Jumat, 29 Februari 2008

Apa Betul Pembinaan Tenis Itu Macet ?

Dalam masa kepengurusan Pelti dibawah komando Martina Widjaja selaku Ketua Umum PB Pelti (2002-2007) masih ada masalah yang belum jelas bagi masyarakat tenis di Tanah Air. Akibatnya semua yang masih berpikiran pola pembinaan cara lama membuat tidak sejalan dengan apa yang sedang berjalan.
Ada yang menganggap pembinaan tenis macet alias tidak berjalan akibat kekalahan tim Piala Davis. Lupa dengan apa yang sudah di amanatkan oleh Musyawarah Nasional (Munas) Pelti 2002 di Makassar Dicantumkan program yang harus dijalankan oleh PB Pelti dibawah Ketua Umum Martina Widjaja.. Ada sedikit keanehan karena yang bertanya tanya adalah rekan rekan yang sebenarnya sudah harus mengetahuinya. Kenapa , karena mereka ini duduk dikepengurusan Pelti baik di tingkat Pengda maupun Pengcab. Dan ada yang ikut Munas 2002. Jika pertanyaan ini muncul diluar anggota pengurus Pelti tentunya wajar saja Bukan sebaliknya.

Kalau kita membaca buku AD & ART maupun Pokok pokok program kerja Pelti 2002-2007 sudah jelas diungkapkan bahwa Pelti akan lebih memusatkan pengembangan peningkatan prestasi pada petenis yunior. Ini masuk dalam Bab VI soal Pemain pasal 6 program kemandirian.. Apa sih yang dimaksud mandiri. Tentunya mandiri dalam pembinaan petenis baik soal pelatih, latihan maupun try pout semua dibebankan oleh perorangan, badan maupun klub tennis.

Selama ini selalu muncul protes soal tidak didukungnya atlit nasional yang merupakan kebanggaaan bangsa Indonesia terutama pendanaan sehingga kebanyakan atlit tennis tidak mampu try out keluar negeri.. Soal dana merupakan masalah klasik, tetapi jika mau professional tentunya ada cara lain. Beranikah petenis nasional kita “gambling” dalam hidupnya. Pinjam dana apakah melalui bank utnuk membeayai try out keluar negeri. Karena sebagai petenis, ikut turnamen adalah mencari makan selain cari peringkat dunianya. Saya punya pengalaman sewaktu mengatur try out Andrian Raturandang. Bagaimana caranya mendapatkan fasilitas di turnamen luar negeri. Waktu itu Andrian ikut 2 Men’s challenger (US 50,000) di Vietnam dan Singapore, saat itu dana juga merupakan kendala tetapi Andrian bisa kembali bawa uang, karena ditekankan petenis harus bekerja baru dapat uang. Disini yang penting membina hubungan dengan pengelola turnamen diluar negeri. Begitu juga saat saya bertanya ke pelatih Deddy Prasetyo soal batalnya atlitnya ikut China Futures 2 tahun lalu. Jawabannya atlitnya takut pergi tanpa ada dana 100 prosen ditangan , baru dapat setengahnya. Sebenarnya dengan dana baru 50 % sudah cukup sebagai modal try out.
Saya melihat ada kecemburuan atas dikirimnya beberapa atlit yang menurut dikira masyarakat dibeayai oleh PB Pelti.

Disinilah masalah yang ada, ketidak tahuan ini menyebabkan beda persepsi. Sesuai dengan pokok-pokok program kerja Pelti, keberadaan klub sangat diutamakan. Tetapi masyarakat menganggap hanya ada 2 “ kubu ”, yang sebenarnya dimaksud 2 klub. Tetapi kenyataan ada lebih dari 2 klub, seperti di Jakarta ada klub dibawah asuhan pelatih Tintus Wibowo (Ragunan), Deddy Prasetyo (Detec), Tjahjono (KTC), Yayuk Basuki (YBTA), Gunawan Tedjo (GFTC), Hadiman (KTKG), Alfred Raturandang (ARTC). Di Bandung ada FIKS dibawah pewlatih Meiske Wiguna, begitu juga dibawah pelatih Wibowo H dll. Belum lagi di Surabaya ada klub dibawah pelatih pelatih seperti Patricia Boediono, Raymond Alimwidodod maupun Bonit Wiryawan dll.
Anggapan soal klub Ragunan milik PB Pelti juga salah besar, karena pemilik dari Ragunan Tennis Center adalah Martina Widjaja pribadi bukan sebagai Ketua Umum PB Pelti. Ada permintaan atau pertanyaan kenapa PB Pelti tidak membuat sentra sendiri. Disamping mahal tentunya kita harus kembali ke amanat Munas Pelti 2002. Era sekarang dari segi efisiensi tentunya lebih tepat guna tidak punya TC sendiri, cukup dititipkan ke TC yang sudah ada. Contohnya banyak perusahaan tidak memiliki kendaraan sendiri cukup sewa dari Car Rental. Bisa dibayangkan ada 30 Pengda Pelti, jika masing masing minta haknya agar atlitnya masuk dalam TC yang dimiliki PB Pelti, berapa biayanya. Kan PB tidak bisa menolak permintaan Pengda. Saat ini program KONI Pusat Indonesia Bangkit dititipkan oleh PB Pelti ke Ragunan Training Center yang fasilitas fasilitasnya terbaik dibandingkan lainnya. Ada 4 lapangan tennis, beserta fasilitas gym maupun akomodasi sekelas hotel berbintang.

Berbagai cara untuk masuk kedalam Ragunan Tennis Center, bisa langsung dan bisa juga melalui PB Pelti. Seperti selama ini ada permintaan dari Pengda Pelti Jawa Tengah agar atlitnya masuk ke Ragunan untuk Lutfiana AB maupun Prima Simpatiaji. PB Pelti hanya merekomendasikan permintaan tersebut ke Ragunan, mengenai diterima atau tidak tentunya tergantiung Ragunan. Begitu juga permintaan dari Pengda Sumsel tentang Vivien Silfany, maupun Pengcab Pelti Balikpapan dengan Faisal Aidil dititipkan di Ragunan.
(Ditulis 13 Maret 2005)

Situasi Panas Volvo Women's Open

Keluar dari PB Pelti sebagai Administrator Promosi dan Pemasaran bukannya kehilangan akal dalam berkarya di pertenisan Indonesia. Dengan modal niat dan tekad maka semua bisa dilakukan asalkan semua itu direstui Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini prinsip AFR.
Oleh Martina Widjaja diminta membantu beliau sebagai Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran PB Pelti karena masalah tenis perlu bantuan. Diberilah meja untuk bekerja membantu Martina Widjaja di kantornya di jalan S.Parman Kav 78. Saat itu ada Super Market HERO digedungnya.

Awal tahun 1992, AFR hubungi langsung Geoffry Rowe di Bangkok salah seorang Direktur VOLVO Thailand, menawarkan kerjasama membuat turnamen VOLVO Women’s Challenger ( $ 25,000) di Jakarta Indonesia. Saat itu Geoffry Rowe sudah mempunyai Volvo Women’s Open ($ 25,000) di Pattaya Thailand. Kontak terjadi dan Volvo mau sebagai sponsor. Karena masih ada perseteruan dengan dr. Eddy Katimansah yang juga Sekjen PB Pelti (1990-1994) saat itu, maka akalpun dicari. Karena setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh AFR maka tentunya akan ditentangnya dengan tameng PB Pelti. Ya sulit menghadapinya. Tapi modal niat dan tekad membuat tidak pantang mundur.
Disusunlah Organizing Committee yang dilaporkan ke PB Pelti dengan Direktur Turnamen Geoffrey Rowe sedangkan AFR sebagai Wakil Direktur Turnamen, maka aman sudah.
Kelihatannya aman, karena begitu tahu ada peranan AFR maka dibuat sulit.Waktu pelaksanaan bersamaan dengan Davis Cup bulan April sehingga akan kesulitan mendapatkan wasit. Karena saat itu PB Pelti buat program refreshing wasit sehingga tidak ada wasit yang bisa tugas di Volvo Women’s Open. Memang rejeki masih ada, saat itu tahu kalau ITF Referee yang datang Mr Mukai asal Jepang tapi telah bermukim di Taipei adalah teman lama AFR, langsung ceritakan masalahnya. Oleh Referee tentunya keinginan AFR disambut baik. Diaturlah jadwal refreshing wasit dilaksanakan pada malam hari. Plong sudah tidak ada hambatan

Segalan aturan yang ketat dari ITF tentang Davis Cup diikuti seperti tidak boleh venuenya bersamaan tempat. Davis Cup dibuat di Senayan, Volvo Women’s Open di Senayan juga. Tapi dibuatlah pembatas sehingga terlihat ada 2 venue bukan satu venue.Dan pintu gerbag dibuat seolah lah 2 pintu. Ditariklah terpal membatasi lapangan yang digunakan untuk Volvo Women’s Open. Dan untuk players room, digunakan tenda ber pendingin udara dan ada TV , karoke sehingga pemain bisa betah didalam. Turnamen berjalan lancar dan sukses.

