jakarta. Bahkan sudah ada 2 petenis putra berlatih di Jakarta tetapi kembali lagi ke Medan. "Saya jadi bingung pelatih mana yang baik untuk putranya." ujar salah satu orangtua dari Pematang Siantar yang putranya sudah berlatih beberapa tahun disalah satu pelatih terkenal di Jakarta. "Karena saya orang Pelti maka tidak ethis mengatakan pelatih A lebih baik daripada pelatih B. Semua pelatih seharusnya baik, hanya hasilnya yang sangat menentukan. Tapi saya tekankan kalau sebagai orangtua tidak perlu takut atau kuatir untuk pindah pelatih, tetapi tentunya berdasarkan evaluasi yang tepat.

Muka Baru Stock Lama

Medan, 18 Desember 2009. Kehadiran saya kali ini di lapangan tenis Kebon Bunga merupakan mimpi saya selama ini sangat menginginkan adanya turnamen nasional di kota Medan. Kenapa Medan, karena saya tahu sekali di Medan ada satu lokasi namaya Kebon Bunga memiliki 11 lapanan tenis ditengah tengah pusat kota Medan. Asal tahu saja, selain Jakarta tidak ada kota lain yang memiliki lapangan tenis lebih dari 10 disatu lokasi kecuali di Jakarta dengan lapangan Pusat tenis Kemayoran (10 outdoor, 10 indoor) dan Gelora Bung Karno (14 lapangan gravel dan 8 lap keras outdoor dan 1 indoor). Kemudian Kebon Bunga Medan dengan 9 lapangan outdoor dan 2 indoor).

Disaat acara pembukaan turnamen Remaja Medan Bangkit, muncullah teman lama seperti AKBP (Purn)Guntur HR, Harjoni Munir (Kepala Dinas Olahraga Prov.Sumut), Ir. Mamora Sirait (Ketua Pengkot Pelti Medan. Ketiga nama ini merupakan teman teman lama. Kemudian ketemu teman baru Sutan Hasibuan mantan petenis Medan dan lain lainnya.
Harjoni Munir sendiri adalah keluarga tenis dimana kedua orangtuanya dulu petenis aktip. Dan Harjoni sendiri sudah puluhan tahun tidak menginjak lapangan Kebon Bunga.
"Saya datang karena mendapatkan SMS dari bang Ferry adanya turnamen ini." ujarnya.

Sayapun pernah meminta kesediaannya mengurus tenis kembali, karena tenaganya masih dibutuhkan di tenis.
Mengenal Mamora Sirait beberapa tahun silam, karena sewaktu dia menjadi Ketua Pengcab Pelti Tanjung Balai pernah berkiprah sebagai pelaksanan TDP Nasional di tanjung Balai. Komunikasi dengan diapun sering sekali.

Jumat, 18 Desember 2009

Konsultasi masalah pelaksana Turnamen

Jakarta, 13 Desember 2009. Menerima rekan sendiri yang berkecimpung di turnamen, menjadi hangat karena sayapun sering mendngarkan laporan laporan sekitar turnamen khususnya turnamen yunior. Karena saya sendiri jarang terjun langsung ke tempat tempat turnamen nasional yunior, sehingga banyak hal yang belum diketahui jika tidak ada laporan dari masyarakat tenis. kenapa turnamen yunior paling banyak saya terima laporan, karena melaksanakan turnamen yunior itu tingkat kesulitan lebih besar dibandingkan dengan turnamen senior.

Tony Sangitan bersama istri Wiwiek, bercerita banyak tentang sekitar pelaksanaan turnamen Bakrie Yunior yang selama ini. Kunjungan untuk berkonsultasi karena Tony sendiri ingin mengatsasi kesulitan kesulitan selama ini selenggarakan turnamen. Memang tidak mudah selenggarakan turnamen yunior. Apalgi jika sampai menggunakan 3-5 lokasi tempat pertandingan. Harus dimaklumi selaki banyak kota tidak punya lapangan yang satu lokasi ada lebih dari 4 lapangan. Saya sendiri jika selenggarakan Piala Ferry Raturandang sedikit segan kalau disatu kota ada lebih dari 2 lokasi. Menyadari hal ini sayapun jika mau selenggarakan selalu memilih kota kota yang memilik lapangan lebih dari 5 lapangan dalam satu lokasi.

Disini Tony ingin mengetahui solusi terhadap pengadaan tenaga pelaksana. Seperti tenaga wasit dikota kota tempat pelaksanaan Turnamen Bakrie Junior. Sayapun menganjurkan agar menggunakan tenaga wasit lokal saja. Bisa menghemat beaya transportasi dan akomodasi. Disamping itu juga akan memacu Pelti setempat untuk menyiapkan tenaga wasit lokal. "Ternyata dikota tsb tidak ada wasitnya." ujarnya, dimana saya sendiri tidak percaya kalau tidak ada wasit. Jangan menanyakan tenaga wasit nasional.
Dalam pembicaraan sayapun menyanggupi untuk membantu dengan cara menghimbau kepada Pelti setempat untuk menyiapkan tenaga wasit lokal karena kota tersebut akan jadi tuan rumah sehingga wajiblah siapkan tenaga wasit lokal. Ini juga akan membantu kota tersebut dalam pelaksanaan turnamen lokal sekalipun. Begitulahsolusi saya sehingga keluhan dari setiap pelaksana turnamen akan memacu mereka tetap konsis dengan pelaksanaan turnamen.

Dari hasil pertemuan tersebut saya sangat menyambut kehadiran pelaksana turnamen tenis di Indonesia yang ingin mendapatkan solusi disetiap pelaksanaan turnamen nasional. Karena selama ini sudah mulai banyak pelaksana (organizer) turnamen yang peduli terhadap pertenisan Indonesia.

Minggu, 13 Desember 2009

Temu Muka dengan Radar Cirebon

Jakarta,11 Desember 2009. Mempersiapkan suatu turnamen membutuhkan pengorbanan diri, tetapi melihat adanya semangat yang muncul dari masyarakat yang sangat mendambakan adanya kegiatan khususnya turnamen , maka pengorbanan tersebut harus dilakukan dengan kerelaan yang sudah menyatu dalam diri. Capek sih tetap capek, tapi karena melihat misi yang dilakukan maka semua keletihan fisik maupu bathin bisa terabaikan, demia suatu tujuan khadiran suatu turnamen tenis nasional yunior di Cirebon maupun Medan yang tepatnya tanggal 18-20 Desember 2009 akan diselenggarakan di Cirebon dan Medan.

Berangkat pagi hari dengan naik Kereta Api Cirebon Express tepat pkl 06.15 dari stasion Gambir dan harus kembali ke Jakarta hari itu juga. Setiba di cirbon dijemput oleh F.Suhardi salah satu penggerak baru di perteisan kota Cirebon. Langsung sarapan Nasi Jamblang di pelauhan Cirebon. Setelah puas sarapan langsung meluncur ke Kantor Harian Radar Cirebon. Ternyata hari ini sudah ada janji bertemu dengan rekan dari Harian Radar Cirebon dalam rangka kerjasama untuk turnamen nasional Remaja Cirebon Bangkit tersebut.
Bertemu untuk pertama kali dengan Totok selaku penangung jawab harian Radar Cirebon didampingi salah satu wartawannya Abdul Hamid. Langsung Friedderik Suhardi memperkenalkan diri dan menyampaikan masalah rencana membangkitkan kembali tenis di kota Cirebon.
Totok sendiri cukup tertarik dengan rencana membangkitkan kembali tenis di cirebon. Sebenarnya kota Cirebon sendiri cukup berbicara di tenis nasional, mulai dikenal Atet Wiyono kemudian muncul Joyce Riana Sutedja bersama adiknya Diana Sutedja. Kemudian ada juga pelatihnya Sian Tek almarhum. Totok berjanji akan meliput kegiatan turnamen ini yang bertepatan juga dengan HUT Radar Cirebon ( 18 Des).