Penasaran akan hasil AFR, suatu saat sedang berjalan di Senayan mau ke took sport disamping kantor PB Pelti, AFR dipanggil masuk kedalam , ternyata sudah ditunggui dalam ruangan adalah dr. Eddy Katimansah( Sekjen PB Pelti ) , anggota komite Pertandingan Zainal Abidin (alm), dan rekan Mansyur Djabir. Suasana seperti mau disidang. Waduh sudah terlanjur masuk sudah tidak bisa keluar lagi. Saat itu AFR diminta untuk tidak ikut campur soal pertenisan. Diberi contoh seperti ajudan Cosmas Batubara (Ketua Umum PB Pelti 1990-1994) selama ini mendampingi Cosmas Batubara tapi tidak ikut campur masalkah tenis. Hal ini diminta juga kepada AFR dianggap ajudan dari Martina Widjaja (Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran PB Pelti saat itu). AFR menolak masalah ini karena tidak merasa sebagai ajudan Martina Widjaja. Karena selama ini diminta pendapat dan solusi masalah pertenisan yang masuk kebidangnya. Kemudian dituding seolah olah suka mengadu domba sesama pengurus. Saat itu AFR minta contoh dimana AFR telah mengadu domba sesama pengurus Pelti. Diberilah contoh soal TDP Kelompok Umum BINTARO JAYA yang diselenggarakan Maesa yang saat itu Direktur Turnamen AFR. Kemudian AFR membantah kalau TDP tersebut menyalahi aturan yang dibuat oleh PB Pelti. Bahkan meminta tunjukkan kesalahannya. Masalah TDP Bintaro Jaya seaktu itu AFR sebagai penggagas sudah melihat ada kemungkinan disabot oleh petinggi Pelti, tidak hilang akal. Karena menganggap ini ulah oknum pribadi bukanlah organisasi Pelti. Kemudian agar berhasil sesuai dengan peraturan TDP yang dibuat PB Pelti (peraturan ini juga dibidani oleh AFR tahun 1989). Melalui klub tenis Sparta Maesa (Ketua dr. Nico Lumenta) didaftarkan ke Pengda PeltiDKI Jakarta dan disetujui. Waktu mengajukan permohonan ke PB Pelti, sengaja ditulis oleh dr. Nico Lumenta sebagai Ketua Panpel sedangkan AFR hanya sebagai Direktur Turnamen. Memang ada keragu raguan dr. Nico Luemnta waktu diminta sebagai Ketua Panpel. Keraguan karena kuatir masalah dana. Tapi AFR sudah mendapatkan sponsor dari Bintaro Jaya.
Ternyata yang dimaksud mengadu domba karena dr. Nico Lumenta saat itu duduk di Komite Pembinaan PB Pelti , AFR dianggap tidak minta ijin ke PB Pelti untuk mendudukkan nama dr. Nico Lumenta sebagai Ketua Panpel. Waduh ini sangat aneh, tidak ada aturannya. AFR katakan kalau dr. Nico Lumenta adalah teman dalam klub tenis Sparta Maesa di Jakarta Timur. Soal dr.Nico Lumenta tidak minta ijin Sekjen PB Pelti bukan urusan AFR. Memang perdebatan cukup sengit karena Sekjen PB Pelti (dr. Eddy Katimansah) ngotot dan AFR tidak bisa menerima tudingan tersebut. Sampai muncul perkataan dari dr. Eddy Ki kalau AFR memanfaatkan peluang kekurangan dari ketentuan TDP yang dibuat PB Pelti. Hal ini langsung ditanggapi AFR kalau sekarang sebagai orang luar menganggap ketentuan TDP yang dibuat PB Pelti masih berlaku.terlepas dari kekurangannya. Jadi jangan diover rule begitu saja, semua harus dalam Surat Keputusan Ketua Umum PB Pelti. Karena dituding memanfaatkan kelemahan aturan TDP, maka tidak kalah juga AFR mengatakan ke dr. Eddy Katimansah (Sekjen PB Pelti), kalau dia itu tahu aturan tapi sering melanggar aturan. Saat itu juga rekan Zainal Abidin (alm) dari komite pertandingan PB Pelti yang saya kenal sebagai mantan Ketua Dewan Mahasiswa ITS (Surabaya) saat saya sebagai mahasiswa FK Universitas Airlangga, langsung menenangkan suasana dengan menghimbau kepada AFR agar tidak terbawa emosi. Dipujinya dulu AFR kemudian diberi nasehat. Cukup bijak. Memang capek juga kalau berurusan dengan petinggi olahraga yang betindak sebagai penguasa saja. Seharusnya melayani masyarakat tenis sebagai tugas utama.

Apakah Harus Minta Ijin PB Pelti ?

“Apakah harus minta ijin PB Pelti ?”
Begitulah pertanyaan datang dari Sekretaris Pengda Pelti DKI Jakarta ( 2004-2008) , MF Siregar . Semua tokoh olahraga Indonesia so pasti kenal dengan MF Siregar, seorang tokoh olahraga nasional bahkan ketingkat internasional yang dimiliki Indonesia, mantan Sekjen KONI Pusat, mantan Asisten Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Kenapa muncul pertanyaan tersebut, karena saat itu Pengda Pelti DKI Jakarta akan selenggarakan eksibisi tenis dengan mendatangkan petenis dunia yang cantik asal Argentina Gabriella Sabatini. Saat itu AFR langsung menjawab tidak perlu. Tapi karena kurang yakin, diberilah buku Anggaran Dasar dan Anggaran Riumah tangga (AD &ART ) Pelti untuk dipelajari dulu. Memang dalam AD & ART dikatakan semua kegiatan tenis di Indonesia harus diketahui oleh Pelti. Sehingga pengertian AFR tidak ada kata yang mengatakan harus minta ijin ke Pelti.
Untuk meyakinkan Bapak MF Siregar, AFR beri contoh, kalau cucu Bapak MF Siregar mau sunatan, apakah harus minta ijin ke kakeknya. Sedangkan putranya sudah tinggal sendiri tidak dalam satu rumah. “Cukup memberi tahu atau mengundang. Ini contoh Pengcab atau Pengda Pelti maupun PB Pelti adalah ibarata Kakek, anak dan cucu.” Demikianlah penjelasan AFR saat itu. Memang MF Siregar sudah mengetahui betul kurang harmonisnya hubungan kerja Martina Widjaja dengan Sekjen PB Pelti (1994-1998)

Awalnya rencana eksibisi ini muncul setelah ada berita media cetak diawal tahun 1994 kalau Spectrum (yang bermarkas di Hongkong) ingin selenggarakan eksibisi petenis kondang Steffi Graff gagal karena tidak didukung oleh PB Pelti (1994-1998) khususnya Sekjen PB Pelti.
Martina Widjaja saat itu sebagai Ketua Pengda Pelti DKI Jakarta dan merangkap Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PB Pelti. AFR langsung minta ijin ke Martina Widjaja untuk menghubungi Spectrum . Langsung oleh Martina Widjaja diberi ijin menghubungi Spectrum. Jawaban yang ada merupakan pertanyaan dari Spectrum adalah apakah ada kemungkinan tanpa seijin PB Pelti karena selama ini tidak didukung oleh PB Pelti terutama Sekjen PB Pelti. Karena sudah mengenal sifat dari Sekjen PB Pelti saat itu, AFR memberi jaminan kalau melalui Pengda Pelti pasti bisa dan sama saja. Tidak perlu minta dukungan PB Pelti, karena AFR sudah tahu sifat dan tabiat Sekjen PB Pelti saat itu. Agar Martina Widjaja yang sebagai Ketua Bidang hubungan Luar Negeri PB Pelti tidak disalahkan maka semua komunikasi tertulis Pengda Pelti DKI Jakarta dengan Spectrum selalu dicantumkan tembusan ke PB Pelti tetapi surat itu tidak dikirimkan ke Sekretariat PB Pelti. Disimpan agar rencana ini tidak diketahui Sekjen PB Pelti sebelum matang perencanaannya. Ini suatu trik yang cukup manjur. Dengan menggebu gebunya persiapan Pengda Pelti DKI Jakarta sehingga rencana (yang sudah matang) ini dicium juga oleh Sekjen PB Pelti. Laporan dari rekan rekan wartawan (kebetulan AFR dekat dengan wartawan), Sekjen PB Pelti minta agar segera rencana eksibisi ini di publikasikan, nanti Sekjen PB Pelti buat statement kalau tidak direstui oleh PB Pelti. Wah, ini cilaka jadinya.
Akhirnya dicari akal agar PB Pelti bisa melunak. Timbul idea AFR sampaikan ke Bapak MF Siregar yang juga mantan Asmen(Asisten Menteri) Menpora tentunya punya akses ke Kantor Menpora.. Buat surat ke Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI (kalau tidak salah Ir.Akbar Tanjung) minta restu karena pelaksanaan akan dilaksanakan dalam rangka Hari Olahraga Nasional RI yang jatuh bersamaan dengan waktu eksibisi Gabriella Sabatini dan Yayuk Basuki tanggal 9 September 1994 di stadion tenis Pusat tenis Kemayiran.. Setelah ada dukungan dari Menpora, Panpel buat press conference, dan AFR minta ke wartawan untuk disampaikan ke Sekjen PB Pelti soal dukungan Menpora. Betul juga laporan yang masuk dari wartawan kalau Sekjen PB Pelti tidak berkutik. “ Ya kalau pemerintah sudah menyetujuinya, kami tidak bisa bikin apa2.” Begitulah komentar yang didapat. Setelah itu semua surat2 komunikasi yang ada tembusannya ke PB Pelti buru buru AFR kirim per pos biasa supaya kesannya sudah melapor , hanya terlambat sampai. Dengan suksesnya eksibisi 9 September 1994 membuat kepuasan tersendiri atas liku liku sebelumnya. Ya menentang petinggi PB Pelti tidak masalah asalkan demi pertenisan nasional bukan kepentingan pribadi, itu prinsip AFR pegang..