Setelah selesai pembicaraan langsung sayapun ke stasion KA untuk kembali dengan KA ke Jakarta tepat pukul 14.00 Puas atas hasil pertemuan membuat segala penat hilang padahal perut sudah mulai minta perhatian. Kembali ke Jakarta dan tiba pukul 16.45 dengan perut sedikit kosong. Tetapi kepuasn sudah menutupi segala keluh kesah dari dalam perut.
Sayapun cukup lega dan mengharapkan agar sukses penyelenggaraan di Cirebon bisa membawa dampak yang meningkatkan citra kota Cirebon maupun pertenisan di Cirebon.
Dengan membawa tugas lainnya adalah memperhatikan pembinaan dikota Cirebon dimana sayapun menjanjikan akan mencoba ditahun 2010. Semoga berhasil!

Jumat, 11 Desember 2009

Orangtua Mengajarkan Anak Tidak Jujur


Jakarta,10 Desember 2009. Topik kali ini cukup menghentakkan saya karena diucapkan salah satu wasit dan juga Referee TDP Nasional kepada saya hari ini. "Orangtua Mengajarkan Anak Tidak Jujur." ujarnya kepada saya. Memang ungkapan ini berdasarkan pengalaman selama ini menangani turnamen kelompok yunior. Bahkan juga ditekankan bukan hanya orangtua tetapi pelatihpun melakukan hal yang sama. Ini bukan fitnah tetapi memang keadaan dilapangan seperti itu, dimana fakta kejadian kejadian sekitar turnamen perilaku orangtua maupun pelatih membuktikan tudingan tersebut. Tetapi tidak semua lakukan hal seperti ini. Dari kejadian dilapangan membuat dugaan adanya indikasi seperti ini lebih besar.

Setelah itu saya mulai berpikir pikir dikaitkan dengan pengalaman saya selaku penyelenggara turnamen mulai terkecil yaitu Persami dimana sayapun bertindak selaku Refereenya. Hal ini muncul disaat pembicaraan ringan saya lakukan untuk menampung permasalahan dilapangan turnamen tenis nasional maupun internasional.
Kita tahu kalau dalam olahraga selalu didengung-dengungkan soal " sportivitas ". Wajib hukumnya bagi atlet mengenalnya, tetapi menurut saya seharusnya bukan atlet saja yang mengenal hal ini tetapi orangtua maupun pelatih juga harus memberikan contoh masalah sportivitas ini.

Karena belakangan ini turnamen tenis sudah mulai diperkenalkan tanpa wasit, dimana dalam perjalanan ini banyak hal hal yang diluar dugaan bisa menimbulkan ketidak puasan orangtua maupun pelatih. Selaku organizer, saya hanya bisa menampung melihat kejadian kejadian tersebut.
Diberikan contoh dengan diberlakukannya pertandingan tanpa wasit, justru memberikan peluang bagi orangtua dan pelatih yang mengajarkan atletnya tidak sportif.

Mulailah dari masalah keabsahan umur atlet yang belakangan ini mulai mereda setelah saya aktip umumkan siapa siapa saja atlet yang kedapatan memalsukan usia. Tetapi bukan berarti sekarang sudah tidak ada lagi. Hanya karena saya tidak konsentrasi lagi masalah keabsahan tersebut sehingg belum terdeteksi. Tapi sayapun ingat akan"sepandai pandainya tupai melompat, pati akan jatuh juga."

Begitu juga masalah bola out dan in. Indikasi selama ini diajarkan kepada atlet jika ragu ragu melihat jatuhnya bola, langsung saja angkat tangan dan katakan bola out. Ini terjadi, dan sayapun pernah mengalami ketika menangani Persami. Kebetulan saya dipinggir lapangan melihat langsung dan ada atlet dimana bola tersebut belum jatuh dia sudah angkat tangan dan berteriak out. Tapi ketika melihat saya didepannya langsung diapun meng-over rule sendiri kesalahan ini.

Mengatasi hal ini saya ada solusinya dengan mulai menatar wasit wasit yang bertugas di turnamen tanpa wasit karena fungsinya sebagai pengawas pertandingan tersebut (Roving umpires), karena tidak semua menyelami pekerjaaan tersebut. Hal ini bisa dilihat dimana saat bertugas ada yang bergerombol saling ngobrol sesama wasitnya tanpa konsentrasi ke lapangan yang sedang bertanding. Saya sendiri disetiap pertandingan sering berputar putar melihat kondisi dilapangan sehingga bisa mengetahui masalah ini.
Oleh karena itu saya hanya bisa menghimbau kepada pelaku pelaku dilapangan untuk bersama sama memperbaiki kekurangan kekurangan yang terjadi dilapangan dengan tujuan bukan untuk menjatuhkan sesamanya. Karena memang masih ada saja oknum yang melakukannya.

Senin, 07 Desember 2009

Mati Satu tumbuh Seribu


Jakarta,7 Desember 2009. Disela sela meningkatkan turnamen tenis di Indonesia, tanpa diduga mulai kehilangan turnamen internasional. Hal ini akan terjadi di tahun 2010. Kenapa bisa terjadi, tentunya timbul tanda tanya besar dan bahkan akan menjadi polemik ditimbulkan bagi masyarakat awam.

Asia Tennis Federation (ATF) maupun ITF sudah sepakat kalau turnamen ITF 14 U Asian Chmapionship 2010 dipindahkan dari Jakarta ke China, karena sudah beberapa tahun terakhir Indonesia sudah menjadi tuan rumah. Selama ini turnamen ini dikenal dengan Jubilee School 14 U Asian Championship Group 1 Asia Oceania. Dalam hal ini kita tidak bisa memaksakan kehendak kita karena disatu sisi turnamen tesebut bukan milik Pelti tetapi ITF dan ATF. Jadi keputusan mereka memindahkan ke China harus bisa diterima akal sehat. Ada keinginan pemerataan turnamen sangat diperlukan sekali.

Biasanya untuk bisa ikut serta di turnamen tersebut Pelti selenggarakan seleksi nasional KU 14 tahun di bulan Januari. Dengan tidak diselenggarakan lagi maka diputuskan seleknas 14 tahun diundurkan . Seleknas ini akan digunakan sebagai seleksi atlet 14 tahun mengikuti event World junior Tennis di China.
Hari ini saya terima telpon dari rekan , Christian Budiman yang menyampaikan keinginan salah satu orangtua petenis yunior agar seleknas tersebut tetap dijalankan dengan alasan kalau ada beberapa petenis masih berusia 14 tahun tetapi tidak punya PNP 14 tahun dengan alasan lebih banyak ikut KU 16 tahun dipakai sebagai alasan pemilihan pemain ikut ke ITF 14 U Asian Champs di China. Dalam hal ini oleh Pelti diberi kebebasan bagi atlet ang akan mengikuti ITF 14 U asian Champs di China dengan beaya sendiri. Dasarnya adalah PNP 14 tahun. Prioritas kepada PNP tertinggi yang ingin ikut. Ini yang diprotesnya. Dengan asumsi Pelti wajib lakukan Seleknas.
Ini yang perlu diluruskan sekali. saya sendiri mengatakan kalau keputusan Pelti selalu berdasarkan hasil rapat yang waktu itu dihadir lengkap dengan Ketua Umum, Sekjen, wakil Sekjen, Ketua Bidang Pembinaan Yunior,Pertandingan,Pembinaan Senior dan wakil nya ,serta Wakil Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Daerah. Saya sendiri menyampaikan kepada Christian kalau setiap keputusan rapat jika ingin merubahnya maka harus berdasarkan keputusan rapat juga.
Adanya keinginan pihak luar selenggarakan Seleknas itu hak mereka, tetapi keputusan pengiriman atlet tetap berdasarkan PNP yang berlaku saat pengiriman (artinya PNP 2010), sehingga jika ada hasil yang berbeda maka keputusan Pelti tetap yang tertinggi. Menerima hasil atau menolaknya juga harus menjadi realita.

Tetapi ada satu event lagi yang berada dalam keadaan kritis, yaitu ITF Junior grade 2 yang sudah berusia kurang lebih 20 tahun. Mayoritas petenis top Indonesia dalan jenjang yunir pernah mengikutinya. Mungkin pernah mendengar Astra Internasional junior Champs kemudian menjadi PN Gas International, kemudian menjadi Salonpas International. Pergantian judul berdasarkan pergantian sponsor. Sudah berjalan 2 tahun turnamen ini berjalan tanpa sponsor. Yang menjadi kurang bergairahnya tuan rumah selenggarakan turnamen ITF Gr 2 ini karena tidak diimbangi oleh prestasi petenis yunior. Bisa dibayangkan petenis tuan rumah tidak menjadi juara di turnamen sejenis grade 4 yang jauh lebih rendan di bulan November lalu tidak ada satupun petenis tuan rumah masuk final tunggal putra maupun putri.
Upaya menyelamatkan sudah saya lakukan dengan restu Johannes Susanto, menawarkan kerekan rekan yang peduli di Surabaya. respons ada tetapi kepastian secara tertulis masih ditunggu. Mudah mudahan ada pihak lain yang peduli mau menolongnya. Butuh beaya tidak lebih dari Rp. 250 -300 juta karena menanggung akomodasi peserta dan pelatih yang merupakan beban besar.
"Mati satu tumbuh seribu" begitulah hiburan bagi saya melihat situasi kedepan. Berguguran turnamen internasional yang juga ada kecendrungan hilang di Women circuit 2010 di Kalimantan karena belum ada tanggapan serius dari keiga kota di Bumi Ethan ini.
Ada harapan dengan keinginan Glen Sugita dari Sportama agar seluruh ( 5 ) turnamen Sportama dengan Label Garuda Indonesia Tennis Series dijadikan turnamen internasional tetapi asih belum mulus karena pihak internal masih menghendaki berbeda. Saya sendiri tidak mau ikut campur masalah internal mereka.
Dalam hal ini saya berobsesi tetap mengorbitkan turnamen skala nasional diluar Jakarta, agar pertenisan kita tidak hanya terfokus di Jakarta saja.

Upaya bangkitkan Cirebon dan Medan

Jakarta, 7 Desember 2009. Setelah menjalani perjalanan darat dari Jakarta ke Cirebon dan sebaliknya cukup memeras tenaga dan pikiran, saya mulai timbul semangat agar keinginan adanya turnamen nasional diluar Jakarta tetap masih tinggi. Mengingat tujuannya ke Cirebon dalam rangka meningkatkan pertenisan kota Cirebon yang sudah lama menghilang dari percaturan tenis nasional, maka kelelahan fisik bisa diatasi dengan bergembira. Begitu pula menimati makanan khas dari Cirebon dalam bentuk nasi jamblang dan swekenya.

Cirebon harus bangkit seperti halnya dengan kota Medan yang bersamaan waktunya akan selenggarakan turnamen nasional yunior, tepatnya tangal 18-20 Desember 2009. Karena upaya saya dari tahun 1990 dan seterusnya bisa membuahkan hasil terselenggarakannya Turnamen nasional, maka saya berkeinginan pula upaya yang lalu tetap berjalan terus bukan terhenti seperti sekrang.
Tepat waktunya saya sendiri tidak ingat betul karena harus membuka file lama. Diperirakan tahun 1990-1991 ada Turnamen BCA Open di Medan dan juga Cirebon Open yang keduanya untuk kelompok umum. Setelah itu kedua kota ini melempem kecuali Medan. Berkat hasil promosi saya ke teman teman diluar Pelti, maka ketemulah dengan salah satu orangtua petenis yunior , M.Batubara yang saat itu salah satu Pengurus PBVSI Sumatra Utara. Berkat uluran tangan Batubara maka sempat terealiser TDP Nas Yunior Medan Open ( antara th 2000-2004) tetapi hanya sekali saja pelaksanaannya Sejak awal sewaktu menyempatkan hadir, saya sudah memprediksikan kalau turnamen ini tak akan berlanjut.

Telah berhasil menemukan rekan rekan dikedua kota tersebut akan lebih memperlancar jalannya ke realisasikan program tersebut. Di Cirebon berhasil ketemu dengan Fredderik Suhadi yang saya baru kenal sewaktu selenggarakan Persami Piala FR di Cirebon, tetapi seperti sudah lama kenal. Begitu pula di Medan berhasil ketemu kawan lama yang pernah menghasilkan TDP Yunior di Tanjung Balai, Ir. Mamora Sirait yang kemarin baru dilantik jadi ketua Pengkot Pelti Medan.
Disamping itu pula keinginan saya agar di Mataram Lombok juga ada TDP, maka ada jalan sehingga diperkirakan tanggal 1-3 Januari 2010 bisa terealiser keinginan adanya TDP di Lombok. Kenapa dipilih Lombok ? Karena saya punya obsesi agar disetiap kota yang pernah saya tinggal lama harus sudah ada turnamen yang saya rintis.
Mulai dari kota kelahiran Makassar, kota sekolah rakyat (SD) di Singaraja Bali, SMP di Mataram, SMA di Bogor dan Mahasiswa di Surabaya dan Manado. Dari kota kota tersebut yang belum terealiser adalah Mataram dan Bogor. Bahkan makassar dan manado sudah sampai turnamen internasional.