Belum Dikenalnya Program Kerja PELTI



Bencana tsunami melanda Aceh ternyata menarik perhatian seluruh dunia, bahkan Amerika Serikat sampai mengirimkan utusan mantan presiden Bush dan Clintton datang khusus melihat Aceh. Hal yang menarik perhatian saya, hadirnya 2 mantan presiden yang semasa pemilihan president merupakan saingan besar dari 2 kubu partai Republik dan Demokrat. Kita akui Negara yang cukup dikenal dengan demokrasinya.
Apa kaitannya dengan tenis Indonesia. Tentunya ada sehingga saya mencoba kembali menulis karena saya sudah cukup lama tidak menulis tentang pertenisan dimedia cetak untuk membantu pertenisan Indonesia
Munculnya tulisan dari rekan-rekan sendiri yang menyesatkan tentang pertenisan kita ini sehingga saya terpanggil memberikan informasi sesuai dengan apa yang saya ketahui sehingga masyarakat bisa menilai. Agar tidak terlalu apriori tentang pertenisan kita.
Saya teringat kembali masa pemilihan presiden asosiasi tenis Indonesia alias Ketua Umum PB Pelti di Musyawarah Nasional (Munas) 2002 di tempat kelahiran , Makassar.
Saat itu ada 2 kandidat calon Ketua Umum PB Pelti, Permana Agung dan Martina Widjaja. Kedua kubu saling sibuk berkampanye baik kedaerah daerah, sampai saatnya Martina terpilih mutlak oleh utusan Pengda Pelti. Masyarakat tenis mengharapkan selesai Munas kita semua insan tenis saling membantu untuk kepentingan pertenisan Indonesia sendiri. Hal sama juga disampaikan Martina sebelum Munas , keinginannya untuk semua insan tenis bersatu, agar saling mendukung sehingga pertenisan kita bisa maju. Himbauan ini ternyata belum bisa diterima oleh rekan rekan kita sendiri yang waktu Munas termasuk membela kandidat Ketua Umum yang gagal. Masalah Munas lalu sudah terlupakan tetapi sebaliknya oleh pelaku pelaku yang sama disaat Munas masih menganggap perseteruan belum selesai.

Sayapun teringat kembali saat awal kepengurusan tahun 2003, saya sempat diberitahu oleh salah satu rekan sendiri yaitu Benny Mailili (alm) yang juga masuk dalam tim yang gagal dan juga anggota Pengda Pelti DKI, yang menyampaikan agar tidak memberi peluang dia menulis yang menyerang PB Pelti. Ini berarti sudah punya niat, ya susah dong. Karena setiap langkah PB Pelti akan dicari peluang kelemahannya sebelum membaca hasil Munas 2002 yaitu perubahan AD/ART dengan lembaran Pokok-pokok Program Kerja Pelti 2002-2007 yang sudah disebar luaskan ke Pengda maupun Pengcab Pelti.
Teman teman kita termasuk juga sebagai peserta Munas, yang sudah sepakat dengan mengeluarkan Pokok-pokok Program Kerja Pelti 2002-2007 yang harus dikerjakan oleh PB Pelti disusun sebagai kelanjutan dari kegiatan pertenisan yang telah dicapai dalam Program Kerja Pelti 1998-2002.

Program ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas pertenisan dengan menunjang sumber daya manusia. Harapannya dapat diselenggarakan secara simultan dan integral oleh semua jajaran PELTI, dengan menggunakan prinsip koordinasi, informasi dan kesederhanaan. Dibahas pula permasalahan yang ada yaitu yang mendasar adalah kepelatihan, program kemandirian, yunior dan tim nasiional. Kendalanya semua ketahui adalah kesulitan mencari sponsor terutama untuk try out. Begitu juga minimnya tenaga wasit, referee disamping itu pula lapangan tenis yang tersedia masih belum memenuhi standar internasional.

Disadarai pula di era otonomi daerah, diperlukan pembinaan tenis yang teratur mulai dari daerah sampai regional , nasional dan internasional yang meliputi atlit, wasit, ofisial dan sarana dan prasarana. Pentingnya peranan pelatih mendapatkan perhatian. Apa yang dikiprahkan oleh petenis dalam pertandingan merupakan cerminan dari apa yang telah diberikan oleh pelatihnya dalam latihan. Kualitas atlit sangat bergantung pada kualitas pelatihnya. Menyadari hal ini telah dilakukan dalam 2 tahun ini adalah pelatihan pelatih baik ITF Level-1 di Bandar Lampung, Medan, Pontianak, Batam, Bandung, Makassar, Balikpapan, Semarang, Ponorogo dll. Begitu juga ITF Level-2 di Jakarta. Dari perwasitanpun diadakan di Bandung, Jakarta, Makassar, Balikpapan dll. Turnamenpun meningkat tahun 2003 mencapai 44 TDP sedangkan 2005 menjadi 63 TDP , fantastic sekali.
Mengenai pemain, disebutkan peningkatan kuantitas dan kualitas atlit serta penyebaran atlit dari segala lapisan masyarakat serta disiplin dan ber sportivitas tinggi. Pembinaan diawali dari usia dini dikenal dengan mini tenis, dan hasil kerjasama dengan Depdinas RI, masuklah mini tennis kedalam program Depdiknas. Program pembinaan diharapkan berjenjang dan berkesinambungan, mulai dari usia dini sampai top nasional. Harus diakui kita belum mampu membangun landasan pembinaan yang kuat, sedangkan proyeksi pembinaan harus sampai pada tingkat dunia. Perencanaannya memerlukan persyaratan seperti fasilitas berlatih yang memadai dengan metode pelatihan yang mutahir. Semua ini membutuhkan dana besar dan pengorbanan pelakunya.
Tidak kalah penting program kemandirian yang merupakan usaha organisasi memandirikan pemain menjadi pro, sehingga organisasi lebih focus kepada peningkatan prestasi petenis yunior. Mandiri disini dimaksudkan adalah pembinaan prestasi pemain diserahkan kepada perorangan, badan maupun klub tenis.
Jika kita semua menyadari hal seperti ini, marilah kita konsentrasi kepada pembinaan yang mandiri, biarkan PB Pelti lebih konsentrasi ke pembinaan prestasi petenis yunior. Tahun 2005, merupakan berita besar bagi Davis Cup. Lihat saja sejarah menunjukkan dibabak pertama Piala Davis 2005 tim Amerika Serikat maupun Spanyol juara Davis Cup bisa tumbang. Sama nasibnya dengan tim Indonesia.

Bangkitkan Tenis dengan Mini Tenis


“ Sebelum saya melaksanakan acara pelantikan ini, apakah Saudara saudara sudah siap untuk mengemban tugas sebagai pengurus Pelti ? ” pertanyaan dari Martina Widjaja selaku Ketua Umum PB Pelti . Kemudian terdengar koor ramai ramai “Siap” Demikianlah sekelumit dialog di setiap pelantikan Pengurus Daerah Pelti oleh Ketua Umum PB Pelti Martina Widjaja diseluruh Indonesia.
Setelah itu , what next ! Demikian pertanyaan saya kepada rekan2 di Pengda Pelti yang telah menyatakan kesediaannya menjadi anggota Pengda Pelti. Termasuk di Bumi Nyiur Melambai.
Secara jujur pula anggota Pelti yang baru dilantik balik bertanya . “ Kami harus mulai dari mana ?.” Ini ungkapan jujur datang dari anggota yang belum pernah duduk dalam organisasi tenis Pelti.
Asumsikanlah daerah tersebut belum ada petenis yunior khususnya, karena bisa main tenis sehingga mau jadi pengurus Pelti. Mulailah dari nol lebih mudah. , start dengan pemassalan tenis yaitu program Mini Tenis.
Kenapa Mini Tenis ?
Berdasarkan penelitian secara internasional cara terbaik belajar tenis adalah dengan Mini Tenis. Tujuan dari Mini Tenis adalah hasilkan petenis yunior.Sasarannya adalah Guru2 SD dan siswa2 SD usia 7-8 tahun. Untuk dapatkan petenis siswa SD dan pelatih2 dari Guru2 SD tersebut.. Dan tujuan akhir adalah munculnya klub2 tenis baru dari siswa2 tersebut. PB Pelti setiap saat membantu dengan datangkan pelatih mini tenis. Daerah hanya sediakan akomodasi pelatih tersebut. PB Pelti akan sediakan raket mini tenis dan bolanya. Kerjasamalah dengan Diknas setempat untuk datangkan Guru2 SD Selama 2 hari pelatih mini tenis akan menatar Guru2nya dan diharapkan guru2 ini yang melatih siswa2nya. Setiap bulan Agustus diadakan Kejurnas Mini Tenis.
Program kedua adalah adakan kompetisi setelah latihan mini tenis selama 3 bulan. Bisa dengan cara 5 SD yang berdekatan saling bertanding. Kemudian pemenangnya dilanjutkan ke tingkat alam kota , setelah itu antar Pengcab(Pengurus Cabang). Ini cukup selama 5 bulan saja, setelah itu pemenangnya ikut Kejurnas Mini Tenis di Jakarta. Disela sela itu bisa minta coaching clinic dengan pelatih mini tenis dari Jakarta turun selama 2 hari saja supaya tidak mengganggu sekolah.
Program selanjutnya adakan kepelatihan pelatih. Bisa diambil dari Guru2 SD tersebut atau bagi yang berminat menjadi pelatih.. Kepelatihan ini bisa dilakukan setiap 6 bulan sekali, agar makin banyak menghasilkan pelatih. PB Pelti juga akan membantu beaya mendatangkan pelatih dari Jakarta, tetapi tidak sepenuhnya.
Kompetisi sebaiknya dengan system beregu. Kompetisi tidak harus dilapangan tenis. Bisa dilakukan dihalaman SD. Halaman tanah pun jadi bukan masalah. Setelah berjalan 6 bulan, semua atlit mini tenis sudah harus masuk bermain tenis sesungguhnya. Dikenal didunia Internasional yaitu PTI (Performance Tennis Initiative). Ukuran raket tenis khusus kecil. Dsini sudah hasilkan atlit yunior, kemudian pelatih.
What next !
Ada yaitu program Persami (Pertandingan Sabtu Minggu) , untuk menampung atlet tenis asal dari SD tersebut. Ini bisa dilakukan setiap bulan sekali sehingga atletnya bisa terasah. Jangan lupa turnamen atau kompetisi merupakan tempat evaluasi pembinaan atlet dan juga show room bagi pelatihnya. Turnamen juga bisa berjenjang mulai dari Perami kemudian kejuaran nasional yunior. Dengan tidak melupakan setiap 6 bulan sekali diadakan penataran mini tenis untuk SD yang belum pernah ikuti. Maka dengan sendirinya akan banyak muncul atlet2 mini tenis baru.
Setelah mengetahui cara demikian maka jadi mudah untuk menjalankannya.
Timbul pertanyaan yaitu apakah penataran mini tenis itu harus Pengda atau Pengcab Pelti yang lakukan. Sebenarnya jawabannya TIDAK harus, semua insan tenis bisa lakukan sendiri dengan berkoordinasi dengan induk organisasi tenis yaitu Pelkti di tingkat Pengcab atau Pengda. Sebagai contoh jika ada klub tenis berkeinginan berperan serta jalankan program mini tenis , bisa berhubungan dengan PB Pelti (Jakarta) melalui Pengcab dan Pengda Pelti Sulawesi Utara.
Pelaksanaan Mini Tenis sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan sekali, sehingga setiap tahun akan menghasilkan petenis yunior dari usia dini. Jangan lupa kalau Departemnen Pendidikan nasional RI setiap tahun selenggarakan Pekan Olahraga Usia Dini di Jakarta bulan Agustus.
Dengan lakukan program grass root ini maka dijamin di Indonesia dan juga di Sulut akan muncul bibit bibit baru yang akan mengikuti petenis Kawanua yang pernah membawa nama harum bangsa Indonesia dalam tim Davis Cup maupun Fed Cup seperti Lany Kaligis Lumanau, Lita Lim Soegiarto Jacky Wullur, Samudra Sangitan,Jolanda Soemarno Mangadil, Donald Wailan Walalangi, Waya Walalangi, Ira Moerid, Solihati Moerid, Andrean Raturandang, Septi Mende dan sekarang ada Christopher Rungkat, Jessy Rompies.

Sekarang yang jadi masalah adalah NIAT. Apakah masih ada NIAT torang pe tamang tamang di Sulawesi Utara ? Ini pertanyaan dari saya pribadi dari Jakarta yang cukup prihatin atas perkembangan pertenisan didaerah daerah terutama daerah sandiri.

Kamis, 28 Februari 2008

Perlukah Re-Draw DalamTurnamen


Pertanyaan diatas muncul sewaktu terjadi re-draw dilakukan oleh Referee di turnamen tenis internasional yunior Salonpas 2006 di Hotel Menara Peninsula, Jakarta. Tugas pengundian suatu pertandingan dilakukan oleh Referee. Menjawab pertanyaan , perlukah re-draw dilakukan oleh Referee dalam suatu pertandingan tenis. Jawabnya adalah perlu dan tidak perlu, tergantung kesalahan siapa. Kok bisa begitu, ngambang. Tentunya ada alasan juga.
Karena harus dilihat kesalahan itu datangnya dari mana. Jika yang buat kesalahan adalah Referee atau Panpel , jawabnya perlu. Tapi kalau kesalahan atlit sendiri, maka jawabnya tidak perlu. Jelas sudah perbedaannya.
Bentuk kesalahan atlet seperti terlambat mendaftar, atau tidak mendaftar atau sign-in, sehingga tidak perlu dilakukan re-draw. Nah kalau kesalahan Panpel adalah, salah memasukkan nama atlet , atau terselip entry formnya atau atlet mendaftar ke KU 16 tahun sedangkan usianya masih dibawah 14 tahun sehingga oleh Panpel dimasukkannya ke KU 14 tahun. Hal ini pernah terjadi 15-16 tahun silam di TDP Yunior di Bandung.
Tapi kesalahan Panpel sebenarnya sudah harus bisa diatasi oleh Referee kalau Referee mau kerja keras . Cek dulu nama2 atlet sebelum acara undian. Itulah fungsi Referee selalu diminta hadir 2 hari sebelumnya.
Teringat juga kejadian di FIKS Bandung 15-16 tahun silam. AFR hadir mau lihat acara undiannya. Datang laporan oleh atlet DKI yang mendaftarkan di KU 16 tahun sedangkan dia masih berusia 13 tahun . Referee memasukkan dalam undian di KU 14 tahun, dia protes. Menurut pendapat AFR , atlet tersebut yang benar. Waktu itu kebetulan AFR sebagai manajer program pertandingan PB Pelti yang menunjuk Referee Sukardi yang berasal dari Jakarta. Oleh Referee coba lemparkan kesalahan karena bertahan dengan prinsipnya tidak ada re-draw. Memang bagi referee, re-draw sebaiknya dihindarkan . Jika jalankan tugas tanpa re-draw merupakan reputasi yang baik sekali bagi Referee.
Kesalahan waktu itu terjadi di penerimaan pendaftaran oleh Panpel. Hanya melihat usianya sedangkan entry form disediakan sudah jelas atlet tersebut mendaftar di kelompok umur 16 tahun.

Setelah turnamen, ternyata Referee bertahan dengan prinsipnya yang salah. Akhirnya di Jakarta waktu Referee melapor, diberikan penjelasan kalau Referee buat kesalahan. Walaupun saat itu Referee berkelit kalau yang salah adalah Panpel. Padahal tugas terakhir Referee yaitu cek ulang. Ini yang tidak dilakukannya. Andaikan peserta 16 atau 32 petenis semuanya kasusnya sama dan mereka tidak merasa mendaftar kelompok tersebut dan memutuskan tidak mau main. Nah siapa yang mau bertanding, kan tidak ada pesertanya. Apakah ada pertandingan, tentunya tidak.

Pengalaman selama ini mendampingi Referee asing untuk turnamen internasional baik Green Sands Satellite Circuit, Nugra Santana Challenger, Garuda Indonesia Super dll, ditahun 90 an Referee asal Australia pernah lakukan re-draw, padahal pertandingan sudah mulai. Waktu itu di Surabaya Green Sands Satellite Circuit, undian sudah dilakukan dan pertandingan ganda putra sudah mulai bahkan sudah ada yang kalah. Pasangan dari Malaysia datang melihat hasil undian ternyata namanya tidak ada. Kemudian mereka lapor , Referee hanya bertanya apakah anda sudah lakukan sign-in, dan jawabnya sudah. Di cek, memang benar sudah ada, jadi yang salah Referee. Langsung saat itu semua pertandingan ganda putra dibatalkan, bahkan yang sudah bertanding diulang kembali. Dan pemain tidak ada yang protes.

Harus diakui kalau kesalahan pemain langsung kena hukum, tapi kalau kesalahan Referee ataupun Panpel. Apakah ada hukumannya ? Ini yang tidak bisa dijawab .