Dari beberapa daerahpun muncul keinginan turun tangannya saya agar dikota kota tersebut bisa terealiser suatu turnamen nasional. Seperti datang dari Ambon Maluku, Pangkalan Boen Kalteng, Buntok Kalteng, Sampit Kalteng, Banjarmasin Kalsel, Palu dll. Tetapi semua keingian tersebut masih saya tampung dulu karena jik keinginan datang dari mereka seharusnya mereka juga memperlihatkan sampai dimana keseriusan atas keinginan trsebut. Bukan dengan melemparkan semua kepada saya agar memikirkannya.
Tetapi disela sela keinginan tersebut sempat pula saya menerima pesan singkat SMS, agar saya lebih konsentrasi ke administrasi Peli saja, tidak turun langsung ke turnamen. Ini lain lagi .
Semua keinginan ini tentunya harus mendapatkan retu dari Tuhan. Karena sebagai orang percaya, tanpa uluran tangan Tuhan kita tidak bisa berbuat apa apa. Amin

Minggu, 06 Desember 2009

Tingkat Kesulitan Selenggarakan Turnamen Yunior (LANJUTAN)


Jakarta, 6 Desember 2009. Marilah kita sama sama memperbaiki kinerja didalam pelaksanaan suatu turnamen nasional khususnya yunior.Karena pelaksanaan turnamen yunior rawan protes dari orangtua/pelatih. Saya menyadari sekarang saatnya jumlah peserta tidak seperti beberapa puluh tahun silam. Bisa dibayangkan jumlah peserta terbanyak didapat oleh Peserta Piala Thamrin (1.600 peserta) di Jakarta yang hanya dikenal sebagai turnamen nasional . Beda dengan sekarang sudah jadi internasional tetapi pesertanya jauh sekitar maksimum 600 peserta dan akhir akhir ini turu drastis ke sekitar 300.
Pemilihan waktu disaat liburan sekolah, masih kurangnya turnamen nasional yunior ( baru ada Piala Thamrin, Piala Siliwangi, Piala FIKS, Piala Tugu Muda, Piala Gajayana Malang sebagai penyebabnya membludak peserta waktu itu.
Sekarang jangan harapkan lagi bisa seperti dulu, apakah jumlah popuasi tenis yunior berkurang ? Menurut saya tidak juga. Tetapi karena turnamn nasional sudah lebih banyak dan juga liburan sekolah tidak berbarengan lagi seperi dulu.

Saya mencoba melihat kinerja petugas pertandingan yang dikenal sebagai REFEREE, karena banyak kekurangannya yang harus diperbaiki. Induk organisasi Pelti menyadari akan kebutuhan Referee tersebut sehingga diberi prioritas pertama kepada Wasit internasional yang dimiliki Pelti yang tercatat Slamet Widodo, Achyar Matra, Eka Rahmat, Riyat A, Dewi Fortuna, Zaenuddin, Petrus Widhianto, Herta , Gandes, Sonny Irawan, Wariman, Dedy Adhi Nugroho, Muh Maimun Masri Z dan Mustafa M yang tidak aktip sebagai wasit lagi.
Disamping mereka ini ada lagi wasit nasional yang sudah menjalankan profesi Referee TDP Nasional seperti Sukardi (Kumis), Irianto Rompas, Eka Supriyatna, Parjan. Sebenarnya ada satu lagi yang sudah dicoba sebagai Referee yaitu Firdaus tetapi karena tidak aktip sebagai wasit nasional maka kesempatan ini tidak dimanfaatkan.

Saya melihat ketidak puasan dari kerja masing masing Referee ini. Saya memaklumi sekali mereka itu otodidak alias belajar sendiri menjadi Referee. Sedangkan Pelti tidak memberikan pengarahan, karena petugas yang bertanggung jawab juga belajar sendiri. Ini yang harus diperbaiki kedepan.
Dari pengamatan saya selama ini, ada kemajuan di rekan rekan wasit ini yaitu sudah mengenal KOMPUTER atau LAPTOP, sehingga memudahkan kerja mereka. Tetapi belum semua rekan ini mempunyai atau mengenal akan komputer tersebut. Saya sendiri merasakan manfaat penggunaan omputer didalam menjalankan turnamen.
Ada yang saya perhatikan belum bisa kerja sendiri sehingga konsentrasinya sering terganggu dilapangan. Ada yang mau belajar dan ada yang tidak peduli.
Sebenarnya ITF sudah membuat sistem yang membantu kerja Referee tetapi belum sepenuhnya dijalankan rekan rekan ini. Penunjang kerja Referee sudah ada, tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana menghadap pertanyaan pertanyaan dan bisa menjawab dengan bijaksana. Saya teringat hal seperti ini juga terjadi di Rumah sakit. Bagi perawat ataupun dokter keluhan dari pasien itu sudah biasa dan bisa dianggap bukan hal yang urgent. Karena sudah biasa sehingga kurang memberikan atensi untuk memperbaiki pelayanannya dengan akibat ketidak puasan saja .

Nah, saya hanya bisa menghimbau atas kinerja Referee ini segera diperbaiki, karena sampai saat ini saya masih terima keluhan dari pelaksana TDP sehingga menganjurkan agar Referee tertentu tidak ditugaskan ke TDP tersebut. Yang rutin setiap pelaksanaan TDP Nasional Yunior, keluhan datang dari orangtua petenis yang juga belum tentu kebenarannya karena orangtua lebih memikirkan kepentingan putranya sendiri dibandingkan Referee untuk kepentingan seluruh peserta, sponsor, penonton tersebut.
Masalah ketidak puasan penyelenggara sehingga bisa merekomendasikan agar Referee tersebut tidak bertugas di TDP tersebut. Kalau beberapa puluh tahun lalu sudah pernah saya menerima masukan seperti ini.

Untuk sementara, ada Referee yang lebih mementingkan haknya dibandingkan kewajibannya. Dari cara kerja selama ini saya sudah mulai mengantongi beberapa nama yang belum layak dan perlu dididik kembali sebagai Referee. Saya pernah 5 tahun silam menerima email dari salah satu rekan wasit internasional yang minta perhatian PP Pelti agar haknya yang lebih layak, dan saya apresiasi sekali pertanyaan tersebut dan saya hanya beritahukan kalau Pelti berani bayar seperti wasit asing asalkan kerjanya juga sama seperti wasit asing.
Saya pernah iseng check on the spot, di Bandung. waktu itu Sabtu dimana dalam factsheenya dikatakan jadwal sign-in dibuka pukul 16.00-18.00.
Saya tiba lebih awal, ternyata Refereenya tidak terlihat di tempat. Referee wajib hadir minimal sejam dan selama waktu sign-in, dan tidak keluar tempat tersebut apalagi urusan keluarga ?. Tapi ada juga selama turnamen Referee tidak ditempat, entah kemana dan lucunya Direktur Turnamen tidak tahu keberadaaanya.
Ketika saya tanyakan ke petugas pertandingan (tournament desk) mendapat jawaban Referee tsb(dari luar kota) sudah datang dari pagi ( ? ) tapi ada urusan keluarga keluar sebentar. Saya menilai jawaban ini tidak jujur, karena rekan rekannya ini mau menutupi kesalahan tersebut. Jika saya bandingkan dengan Referee asing. Tiba paling lambat pada hari dan beberapa jam sebelum sign-in dan biasanya sehari sebelumnya. Apa yang mereka lakukan ? Apakah pergi shopping atau jalan jalan dulu mengitar kota. Tidak. Bahkan ada yang langsung ke lapangan melihat kondisi lapangan, walaupun sudah sering datang ke lapangan tersebut. Ini tugas rutin sebelum turnamen.
Referee yang persiapkan segala kebutuhan sign-in bukan petugas meja dari panitia, semua bahan sudah ada ditangan Referee sehingga bisa langsung laksanakan persiapan sign-in, bukan sebaliknya. Ini lebih ke kerja gotong royong sehingga wajar saja honornya juga gotong royong.
"Bagaimana mau memberikan haknya yang layak kalau tidak diimbangi dengan kerjanya yang prima."