Sukses Ganda Salonpas International di Manado


Turnamen tenis internasional Salonpas 2006 yang merupakan turnamen tenis internasional yang pertama kali digelar di kota Manado bumi Sulawesi Utara telah berhasil sukses ganda. Itulah yang bisa saya katakan atas pelaksanaan Salonpas International Tennis Champs 2006. Sukses pelaksanaan dengan beberapa catatan dan sukses prestasi petenis Indonesia. All Indonesian Final merupakan catatan tersendiri dalam dekade terakhir dimana prestasi petenis Indonesia sangat memprihatinkan. Apalagi dalam seri Men’s Futures 2006 diseri pertama hanya Elbert Sie dan M.Faisal Aidil berhasil lolos kebabak kedua dan juga pasangan Andrean Raturandang/Bonit Wiryawan sebagai finalis. Kemudian seri kedua di Jakarta Piala Gubernur DKI Jakarta, hanya Prima Simpatiaji yang berhasil lolos ke semifinal. Lainnya keok dibabak awal. Hasil di Manado ini cukup membanggakan bagi warga Sulawesi Utara yang telah memberikan peranan di pertenisan Indonesia.
Sudah beberapa tahun pelaksanaan turnamen tenis internasional di Indonesia tidak pernah terjadi All Indonesian Final khususnya putra, sehingga sudah saatnya kita berbangga kalau hal ini terjadi di bumi Nyiur Melambai. Difinal antara Elbert Sie menghadapi seniornya yang sama sama domisili di Bandung, Suwandi. Disamping itu ganda putra Elbert Sie berpasangan dengan Bonit Wiryawan cukup memukau masuk final
Salonpas International Tennis Championship 2006 merupakan seri terakhir dari 3 seri kelas Men’s Futures dengan masing masing prize money US$ 10,000. Seri pertama di Pusat Tenis Kemayoran kemudian dilanjutkan dengan seri kedua di Kelapa Gading Sport Club Jakarta dengan nama Piala Gubernur DKI Jakarta. Walaupun baru pertama kali ternyata Sulawesi Utara sanggup selenggarakan turnamen tenis internasional. AFR selaku putra daerah Sulawesi Utara yang saat ini dipercayakan oleh Ketua Pengda Pelti Sulut Ir. Vicky Lumentut sebagai Direktur Turnamen Salonpas International Tennis Champs 2006 merasa yakin akan kemampuan tenis di Sulawesi Utara , apalagi di Manado punya fasilitas 8 lapangan tenis disatu lokasi. Ini termasuk terbesar kedua diluar pulau Jawa. Yang pertama di Medan ada 10 lapangan gravel disatu lokasi. Sedangkan Makassar, Palembang, Balikpapan hanya 6 lapangan. Sehingga berupaya agar di Manado bisa digelar turnamen tenis nasional dan internasional. Hal ini sejalan dengan misi PB Pelti ( 2002-2007) untuk memberdayakan potensi tenis didaerah. Awalnya kondisi lapangan tenis Sario sangat menyedihkan tetapi uluran tangan Gubernur Sulut Drs. Sinyo Sarundajang merenovasi lapangan membuat lapangan Sario layak dengan beberapa perbaikan fasilitas lainnya.
Seri Men’s Futures ini sudah diselenggarakan selama 2 tahun di DIY, Semarang dan Makassar. Berhubung DIY, Semarang dan Makassar merasa tidak sanggup dengan berbagai alasan kecuali DIY yang baru dilanda musibah gempa bisa dimaklumi. Akibatnya PB Pelti cepat bereaksi mencari alternatip lain, dan keinginan saya berhasil memilih kota Manado mendapat tanggapan positip Ketua Pengda Pelti Ir.Vicky Lumentut yang juga didukung oleh Walikota Manado Jimmy I Rogi..
Persiapan awal telah kami lakukan dari Jakarta, dengan mencari sponsor Salonpas. Menyadari akan lemahnya SDM khususnya turnamen tenis di Sulut, akibat kurang ada aktivitas di Sulut, maka sebagai persiapan dilakukan di Kejurnas Manado Open diawal Juli 2006. Pembenahan cepat dilakukan dengan penataran Wasit di Manado kemudian evaluasi saya lakukan terhadap petugas petugas selama Manado Open. Kerja keras dibutuhkan akibat kurang mengertinya rekan2 di Manado membuat AFR harus cepat memilih petugas petugas untuk Salonpas International Tennis Champs 2006. Persiapan berikutnya sosialisasi job description agar para pihak mengerti tugas masing2 dengan monitor langsung dilakukan dari Jakarta..

Keluhan peserta turnamen yang paling besar adalah udara panas yang melanda kota Manado. Bisa dibayangkan 14 petenis yang minta pertolongan dokter Joy Rattu dilapangan Sario yang stand by terus membuat hati saya lega dan tenang karena tenaga medis merupakan persyaratan utama dalam turnamen tenis internasional.

Keberhasilan di Salonpas International Tennis Champs 2006 seharusnya membuka mata masyarakat tenis di Sulut yang cukup puas menonton kualitas petenis nasional dan asing berlaga. Ini merupakan catatan yang ada dari keberhasilan tersebut. Kenapa ! Karena hanya satu petenis Bitung yang masuk babak utama melalui fasilitas wild card. Yang lainnya praktis tidak berdaya di babak kualifikasi. Andaikan tidak menggunakan faislitas wild card, saya yakin tidak ada satupun petenis Sulut bisa berbicara di turnamen ini. Ya, jadi penonton saja dipinggir lapangan.
Dari turnamen internasional bisa dilihat betapa kerasnya olahraga tenis ini. Bertanding ditengah hari terik, kemudian dilanjutkan latihan seterusnya , tidak langsung pulang ke hote. Ini satu contoh positip jika mau jadi petenis handal.
Apa yang harus dilakukan untuk kedepan setelah berhasil selenggarakan turnamen internasional ini. Nomer satu janganlah terlalu banyak janji kepada peserta yang tidak perlu dan akan berdampak negatip bagi pelaksana turnamen. Janji dilakukan bukannya kepada petenis asing tetapi ke petenis nasional yang saya anggap tidak perlu. Tetapi mungkin mau menunjukkan keistimewaannya tetapi tidak bisa dijalankan. Sebagai contoh banyak janji diberikan kepada wasit2 untuk ke Danau Tondano ternyata dengan berbagai alasan dibatalkan sepihak. Belum lagi soal transportasi dihotel bukan official hotel. Keluhan-keluhan masuk selalu ke Direktur Turnamen. Begitu juga ke Bunaken dikatakan gratis masuk Bunaken yang sebenarnya bukan masalah jika diberitahukan sebelumnya. Asumsi tamu2 kita ini gratis ternyata berbeda. Akhirnya ditalangi kemudian diganti bukan suatu solusi yang baik.
Masih banyak lagi turnamen tenis internasional yang bisa dilakukan di Manado, asal mau berbenah diri dan berkaca atas pelaksanaan saat ini.

Selasa, 26 Februari 2008

Bertanding Tanpa Sarapan ?

Ikut bersama tim Davis Cup Indonesia saat bertandang ke Hongkong bulan Februari 2007 untuk melawan tim Hongkong punya cerita yang cukup unik. Saat itu tim Davis Cup Indonesia terdiri dari Prima Simpatiaji, Suwandi, Elbert Sie dan Christopher Rungkat, kapten tidak bermain Bonit Wiryawan dan Andrian Raturandang selaku assisten pelatih, bersama manajer tim Diko Moerdono. Rombongan pemain berangkat lebih awal sedangkan AFR bersama sama dengan Christian Budiman 3 hari sebelum pertandingan menyusul.
Berkat mendapatkan sponsor dari Garuda Indonesia, AFR mendapat kesempatan ikut ke Hongkong. Di Hongkong menginap bersama tim . Sebelumnya di Jakarta, Diko Moerdono menyampaikan jika mau tidur satu kamar dengan dia maka siap siap saja menerima kamar penuh asap rokok. Maklum Diko itu perokok berat. Tak mau kalah AFR juga katakan dia harus siap siap juga menerima dengkuran alias ngorok.

Saat welcome party, tidak disangka AFR diminta untuk menyampaikan sambutan selaku wakil dari Pelti. Untungnya sudah siap membawa seragam jas Pelti, jadi tidak malu maluin. Kalau tim tamu Davis Cup bertandang ke Jakarta, Pelti selalu menjemput tim tersebut di bandara. Tapia pa yang tim Indonesai terima, ternyata tidak ada satupun panitia setempat yang menjemputnya. Dari sini bisa dilihat kalau Pelti selalu berikan pelayana terbik kepada tim tamu.

Saat bertanding di hari pertama Elbert Sie harus turun, ternyata Elbert sempat kram perutnya. Elbert tunjukkan kepada kapten Bonit Wiryawan yang duduk didalam lapangan perutnya. AFR melihat dari jarak 10 meter, seperti bola pingpong menonjol di perut.
Saat itu juga relan rekannya , Suwandi cs mulai berteriak beri semangat kepada Elbert dan akhirnya bisa melanjutkan permainan tetapi kalah.
Setelah selesai di hari pertama dengan kedudukan 1-1, karena Prima Simpatiaji berhasil curi angka. Diko Moerdono bercerita ternyata Elbert itu belum makan pagi. Ini kebiasaannya selama ini. Bisa dibayangkan bertanding 5 set belum sarapan, benar benar membingungkan semua pihak. Saat itu juga AFR tekankan kepada Diko Moerdono selaku manajer tim harus bertindak. “Harus sarapan mulai besok, kalau perlu ditongkrongin.” Esok harinya Diko minta Bonit untuk membangunkan Elbert dan sarapan bersama yang selama ini tidak dilakukannya.

Selama di Hongkong ada sedikit masalah yang kelihatannya kecil, karena seaktu anggota tim makan bebek Peking, hanya Elbert yang tidak mau, cukup makan McDonald. Aneh, tapi dibiarkan sehingga Diko bertanya kepada Elbert. Jawabannya cukup lucu, takut flue burung. Langsung dihentak. “Jadi kalau teman teman mati karena flue burung kamu tidak.”
Pengamatan AFR keberadaan Elbert Sie dalam tim nasional belum sepenuhnya mulus seperti pemain lain, karena selalu dibayang bayangi oleh kedua orangtuanya. Ada semacam jurang pemisah.