Tingkat Kesulitan Selenggarakan Turnamen yunior cukup besar

Jakarta, 6 Desember 2009. Banyak masukan selama ini datang dari orangtua petenis. Masukan berupa keluhan terhadap pelaksana Turnamen yunior. Beberapa hari lalu saya masih terima keluhan dari orangtua yang kecewa dengan salah satu turnamen nasional di Bandung yang diselengarakan di tahun 2008. Saya menyadari sekali tidak mudah selenggarakan turnamen yunior. Banyak campur tangan orangtua didalam pelaksanaannya akibat ketidak puasannya terhadap pelaksanaan turnamen. tetapi ada yang betul betul dengan tujuan yang konstruktip, tetapi ada juga yang punya tujuan lain.

Saya melihat tingkat kesulitan pelaksanaan turnamen yunior lebih besar dibandingkan dengan turnamen kelompok umum atau senior. Kenapa demikian, karena kelomp yunior itu mempetandingkan banyak event, selain tunggal dan ganda juga ada kelompok umur 10 tahun, 12 tahun, 14 tahun dan 16 tahun. Bahkan ada juga yang selenggarakan kelompok umur 18 tahun. Kalau kelompok umum atau diatas 18 tahun, maka yang dipertandingkan hanya tunggal dan ganda putra dan putri, berarti maksmal 4 event saja.
Nah kalah yunior ada 16 event. Berapa lapangan yang digunakan ? Ini awal dari keluhan tersebut jika tanpa perencanaan yang rapi sekalipun. Ini tugas dari Direktur Turnamen untuk merencanakan seluruh pertandingan dan akan dikordinasikan dan dijalankan oleh petugas Referee berdasarkan kebutuhan lapangan pertandingan.

Yang harus dipikirkan adalah jumlah peserta. Sebagai pelaksana ada kebanggaan jika pesertanya membludak, tetapi lupa akan tugas perencanaan yang lebih rapi sehingga memuaskan peserta. Saya teringat akan tugas penyelenggara adalah memikirkan kepentingan pemain, kepentingan sponsor dan kepentingan penonton.
Makin banyak peserta maka harus dipikirkan yang pertama kepentingan peserta. Pengaturan jadwal, lapangan dan segala kebutuhan yang mengacu kepada kemudahan peserta mencapai pertandingannya sendiri.
Saya teringat sewaktu pertama kali selengarakan turnamen Thamrin Cup (lupa waktu yg tepat antara th 1994-1996) di Pusat Tenis Kemayoran. Menyadari hal2 seperti diatas, masalah lapangan bukan masalah karena dalam satu lokasi ada 20 (dua puluh) lapangan tenis. Kemudian masalah petugas pertandingan yaitu REFEREE maupun tenaga WASIT, sayapun membagi menjadi KU 10 dan 12 th memiliki 1 (satu) Referee, KU 14 dan 16 th memiliki 1 (sat) Referee, dan lapangan pu dibagi sehingga setiap referee leluasa menggunakan lapangan sesuai dengan jadwalnya dan jumlah pesertanya. Tetapi ini tentunya sangat high cost, sehingga saat ini digunakan 1 (satu) Referee dan satu tambahan asisten Referee dimana tanggung jawab sepenuhnya ditangan Referee. Ini juga masih memberatkan penyelenggara. Tetapi menurut saya high cost bukan terletak disisi tenaga pelaksana turnamen seperti Referee tetapi kalau disadari banyak cost timbul karena hal hal diluar pertandingan seperti tenaga Panpel. Mengenai tenaga panpel, saya pernah terima keluhan dari salah satu rekan diluar Jakarta, kalau selama ini rekan2nya ingin dilibatkan dalam kepanitian tetapi do nothing. Sehingga rekan saya itu sangat senang kalau saya datang ikut didalam pelaksanaan sehingga bisa lebih tenang atau relax.
Keberadaan sponsor seharusnya dipikirkan kepentingan sponsor seperti keberhasilan pelaksanaan dimana kepuasan peserta dinomer satukan dulu bukan kepentingan panitia.

Saya pertama kali memegang tanggung jawab turnamen di PB Pelti selaku Manager Program Pertandingan (1989-191). melihat turnamen nasional yunior diuar Jakarta sepeti di Malang ( 2 lokasi), Bandung ( 3-4 lokasi), Semarang ( 6-7 lokasi), Solo ( 1-3 lokasi ), saat itu sudah ingin tidak merekomendasikan turnamen di Semarang karena ada 6-7 lokasi. Saya sendiri waktu itu mengiring 2 anak sendiri dengan membawa kendaraan sendiri alami kesulitan dengan pengaturan lokasi tersebut. Tetapi disaat itu sementara saya abaikan dulu masalah KUALITAS, karena maih mengejar KUANTITAS.
Saya sebenarnya ingin membuka mata pelaksana turnamen bukannya mau mengritik saja tetapi marilah sama sama mengatasi tingkat kesulitannya. Karena jika duduk didalam pelaksana maka sulit melihat kekuragannya. Hanya bisa dilakukan jika duduk diluar.
Jika gunakan satu lokasi seperti di Jakarta, Lap Gelora Bung Karno ( 12 lap gravel, 8 lap keras), Pusat Tenis kemayoran ( 10 lap outdoor, 10 lap indor), lap tenis Hotel Sultan ( 13 lap outdoor), maka tingkat kesulitannya paling rendah. Makin banya lokasi maka tingkat kesulitannya makin tinggi. Sehingga dibutuhkan perencanaan yang lebih matang. Tidak semua pelaksana turnamen yang sudah berpengalaman menyadari hal seperti ini. Buktinya setiap tahun selalu ada saja keluhan yang sama dan tidak ada perubahannya.
Saya sendiri pernah terjun pertama kali di TDP Internasional Oneject Indonesia di Bandung, yang menggantikan posisi sponsor Piala siliwangi. Bisa dibayangkan lapangannya yang biasa digunakan adalah lap Taman Maluku ( 4 lap) dan Siliwangi ( 4 outdoor, 4 indoor) tidak bia digunakan karena digunakan POR Angkatan Darat. Akhirnya dipilihlah lokasi lapangan UPI ( 6 lap), Setiabudi ( 4 lap ) dan cadangan Eldorado. Ini dikonsentrasikan untuk KU 18 tahun, 16 tahun dan 14 tahun. Jadi 3 lokasi yang terletak dalam satu jalan panjang ke arah Lembang bukan masalah bagi pemain,. Tetapi saat itu saya mengusulkan diadakan juga KU 10 tahun dan 12 tahun. Sehingga saya usul digunakan di Lap Caringin ( 6 lap outdoor) yang letaknya jauh bagi peserta termasuk warga BANDUNG sendiri. Terbaginya jadi 4 lokasi juga kesulitannya tetap ada. Tetapi masih lebih baik dibandingkan jika gunakan sampai 7-10 lokasi seperti dalam promosi turnamen di Bandung diakhir tahun ini. Apakah sudah dipikirkan tingkat kesulitannya ? Bagaimana mengatur dan koordinasi, komunikasi antar lapangan dll.
Saya mengajak agar bersama sama memikirkan cara terbaik sehingga tidak menyusahkan peserta, karena turnamen belum dimulai tetapi keluhan sudah muncul kepada saya sendiri dalam seminggu ini.(BERSAMBUNG)

Kamis, 03 Desember 2009

Pendaftaran Turnamen

Jakarta, 4 Desember 2009 Suatu kebiasaan yang buruk selama ini sering terjadi di turnamen tenis, yaitu lambatnya akan pendaftaran dilakukan oleh petenis kita. Last minute, baru sibuk daftarkan turnamen kepenyelenggara. Tetapi hal ini tidak bisa diterima jika turnamen internasional. Namanya pendaftaran sudah ditutup, maka tidak ada penerimaan baru, semua masuk dalam daftar tunggu.