Widjaja Ditantang Widjaja

Menghadapi SEA Games Malaysia 2001, AFR ikut serta didalam tim tenis sebagai supporter dan membantu tim terutama masalah Humas. Ada kejadian lucu yang dibuang sayang sebagai catatan harian AFR, dan sudah pernah diberitakan oleh satu Harian Ibukota (Sinar Harapan)
Angelique Widjaja sedang menanjak saat itu. Rising star petenis Indonesia

Sewaktu berada di kantin lapangan tenis jl. Duta Kuala Lumpur bersama sama dengan pelatih fisik Alex Taufik, terjadilah suatu kehendak orangtua Angelique Widjaja yang disampaikan ke AFR untuk diteruskan kepada Martina Widjaja selaku Pimpro Tim SEA Games. Permintaannya sederhana agar Angie diturunkan di tunggal putri perorangan. Saat itu sedang dilakukan Technical Meeting untuk penentuan undian pertandingan. Dimaklumi sekali karena Technical Meeting ini yang akan disampaikan masing masing tim nama nama yang akan turun diperorangan baik tunggal, ganda dan ganda campuran Segala argumentasi dilakukan oleh AFR tetap selalu dipaksakan memenuhi kehendaknya. AFR katakan kalau saat itu tergantung penilaian pelatih tim (Suzanna Anggar Kusuma) dan manajer tim (Aga Soemarno). Dingatkan pula Angie baru tiba dari USA setelah ikuti US Open, sehingga dianggap perlu juga diketahui butuh waktu penyesuaian ditempat. Dan juga target tim harus dipakai sebagai tujuannya.
Kelihatan Rico Widjaja tidak mau terima penjelasan yang AFR berikan. Mencapai puncaknya kemungkina tidak digubris AFR Rico Widjaja langsung minta kepada AFR dan Alex Taufik keinginan menantang berkelahi Martina Widjaja. AFR sempat mengingatkan kalau Martina Widjaja itu perempuan. Tapi karena sudah emosi sehingga diluar batas kesadarannya, Rico tetap berkukuh ingin berkelahi. Karena ini hal dianggap AFR tidak perlu dilayani sehingga sewaktu keluar dari kantin Rico masih minta agar disampaikan dengan sedikit ancaman kalau tidak disampaikan.. Tapi masalah ini oleh AFR tidak diteruskan.
Sehari kemudian , AFR dipanggil oleh Martina Widjaja. Saat tiba dikamar Martina Widjaja sudah ada Soebronto Laras, Aga Soemarno, Martina Widjaja, Tintus Arianto Wibowo (pelatih putra), Suzanna Anggar Kusuma (pelatih putri) dan Alex Taufik. Pertanyaan pertama keluar adalah menanyakan kebenaran tantangan Rico Widjaja terhadap Martina Widjaja. Waduh cilaka, tak disangka masuk juga masalah ini. Oleh AFR dikatakan kalau masalah ini sebenarnya tidak mau diungkapkan karena mengingat tim Indonesia belum selesai perang untuk mengejar perolehan medali emas seperti yang ditargetkan oleh KONI Pusat. Akhirnya AFR membenarkan , memang ada permintaan dari Rico Widjaja.

Untungnya tidak terjadi keributan besar, dan tim Indonesia berhasil dengan misinya.
Masalah ini AFR simpan tidak diberitakan kepada wartawan yang meliput tenis SEA Games di Kuala Lumpur, demngan tujuan agar tidak mengganggu suasana tim tenis. Hanya kirimkan berita ke salah satu Koran Ibu Kota saja, yang baru dimuat beberapa hari kemudian.

Senin, 25 Februari 2008

Pengalaman Dengan Pawang Hujan

Dunia olahraga Indonesia sangat kental sekali dengan Pawang Hujan, terutama pelaksana turnamen yang menggunakan ruang luar bukan dalam gedung. Selama berkecimpung di pelaksana turnamen tenis , AFR punya pengalaman cukup bisa dikenang dengan Pawang Hujan.
Pertama kali mengenal Pawang Hujan sewaktu menjadi wakil direktur turnamen ITF Astra International Junior Champs 1989 di Senayan Jakarta. Saat itu sedang berlangsung tiba tiba masuklah orang belum dikenal yang ternyata seorang Pawang Hujan kedalam ruang kerja AFR di Stadion Tenis Gelora Bung Karno. “Bapak yang kontak saya dengan HT (Handy Talky).” Katanya. Diapun katakan kalau tadi sedang dijalan mendapat panggilan melalui Handy Talky. Karena memang tidak pernah memanggilnya, AFR menolak pertanyaannya.” Bapak kan bos disini.” Ujarnya. Itupun saya tolak karena AFR hanya sebagai Wakil Direktur Turnamen, berarti ada Direktur Turnamen ( dr. Eddy Katimansah). Mungkin karena penawarannya ditolak, maka Pawang Hujan tersebut sebelum meninggalkan meja kerja AFR, kemudian mengatakan kalau dia keluar dari lapangan tenis Gelora Bung Karno akan terjadi hujan. Sadarlah AFR kalau yang dihadapinya adalah Pawang Hujan. Kok aneh suatu tantangan baru lagi. Teringat beberapa minggu sebelumnya saat ikut pertandingan tenis persahabatan dalam rangka HUT Bola, saat itu Pawang Hujan tersebut yang biasa digunakan oleh KONI (Komite Olahraga Nasional ) Pusat kalau tidak salah namanya Pak Cakra, sedang membakar kemenyan diluar lapangan rebound ace Senayan. Sehingga asap kemenyan bertebaran di lapangan.

Sadar kalau itu merupakan ancaman, AFR tak bergeming. Benar juga setelah itu beberapa menit kemudian di Senayan turunlah hujan rintik rintik. AFRpun mulai digoda keyakinannya. Apa yang AFR lakukan, hanya dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa kalau itu hanya godaan sesaat. “Kalau memang Tuhan menghendaki turun hujan maka kami merelakan. Kalau itu hanya godaan sesaat maka kami mohon bantulah kami.” Itulah kira kira sekelumit doa yang dipanjatkan. Setelah itu ternyata hujan rintik rintik itu berhenti.

Pengalaman kedua sewaktu menjadi Direltur Turnamen Indonesia Masters tahun 1989 bulan Desember 1989 di lapangan tenis Hotel Hilton. Saat itu sebagai Ketua Panpel Martina Widjaja yang cukup gesit untuk turun sendiri dalam pelaksanaannya yang sebenarnya tugas dari Direktur Turnamen. Ternyata waktu itu digunakan 3 Pawang Hujan yaitu Pawang hujan yang sering digunakan oleh KONI , sama orangnya diperistiwa pertama. Ada Pawang Hujan yang diusahakan oleh salah satu rekan wartawan Bisnis Indonesia Sdr. Cheppy dan satu lagi entah dari mana. Hari pertama ternyata hujan, tapi pertandingan secara keseluruhan berjalan. Begitu tidak hujan sempat pula salah satu Pawang Hujan bertemu AFR dan mengatakan kalau dia ada maka hujan berhenti. Belum lama menyatakan demikian maka turunlah hujan deras. Pawang Hujan tersebut dicari AFR ternyata hilang entah lemana. Hari seterusnya terjadi kejadian yang sama bahkan banjir melanda lapangan. Akhirnya Martina Widjaja menyerah. “ Fer, you take over deh.” Ujarnya. Saat itu juga AFR minta petugas perlengkapan Sinyo Mosal untuk menurunkan barang2 yang digantung oleh Pawang Hujan dipohon pohon sekitar lapangan tenis. “ Sinyo, kasi turung tu samua onderdil diatas pohong. En buang jauh jauh diluar Hotel Hilton.” Perintah AFR dengan bahasa Manado kental. Setelah itu pertandingan berjalan tanpa gangguan hujan. Puji Tuhan !
Pendapat AFR saat itu kalau ada yang mau membantu Panpel atas turunnya hujan maka jangan overacting dan pasang tarif. Jika mau bantu silahkan tidak perlu demonstratip dilakukan dimuka umum dan tidak komersil. Karena saat itu sepengetahuan AFR sudah panjar kepada Pawang Hujan. Kejadian kejadian ini sempat pula Bendahara PB Pelti (1986-1990) Edwin Gerungan mengatakan kalau bicara Pawang Hujan jangan didepan AFR. Ini benar benar guyonan saat itu.

Peristiwa ketiga saat menjadi panitia pelaksana Maesa Paskah di Pusat Tenis Danamon (Kemayoran). Maesa salah satu klub tertua (berdiri tahun 1924) setiap tahun selenggarakan turnamen tenis Maesa Paskah yang dikaitkan dengan bulan Paskah. Sebelum turnamen dibuka dilakukanlah suatu kewajiban sebagai orang Kristen adalah berdoa bersama seluruh Panpel. Sebagai Ketua Panpel John Kairupan, sedangkan AFR sebagai Sekretaris Persatuan Tenis Maesa seluruh Indonesia dan saat itu sebagai Manager Sport Pusat Tenis Danamon (Kemayoran). Pembukaan turnamen dilakukan distadion tenis Pusat Tenis Danamon yang saat itu dipasang karpet. Oleh Ketua Panpel sempat bertanya kepada AFR karena kuatir turunnya hujan untuk menyediakan Pawang Hujan. AFR tetap menolak. Benar juga setelah selesai berdoa kurang lebih 15 menit kemudian udara mendung yang kelihatan kecendrungan turun hujan. Sebagai Ketua Panpel John Kairupan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan turnamen Maesa Paskah saat itu kembali minta kepada AFR agar siap siap sediakan Pawang Hujan. Saat itu juga AFR mengingatkan kalau Panpel belum kering berdoa kepada Tuhan kenapa harus goyah. “ Kalau memang Tuhan Menghendaki Turun Hujan kita tidak bisa menolaknya. Harus diterima.” ujar AFR. Karena tidak dilayani John Kairupan menghindar sambil senyum senyum ketir. Memang saat itu juga hujan tidak turun. “Memang kalau bicara Pawang Hujan dengan AFR, tidak mempan” ujar John Kairupan dengan malu malu

Kamis, 21 Februari 2008

Suka Duka Selenggarakan Persami


Suka duka selenggarakan turnamen tenis yunior Sabtu Minggu yang lebih dikenal sebagai Persami cukup banyak dialami AFR sejak dicetuskan pertama kali saat duduk dalam kepengurusan Pengda Pelti DKI Jakarta (1994-1998).
Tujuan dari Persami adalah mengatasi permasalahan kekurangan sponsor dimana setiap selenggarakan turnamen tenis membutuhkan beaya yang cukup besar. Akibatnya saat itu ada kecendrungan adanya penurunan frekuensi turnamen tenis nasional maupun internasional. Kemudian oleh AFR dikembangkan dengan menjadi Persami Piala Ferry Raturandang dengan tujuan menjadikan turnamen adalah kebutuhan. Awal tahun 2008 sudah memasuki pelaksanaan Piala Ferry Raturandang ke 51 kali.
Saat masih bernama Persami, banyak omelan ataupun cemohan dikeluarkan oleh keluarga peserta karena pelaksanaannya hanya 2 hari yang dianggap sangat berat. Cemohan dalam bentuk ungkapan langsung kepada AFR didepan orangtua lainnya. “Wimbledon saja tidak seperti ini. Ini turnamen apaan.” Salah satu bentuk cemohan. Karena dalam pelaksanaan pertandingan saat itu hanya menggunakan satu set saja yaitu siapa yang mencapai 6 games pertama maka menang. Memang dalam suatu turnamen tenis ditentukan setiap pemain bertanding dalam sehari hanya boleh 2 kali saja. Dalam turnamen resmi tentunya system pertandingan minimal the best of 3 artinya bisa 2 set( 6 games) atau 3 set maksimal. Jadi kalau dalam 2 hari tentunya masih mungkin bertanding maksimum12 kali 6 games dengan asumsi setiap bertanding terjadi 3 sets. Sedangkan saat itu ada salah satu anak bertanding sampai 7 kali @ 6 games saja. Karena yang beri komentar sayalihat bukan pemain tenis, maka saya tidak mau bereaksi.

Suatu saat 2007, AFR kedatangan tamu kekantor PB Pelti Senayan yaitu Tony Sangitan yang mewakili Panitia turnamen Bakrie Men’s Futures 2008. mau ketemu Ketua Bidang Pertandingan PB Pelti Enggal karjono. Sambil menunggu sempatlah ngobrol2 di ruang tamu.
Pertanyaannya dengan gaya yang tidak enak dilihat bagi yang belum mengenal Tony Sangitan. “ Apa hasil dari Persami selama ini sudah dilaksanakan oleh Pakar Persami ? “
Karena motivasi pertanyaan ini sudah melenceng dari sebenarnya (penilaian AFR saat itu karena biasanya menjelang Munas Pelti 2007 ada intrik2 yang masuk), sehingga tentunya jawaban AFR juga disesuaikan dengan situasi. “ Kagak pusing lah yang penting buat Persami. Gua bukan Pembina.” Itu jawaban konyol yang sengaja memancing kelanjutan pembicaraan. “Tidak bisa begitu dong, harus ada tujuannya. Terlpas dari cari untung harus ada dong.” Tambah sewot juga. Menghadapi serangan ini AFR menjawab dengan merendah saja, tidak perlu tinggi hati. “ Oh, ya , kalau begitu saya sih mau claim bahwa ini petenis petenis hasil Persami yang saya buat. Anda kenal petenis Indonesia yang namanya Sandy Gumulya, Beatrice Gumulya, JessyRompies, Grace Sari Ysidora, Sandy Purnomo, Sonny Purnomo, Ayrton Wibowo dan banyak lagi. Sewaktu usia sekitar 10 -12 tahun pernah ikuti Persami yang saya buat di Jakarta (Kemayoran). Tapi sekali lagi saya katakan saya tidak bilang kalau mereka hasil Persami. Kecuali Grace Sari yang Ibunya selalu menyampaikan kalau Grace Sari itu hasil Persami.” Akhirnya pertanyaan berikut tidak muncul lagi. Pembicaraan berpindah ke persoalan lain.

Ada kejadian lucu di lapangan tenis Caringin Bandung. Lapangan tenis Caringin di Bandung sebenarnya tidak disenangi oleh petenis asal Bandung sendiri. Dianggapnya jauh dan kumuh karena letaknya dibelakang Pasar Induk Caringin. AFR tetap promosikan Persami Piala Ferry raturandang di lapangan tenis Caringin sampai awal 2008 masih tetap digunakan. Memang melihat lapangan ada 6 dan tempat penonton cukup bagus, sehingga secara konsisten dilaksanakan di Caringin. Suatu saat salah satu Ibu dari petenis putrid kembar, kalau tidak salah namanya Shinta, sudah mengumpulkan uang pendaftaran peserta 6 petenis dari klubnya yaitu Octa Daya Sport yang bermarkas di Caringin. Tetapi uang ditarik lagi dari petugas pertandingan yang duduk dimeja pertandingan. Setelah selesai pertandingan baru saya dilaporkan tetapi Shinta sendiri sudah tidak ada. Komentar AFR saat itu hanya menyalahkan petugas pertandingan karena sewaktu sign in tidak langsung diminta uang pendaftaran yang hanya Rp. 100.000. “ Ya, tidak dibayar saya tidak jadi miskin, dibayar juga saya tidak jadi kaya.” komentar AFR ke petugas lapangan.
Setelah kejadian tersebut AFR selalu menerima SMS yang tidak ditanggapi oleh AFR. Sebagai contoh kalau kirim SMS ke anggota klub tsb di Bandung selalu dapat tanggapan aneh. Seperti " Ngapusi Wong Cilik"

Karena sudah menggunakan nama Piala FR maka tentunya dipakai Piala yang lebih mahal dari Jakarta. Sering terjadi sudah pesan piala ternyata jenis pertandingan salah satu kelompok umur batal sehingga piala akan berlebihan. Untuk efisiensi maka dibuatlah Piala tanpa labelnya yang akan menyusul. Saat itu putri2nya mendapatkan piala yang cukup bagus (beli di Medan) dari gelas. Beberapa kali bawa label dikesempatan Persami Piala FR tidak ketemu sehingga belum kesampaian. Begitu ketemu bawa pialanya dikembalikan dalam keadaan sudah kumuh dan terlepas dari gagangnya untuk diperbaiki.. Ini sama saja tidak menghargai turnamen namanya. AFR sendiri sering mendengar cemohan soal Persami dilontarkan didepan AFR yang tidak diketahui maksud dan tujuannya. Tapi anehnya mengejek petenis yunior lainnya karena ikut Persami FR , putrinya sendiri ikut didaftarkan juga.
Ada lagi SMS yang masuk dari pelatih di Palembang yang dikirimkan ke Alfred Raturandang dan diforward ke ponsel AFR. Isinya katakan kalau AFR selenggarakan Persami di Palembang tujuannya mencari keuntungan. Karena kenal siapa orangnya, AFR langsung reply ke Alfred Raturandang untuk diteruskan kepada yang bersangkutan. Isinya cukup konyol, yaitu kalau pelaksana turnamen tidak untung itu adalah goblok per goblok goblok. Ini hanya reaksi untuk menenangkan hati saja. Gitu aja repot repot.

Begitu jumpa pelatih Palembang tersebut, AFR cuma katakan kalau Anda sebagai anggota Pengurus Daerah Pelti sebaiknya jangan banyak keluhan atas kinerja Pengda Pelti didaerahnya. Lakukanlah sesuatu demi tenis didaerah sendiri. Karena sifat yang selalu mengeluh soal Pengda peltinya yang selalu berulang ulang datangnya tetapi tidak bisa memecahkan persoalan tersebut.
Banyak tantangan dihadapi tapi tetapi kepuasan didapat karena tujuan sebenarnya, Turnamen adalah Kebutuhan Atlit sudah tercapai. Buktinya saat ini di Jakarta saja sampai berebutan ambil hari untuk Persami. Ada Persami ST KTC, Persami STAW, Persami Rasuna dll.

Deddy Puji Martina, AFR Dituduh Bohong

Menjelang Munas Pelti 2007, suasana adem ayem tidak seperti Munas 2002 dimana 6 bulan sebelumnya sudah mulai hangat terutama dalam pemberitaan media massa.
AFR sering iseng bertandang ketempat latihan pelatih Deddy Prasetyo untuk mencari informasi mengenai perkembangan tenis Indonesia maupun perkembangan kegiatan calon calon Ketua Umum PB Pelti mendatang. Sambutan cukup baik dan selama ini cukup cooperative sehingga tidak masalah. Diskusi cukup hangat, bahkan oleh Deddy dinasehatkan agar jangan sering muncul ditempat latihannya , takut diisukan membelot dari Martina Widjaja. Saya hanya ketawa saja, karena hak AFR untuk bergaul dengan siapa saja insan tenis.
Satu saat dibulan September 2007, percakapan tilpon dengan Deddy Prasetyo terungkap bahwa Martina Widjaja dipuji oleh Deddy Prasetyo dalam kepengurusan selama periode 2002-2007. Semua program mulai Mini Tenis, Persami, Coaching clinic, pelatihan wasit, pelatih semua diakuinya bagus. Yang kurang menurutnya adalah pembinaan senior yang tidak jalan. Karena ini merupakan bahan berita sehingga AFR ungkapkan dalam website Pelti.
Kesan positive terhadap pelatih Deddy Prasetyo diangkat dalam berita. Tak disangka berita ini bukannya menjadi hal yang positive tetapi justru menyudutkan sumber berita yaitu AFR. Keluarlah komentar yang diangkat dalam website tersebut yang sangat menyudutkan AFR diangap sebagai biang keributan dalam pertenisan nasional yang suka memutar balikkan permasalahan. .Dikatakan tidak mungkin Deddy mau memuji Martina dan ditanyakan apakah pernah dimuat di media massa mana. Karena sipengirimnya tidak sebutkan namanya sehingga tidak mendapatkan respons . Tetapi ponsel AFR muncul SMS yang nadanya sangat mirip yang menyudutkan AFR. Akhirnya ketahuan yang mengirimnya adalah seorang pelatih dari kota Tegal Taufan yang dulu pelatih fisik Prima Simpatiaji. Akhirnya perang SMSpun terjadi.
Saat itu AFR sedang persiapkan turnamen internasional Men’s Futures 2007 di Bali. Sewaktu di Bali, AFR mendapatkan SMS dari Bobby Pakpahan yang juga teman baik dari Taufan, yang memberikan pesan agar hati hati berhubungan, apalagi ribut dengan Taufan. Bahkan sedikit menakut nakuti dengan mengatakan kalau sekarang di sekretariat PB Pelti ada 5 orang berambut cepak mencari AFR. Ternyata hanya gertakan semata. Setelah kembali ke Jakarta, AFR sempat ditilpon langsung oleh Taufan dan AFR katakan kalau pembicaraan AFR dengan Deddy Prasetyo itu bukanlah rekayasa. Sangat lumrah jika awalnya orang benci tetapi kalau sadar atas kekeliruannya bisa berubah pikiran dari negatip menjadi positip. Januari 2008 AFR diundang oleh Pengcab Pelti Kota Tegal untuk peresmian lapangan tenis oleh Ketua Umum PP Pelti Martina Widjaja dan pelantikan Pengkot Pelti Tegal oleh Ketua PengProv Pelti Jawa Tengah. Bertemulah AFR dengan Taufan disela sela pertemuan, membicarakan kemungkinan kerjasama dalam pertenisan di Tegal.