Saya sendiri mencoba mendidik agar merubah kebiasaan tersebut agar kedepan sudah tidak canggung lagi. Caranya aturan baku diterapkan sepenuhnya. Waktu penutupan harus dijalankan benar, jangan biasakan ditunggu sampai sehari turnamen dimainkan. International Tennis Federation (ITF) sudah merubah pola pendaftaran dengan cara mendaftar langsung oleh masing masing peserta melalui internet. Nah, disini baru akan terasa, tidak ada tawar menawar lagi dalam pendaftaran.

Selama tahun 2009, saya coba menyelenggarakan turnamen lainnya bukan kelas Persami yang sudah mencapai lebih dari 300 turnamen saya selenggarakan.Tapi konsep saya dalam bentuk turnamen nasional RemajaTenis. Akibat minimnya peserta maka turnamen bisa saja saya batalkan. Karena sangat tidak layak diselenggarakan. Sudah 2 kali saya batalkan dan 1 kali saya undurkan. Seperti RemajaPiala Sumpah Pemuda yang awalnya direncanakan bulan Nopember 2009 tetapi diundur ke 11-13 desember 2009. Batas waktu pendaftaran 10 hari minimal 7 hari, berarti tanggal 4 Desember 2009 penutupan .
Nasibnya sangat menyedihkan yaitu baru terdaftar 26 peserta dari KU 10 th , 12 th dan 14 tahun baik putra dan putri. Paling tinggi jumlah peserta di KU10 tahun putra yaitu 6 peserta, berarti yang lainnya dibawah angka 6. Lebih sedih di KU 14 putra hanya 4. Mana mungkin mau diselenggarakan untuk kelas TDP, berbeda dengan Persami, tentunya bisa saja saya jalankan.
Pernah pula RemajaTenis di Pekanbaru bulan Oktober lalu, ternyata hanya 5 peserta yang daftar, sedangkan rekan saya di Pekanbaru katakan ada 30 peserta dari Pekanbaru, tetapi rekan saya itu tidak bisa memberikan namanya. Nasibya sama, dibatalkan saja.

Sekarang saya sedang persiapkan RemajaTenis di kota Medan, Cirebon dan Mataram. Persiapan di Medan lebih baik dan waktu penutupannya tanggal 10 Desember 2009 sudah mulai ada yang mendaftarkannya. Begitu pula Cirebon. Semoga keduanya bisa berjalan lancar karena kedua kota ini baru sekarang ada TDP lagi setelah lebih dari 20 tahun kosong.

Pelti setuju ada Pembatasan Umur di PON XVIII th 2012

Jakarta,3 Desember 2009. Hari ini ada kesibukan cukup penting dengan menggelar rapat antar bidang PP Pelti di Apartemen Ascott ( belakang Hotel Indonesia ), yang dihadiri juga Ketua Umum , Sekjen, Ketua Bidang Pembinaan Senior, Ketua Bidang Pembinaan Yunior dan wakilnya, Ketua Bidang Pertandingan, Wakl Ketua Bidang Pengembangan dan Wakil Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Daerag\h dan wakil Bendahara.
Cukup menarik dan penting sekali, karena membicarakan soal permintaan KONI Pusat tentang pembatasan umur peserta PON XVIII 2012 di Riau mendatang.
Ada yang menghendaki agar dibebaskan saja sehingga seperti PON sebelumnya, tetapi ada juga yang menghendaki ada pembatasan umur. Perbedaan pendapat seperti ini cukup seru sewaktu menunggu waktu ke Ascott Apartemen ,terjadi perdebatan di sekretariat Pelti. Hadir pula rekan dari Balikpapan Susan Soebakti dan perdebatan antara Christian Budiman,Hudani Fajri dan saya ikut pula bersama sama membicarakan masalah permintaan KONI agar ada pembatasan umur.
Saya langsung katakan ini ada 3 bidang yaitu bidang pertandingan (Susan S), Pembinaan Yunior (Christian B) dan Pembinaan Prestasi Daerah (Hudani). Jadi saya ingin mendengar pandangan masing masing person yang mewakili bidang tersebut.

Ada yang mengatakan tidak perlu ada pembatasan umur, biarkan saja atlet itu bersaing dalam meningkatkan prestasi. Tapi saya ingatkan kembali kalau hal ini sama seperti yang terjadi sekarang. Marak dengan jual beli atlet. "Bayangkan atlet Asian Games ikut SEA Games, kemudian ikut PON dan juga ikut PORDA." Kemudian sayapun mengingatkan kalau sistem ini dipertahankan maka pembinaan tidak jalan. " Apakah itu salah atlet mau ikut semuanya ? " , begitulah tanggapan dari rekan sendiri. " Itu tidak salah, karena hak atlet.Bukan begitu pembinaan, sudah harus ada lapis atlet. Kita harus pikirkan juga pembinaan ini bukan hanya untuk 5 tahun mendatang tetapi untuk lebih kedepan. Maka akan banyak atlet daerah muncul."
Susan sendiri sempat bingung mendengar perdebatan masing masing pihak tidak mau mengalah. " Ini memang perdebatan hanya didalam ruang ini saja, tidak sampai keluar. Keluar kita tetap satu." ujar Christian Budiman.

Saya langsung katakan dari sisi pertandingan tentunya akan berpikir tetap saja dengan sistem terbuka seperti sekarang dengan alasan mutu PON tetap tinggi. Sayapun mengingatkan kenapa sampai terjadi jual beli atlet, sedangkan Christian, Susan dan saya sendiri sewaktu ikuti PON , atletnya murni dari daerah sendiri.
Itu karena permintaan dari komite pertandingan saat itu ( era 1986-1990). Karena atlet daerah mayoritas belum punya peringkat nasional maka yang hadir dengan peringkat terbaik hanya atlet di Jawa. "PON kalah kualitas dengan TDP ." begitulah komentar saya waktu itu. Sehingga oleh Pelti sendiri dianjurkan atlet nasional ini disebarkan kedaerah daerah. Ini awalnya.

Dalam rapat ternyata cukup hangat , karena masing masing punya pendapat yang bisa berbeda, tetapi untungnya semua bisa menerima dan menyadari bahwa pembinaan kedepan lebih penting sehingga disepakatai PON XVIII ada pembatasan umur maksimal..... tahun (maaf belum bisa saya buka, tunggu surat Pelti ke KONI tgl 15 Desember mendatang).

Lampu Tidak Memadai ?

Jakarta,3 Desember 2009. Berdasarkan kasus yang dilaporkan ke PP Pelti oleh orangtua peserta, cukup menarik perlu diangkat dalam pembicaraan hari ini sehingga semua pihak bisa mengetahui permasalahan sebenarnya.
Kasusnya adalah pertandingan sedang berlangsung dengan menggunakan lampu. Ternyata lampunya kurang terang sehingga petenisnya mundur.

Saya mau menyampaikan apa saja yang sudah dan harus dilakukan jika disuatu turnamen ternyata lampu lapangan tidak layak digunakan. Walaupun oleh Referee dipaksakan untuk bertanding sedangkan penerangan tidak memadai, maka atlet berhak menolak bertanding setelah mencobanya dulu, bukan dengan cara langsung mengundurkan diri begitu saja.

Dan seharusnya Referee juga mengetahui persyaratan sebenarnya sehingga bisa menerima permintaan atletnya. Kalau saya melihat kasus di Surabaya ini penyelenggara terbentur dengan masalah kurangnya lapangan maupun turunnya hujan sehingga pertandingan dilanjutkan dimalam hari sedangkan penerangan yang dimilikinya sangat minim.

Saya melihat seluruh turnamen nasional yunior itu sangat sulit pelaksanaannya karena terbentur dengan sarana yang dimilikinya. Minimnya lapangan dalam satu lokasi sedangkan jenis pertandingannya tetap banyak. Coba kita teliti jumlah lapangan yang miliki. Bandung ada lapangan Taman maluku ( 4 lap), Siliwangi ( 4 inddor dan 4 outdoor) lap Caringin ( 6 lap outdoor), Surabaya Brawijaya( 8 lap), Medan Kb Bunga( 10 lap), Balikpapan (8 lap), Samarinda (7 lap). Hanya Jakarta yang memiliki 10-20 lapangan dalam satu lokasi seperti Gelora Bung Karno dan Kemayoran.
Akibatnya , penyelenggara harus menggunakan 2-4 bahkan 6 lokasi yang berbeda dan ada kemungkinan jarak antar lokasi cukup jauh juga. Ini masalahnya. Dan kelihatan tidak ada upaya untuk meminimalkan lokasi dengan memanfaatkan sistem kerjanya, tetapi suka melupakan tingkat kesulitan peserta makin tinggi.

"Bisakah Atlet Minta Jadwalnya Diundur ?

Jakarta, 2 Desember 2009. Disetiap event ada saja kejadian kejadian yang langka akibat perencanaan kurang matang. Dalam hal ini bukan perencanaan dari penyelenggara tetapi bagi pemain sendiri.
Setiap atlet tentunya sudah punya rencana dalam kegiatan pembinaannya, baik latihan maupun turnamen yang akan diikutinya.

Ada pertanyaan hari ini datang dari pelatih kepada saya karena melihat ada kejadian nyata dilapangan. Sebut saja si A, dia ikut kegiatan beregu dan perorangan , karena ini kegiatan multi event. Yang dimaksud multi event seperti POPNAS, POMNAS, PON ,SEA GAMES , ASIAN GAMES .
Pertanyaannya, "Bisakah si atlet minta pertandingannya ditunda, karena di beregu dia sudah bertanding dua kali dalam sehari dan perorangan yang dijadwalkan main dihari yang sama diwaktu sore." Disini disebutkan kalau order of play sudah diumumkan, sehingga permintaannya tidak bisa dikabulkan. Walaupun si A di beregu sudah main dua kali dan akan ditambah perorangan main sekali sehingga tentunya kecapaian , mau minta diundurkan pertandingan perorangannya.
"Apakah ini menyalahi aturan , karena dalam sehari tidak diperkanankan main lebih dari 2 kali ? ". Menurut pendapat pribadi saya, yang salah bukan penyelenggara tetapi pesertanya yang belum rapi mengatur strategi tidak melihat kemampuan atletnya.

Dimulti event, sudah diprogram pertandingan beregu dimainkan lebih awal, dimana sewaktu menjelang final beregu, dimainkan pertandingan perorangan. Kemungkinan diperkirakan si A tidak lolos ke babak selanjutnya sehingga didaftarkan juga main perorangan. Sedangkan jadwal turmanen sudah dipublikasikan sebelum pertandingan mulai. Tetapi bisa saja agak berbeda tergantung hari yang tersedia. Karena kalau pesertanya banyak maka makin panjang waktu penyelenggaraannya. Tetapi sebelumnya ada technical meeting dimana semua peserta sudah tahu aturan mainnya maupun perubahan perubahan yang terjadi. Sehingga bisa diantisipasi.

Rabu, 02 Desember 2009

Main 3 event ???

Jakarta, 2 Desember 2009. Menarik juga pertanyaan yang muncul kepada saya masalah peraturan tenis yang masih banyak pihak belum memahaminya. Sehingga muncul ketidak puasan dari satu orangtua terhadap kinerja petugas pertandingan dalam hal ini Referee. Ketidak puasan bisa saja dipertanyakan dengan baik, tetapi sangat kurang bijak kalau langsung menuding hal hal yang diluar kemampuannya sendiri.
Dimana peranan Referee disuatu turnamen yang harus semua pihak ketahui.

Ada suatu pertanyaan yang berdasarkan kejadian di turnamen. Yaitu boleh kah atlet tenis ikut 3 event ? Karena ada kasus si A, ternyata ikut di KU 18 tahun (Internasional), namanya juga ikut di KU 14 tahun dan 16 tahun. Kok bisa demikian?
Ini turnamen ITF Widjojo Soejono Semen Gresik 2009 di Surabaya. Diadakannya event nasional ( hanya Tunggal KU 16 tahun dan 14 tahun) dengan tujuan agar bisa bertanding (pilih salah satu) KU 16 tahun atau 14 tahun jika dibabak kualifikasi kalah dan masih berusia ( 14 tahun atau 16 tahun) bisa melanjutkan pertandingannya.

Khusus si A ini ternyata namanya ada di KU 18 th, 16 tahun dan 14 tahun , tetapi tidak bertanding di KU 14 tahun. Kenapa bisa terjadi demikian. Ini perlu koordinasi antara Referee (Internasional) dan Assisten Referee yang menangani Nasional.
Sewaktu yang bersangkutan bertanding kualifikasi ternyata sign-in KU 14 tahun dibuka, sedangkan KU 16 tahun hari berikutnya. Ternyata si A ini kalah di final kualifikasi dan sign in KU 16 tahun dibuka. Ternyata si A bisa main dibabak utama sebagai lucky loser.
Saya sendiri melihat si A seharusnya sign-in di salah satu KU ( apakah 14 atau 16 tahun), bukan seperti ini bisa terdaftar di ketiga Kelompok umur tersebut, apalagi no show di KU 14 tahun membuat bagan undian jadi kacau.
Kesimpulan saya atas kejadian ini, koordinasi antara Referee dan Assisten Referee masih belum baik, disatu sisi atlet pun seharusnya juga jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan sehingga melihat ada peluang langsung dimanfaatkan.

Selasa, 01 Desember 2009

Pemerintah Agar Renovasi Lapangan Sanaman Mantikai

Jakarta, 2 Desember 2009. Setelah tiga kali selenggarakan turnamen tenis Persami Piala Ferry Raturandang di Palangka Raya Kalimantan Tengah, justru membuat semangat saya naik agar pertenisan di Kalimantan Tengah bisa meningkat, termasuk semua fasilitas yang dimiliki. Memang sewaktu terakhir di Palangka Raya, sempat berbincang bincang dengan salah satu rekan wartawan setempat, kalau ada wacana Palangka Raya dijadikan Ibukota Negera Republik Indonesia, dimana Jakarta menjadi kota bisnis saja. Menarik juga, karena masih banyak lahan kosong ( tapi dengar dengar udah ada pemiliknya yaitu pejabat ).

Ketertarikan sejak awal sewaktu bertemu dengan salah satu orangtua petenis Palangka Raya di Jakarta, saya diberitahukan kalau di Palangka Raya ada 6 lapangan tenis di satu lokasi. Waktu itu tahun 2008, saya sama sekali belum pernah menginjak Kalimantan Tengah. "Ini modal bagus untuk buat turnamen. Saya bangga karena di Kalimantan hanya Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki sarana lapangan tenis lebih dari 6 yaitu di Samarinda ( 7 lap) dan Balikpapan ( 8) sedangkan Tarakan ( 5 indoor ) dan Tanjung Selor ( 5 indoor ). Kalimantan Selatan di Banjarmasin hanya 4 , Kalimantan Barat di Pontianak ada 5 lapangan. Jadi, setelah Balikpapan dan Samarinda maka Palangka Raya . Ada 1 lapangan didepan lapangan Sanaman Mantikai Palangka Raya milik Diknas yang terbelangkai dan tidak kelihatan tiang apalagi net-nya. Jadi kalau bisa dimanfaatkan maka ada 7 lapangan. Mengenai ukuran lapangan sangat memadai untuk suatu turnamen internasional sekalipun, apalagi nasional. Akhirnya tanggal 2 Januari 2009 sayapun mendarat pertama kali di lapangan udara Cilik Riwut Palangka Raya.

Tidaklah heran tidak ada perhatian dari Pemda terhadap lapangannya sendiri. Hal ini tidak bisa disalahkan, karena seharusnya masyarakat tenis melalui Pelti setempat harus mempunyai program kegiatan. Tanpa kegiatan tentunya mubazir direnovasi. Dan kenyataan dimana mana lebih banyak yang main tenis justru istilah didaerah " Bapak Bapak " saja seperti sewaktu saya masih belajar tenis ( 50 tahunan lalu) , sedangkan yunior terabaikan, jalan sendiri sendiri. Tapi saya lihat di Palangka Raya, ada perhatian terhadap yunior dengan diberikan 2 lapangan yang kondisinya lebih baik dari 4 lapangan lainnya. Yunior diberi prioritas utama. Jarang terjadi demikian.
Sewaktu pertama dan kedua kalinya saya ke Palangka Raya untuk Piala FR-61 dan Piala FR-68, saya sempat mendengar ada rencana renovasi di tahun 2010. Lapangan tersebut punya club house yang isinya kosong dan lebih cenderung bisa rusak berat kalau dibiarkan saja. Lapangan ada tribun dan satu lapangan ada lampunya.

Sayapun menyadari kalau Undang Undang No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragan Nasional dicantumkan dalam Bab XI Pasal 57 ( 2) yang menyatakan " Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan prasarana olahraga sesuai dengan standar dan kebutuhan Pemerintah dan pemerintah daerah." Sehingga sebagai Warga Negara tentunya punya hak meminta ke Pemerintah agarlapangan tenis Sanaman Mantikai juga diperhatikan, walaupun ada kemungkinan tidak dipenuhi. "Namanya usahe "
Sehingga timbul idea untuk melaporkan keadaan ini kepada Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI Andy Malarangeng, tapi tidak semudah itu. Setelah dilantik Menpora , saya baru sekali bertemu dari 3 kali kesempatan yang ada. Tetapi ada cara lain yang bisa dilakukan.

Setelah kembali dari Palangka Raya ( 30/11), saya kirimkan SMS kepada Menteri Negara Pemuda dan Olahraga R.I. melaporkan kalau di Palangka Raya ada 6 lapangan yg butuh renovasi. Minta Pemerintah membantu renovasi. Dan ternyata SMS saya dapat respons juga. "Boleh juga menteri satu ini. Kebetulan saya punya nomer HPnya."
Jawabannya, Menteripun mau beritahu ke Gubernur Kalteng masalah ini. Saat ini beliau sekarang berada di Palangka Raya menyertai Presiden SBY dalam Rapat Gubernur seluruh Indonesia. Ini moment yang tepat kalau mau merenovasi lapangan tersebut. Sayapun hubungi wartawan olahraga di Palangka Raya yang saya kenal, dan dia berjanji mau wawancara Menteri di Palangka Raya.
Sayapun sudah siap juga dengan kegiatan kegiatan yang menunjang agar lapangan tersebut bermanfaat bagi pertenisan nasional. Mudah mudahan saja. "Berdoalah, agar Tuhan memberikan jalanNya"

Menanggapi surat pembaca di situs Pelti

Jakarta, 1 Desember 2009. Membaca situs Pelti komentar pembaca ada yang menarik perhatian saya karena saya menganggap pembaca masih belum mengerti sepenuhnya. Ini masalah Peringkat Nasional Pelti atau dikenal dengan PNP.

Penentuan Seeded : "seandainya juara terus dlm 1 even namun tdk ada PNP, sedangkan yg dikalahkan ada PNP, dipertandingan selanjutnya yg juara tadi tdk dpt seeded 1 krn tdk punya PNP...tp yg dikalahkn krn punya PNP jd seeded 1..., jd yg dihargai prestasi atau krn sering ikut turnament nasional/ punya PNP....

Jika keluar sebagai juara di satu event maka angkanya belum bisa keluar di PNP karena minimal 2 event baru akan mendapatkan angkanya. Kalau sudah ikuti 2 event dimana yang satu gagal, tetap akan keluar PNP nya. Walaupun seeded 1 kalah di event sebelumnya, jika masih tetap angkanya di event berikutnya masih tetap sebagai seeded 1. Memang kalau dilihat seolah olah yang dihargai itu bukan prestasi.

Peringkat itu awalnya untuk membantu kerja pelaksana turnamen atau Referee dalam membuat undiannya. Dihindarkan petenis yang layak masuk final atau semifinal sudah adu duluan dibabak awal. Dulu tidak ada data menentukan undian (drawing) pertandingan, sehingga sulit menghindarkan pertemuan tersebut diatas. Sehingga dicarilah cara agar lebih memudahkan Referee membuat undiannya.
Memang jumlah pertandingan itu sangat menentukan peringkatnya, kalau minim ikut turnamen tentunya peringkatnya sesuai angka yang didapat.

Bisa saja terjadi peringkat lebih tinggi kalah dari peringkat jauh dibawahnya, dan bukan hal yang aneh di pertenisan dunia sekalipun. Siapa bilang peringkat dunia 1 Nadal ataupun Roger Federer tidak bisa dikalahkan oleh peringkat dibawahnya.

Bagi yang belum punya peringkat tidak semudah itu cepat menjadi nomer satu, harus bertahap dari nol sampai mendapatkan peringkat. Dimulai dari turnamen terendah dulu baru bisa naik ketingkat turnamen lebih tinggi. Tanpa peringkat maka sulit bisa diterima disuatu turnamen. Ini bisa dilihat turnamen internasional baik yunior maupun kelompok umum atau senior. Jika sudah ada peringkat maka secara bertahap pula bisa ikut serta di turnamen yang kelasnya diatasnya. Bisa masuk ikut serta turnamen saja sudah sulit tanpa peringkat kecuali melalui fasilitas wild card.