Akibat Over Involved Orangtua

Orangtua yang sangat fanatic terhadap putra maupun putrinya, sangat wajar sekali kalau sangat mendukung putra dan putrinya menggeluti cabang olahraga bergengsi yaitu tenis. Selama ini cukup banyak dukungan orangtua baik yang mampu maupun pas pas-an istilahnya yang berkecimpung di pertenisan Indonesia . Upaya dengan habis habisan banyak juga terjadi, bahkan sampai jual rumah untuk menunjang pretasi putra atau putrinya. Hanya saja tanpa disadari justru dukungan yang berlebihan sehingga sering tanpa disadari justru berbahaya bagi putra dan putrinya. Hal ini dikenal dalam dunia medis dengan over involved seperti yang dikatakan Dokter spesialis kedokteran jiwa Dr. Imansyah SKJ yang juga pecinta tenis.. Merasa over protected dari orangtua, membuat anak anak kurang percaya diri jika tanpa kehadiran orangtua didalam turnamen.. Akibatnya bisa muncul pembenaran atas kekurangan pada diri putra atau putrinya, apalagi kalau kalah. Kurang Pede (percaya diri) merupakan kendala mengembangkan prestasinya.
Tenis merupakan olahraga yang cukup gentle seharusnya bisa dibanggakan dan dijalankan oleh masyarakat tenis baik selaku pelaku maupun pecinta. Kejadian kejadian panas suka terjadi bahkan telah terjadi selama ini. Dimasa AFR duduk sebagai anggota Pengda (Pengurus Daerah) Pelti DKI Jakarta ( 1994-1998) terjadi adegan kurang enak dilihat dilakukan oleh pelaku tenis. Ini terjadi saat Pengda Pelti melaksanakan turnamen internasional STARCO International Junior di Pusat tenis Danamon, Kemayoran Jakarta.
Saat itu petenis cilik Angelique Widjaja sedang bertanding dengan lawannya dari luar negeri (kalau tidak salah dari Korea). Kedua petenis diusia sangat muda punya kesulitan komunikasi yaitu bahasa Inggris . Terjadilah ketidak kesepakatan masalah games yang didapat, maklum pertandingan dilakukan tanpa wasit. Saat itu AFR sedang duduk dikantor Pusat Tenis Danamon Kemayioran. Tiba2 dipanggil oleh salah satu petenis, kalau ada keributan dilapangan. Langsung AFR keluar masuk kedalam lapangan dan melihat dari jauh kejadian dilapangan No. 18. Terlihat ayah dari Angelique Widjaja yaitu Rico Widjaja sedang dilerai oleh ayah dari Lianasari Batubara dan terlihat sedang mengayunkan tangannya kearah salah satu pelatih Hok Subagyo yang sebenarnya bukan panitia pertandingan. Karena dihalangi oleh Batubara sehingga ayunan tangan tersebut tidak mengenai diri Hok Subagyo. Sedangkan Referee sebenarnya adalah June Welford yang saat itu sedang berada dilapangan luar. Dari kejadian tersebut sebenarnya Hok tidak punya hak turun kelapangan karena bukan Referee begitu juga Rico Widjaja tidak berhak turun dari tribun kedalam lapangan ikut campur permasalahan dilapangan. Cukup sebagai penonton yang baik walaupun yang bertanding adalah putra dan putri. Begitu menyadari apa yang telah dilakukan Rico Widjaja ketemu AFR dan minta maaf atas kejadian tersebut.Untung masih bisa minta maaf saat itu.
Adegan mau adu jotos dilapangan indoor Pusat Tenis Kemayoran (dulu Pusat Tenis Danamon) hampir terjadi saat AFR menggelar pertandingan Sabtu Minggu (Persami).
Waktu itu sedang bertanding antara Christopher Rungkat melawan Ryan Rahimi Hamzah dilapangan No. 17 Pusat Tenis Danamon. Pertandingan disaksikan kedua ayah di tribun lapangan indoor. Suatu saat timbul ketegangan masalah bola out dan in dilapangan. Kedua orangtua ini berbeda pendapat , yang satu katakan out sedangkan yang lainnya katakan bola itu in. Timbullah ketegangan yang hampir mencapai puncaknya, sedangkan tempat duduk mereka berdua sudah dekat. Ayah Christopher, Michael Rungkat lebih muda dan berdarah panas sedangkan lawannya mantan mariner yang keduanya bertempramen panas. Saat itu AFR berada ditribun , melihat situasi tidak menguntungkan. Langsung beri kode kepada Michael agar sabar saja. Untungnya Michael Rungkat yang saya kenal juga ayahnya Ben Rungkat salah satu tokoh bersama di pertenisan Maesa, menyadari dan menghormati AFR , sehingga bisa menahan diri.
Ada satu lagi kejadian lainnya antara Ibunya Ryan Rahimi dengan Ibu Idrus yang putranya (Kiki) sedang bertanding dilapangan indoor No. 14 . Masalah out dan in juga diperdebatkan. Keributan adu mulut antara kedua Ibu tersebut merembet ke suami Pak Idrus yang sedang berada dikantin belakang lapangan. Saat itu saya melihat Pak Idrus ini sedang buka baju masuk kedalam indoor , mungkin mendengar istrinya sedang ribut dengan Ibunya Ryan Rahimi . Saat itu AFR sedang berjalan keluar dan melihat Idrus masuk dengan dada telanjang. Langsung AFR tegur ada apa kok dada telanjang. Setelah itu mungkin sadar apa yang terjadi, dan malu dengan sendirinya. Tetapi adegan adu fisik tidak terjadi. Hanya sempat adu mulut.
Hari ini tepatnya tanggal 21 Februari 2008, terjadi pula dihalaman lapangan tenis Hotel Sultan ditengah tengah pertandingan Cigna Open 2008. Pagi ini terjadi pertandingan petenis muda melawan petenis senior, sehingga dalam berita media massa dikatakan petenis muda diuji oleh seniornya seperti Hendri Susilo Pramono melawan Ayrton Wibowo, Bonit Wiryawan melawan Aditya Hari Sasongko, Febi Widhiyanto melawan Andery Setyawanto yang dimenangkan oleh seniornya. Hasilnya petenis senior unggul yang ikut memicu permasalahan yang awalnya merupakan keisengan semata.
AFR melihat kurang lebih 10 meter didepannya ada adegan adu mulut antara Michael Rungkat dengan Harmony Ginting bahkan ada kecenderungan mau adu fisik, tetapi masih dilerai oleh penonton lainnya yang juga satu klub atau yangdidekatnya. Tapi sempat mereda , Michael ditarik dan Harmonypun berjalan keluar. Tiba tiba Michael pun berjalan kearah Harmony dan keduanya menuju keluar ke tempat parkir dan terlihat keduanya masih adu mulut disaksikan dari jauh dan terlihat ada yang berusaha melerainya. Setelah itu Michael kembali ke dalam halaman lapangan tenis. AFR hanya mengatakan ketika bertemu Michael Rungkat yang memang bertempramen panas, harap sabar saja. Dan Michael menyampaikan ketersinggungannya atas ucapan Harmony tersebut yang menyebut nama anaknya Christopher Rungkat. Sedangkan dari Harmony Ginting bermaksud bercanda. AFRpun bercanda dan bertanya ke Michael kalau tadi pagi minum apa sampai panas .

Pelatih Telinga Tipis

Mengenal sedikit pelatih tenis Indonesia yang ada saat itu dari berbagai ragam maupun sifatnya cukup menarik, menjadi perhatian bagi pertenisan Indonesia. Salah satu pelatih yang menjadi topik pembicaraan karena keunikannya adalah Deddy Prasetyo.
Yang bersangkutan cukup rajin dan cepat tanggap merupakan makanan empuk sebagai sumber berita bagi jurnalis kita. Dan mudah bereaksi. Dia termasuk pelatih yang sangat komunikatip dengan wartawan. Kalau orang Manado katakan “ telinga tipis”, kalau diserang kata kata.
Untuk menguji apa yang didengar selama ini AFR disuatu kesempatan bertemu di Pusat tenis Danamon (Kemayoran) . Peristiwa ini terjadi saat AFR duduk dalam kepengurusan Pengda Pelti DKI Jakarta ( 1994-1998 ) bersama sama Deddy Prasetyo yang duduk di komite pembinaan, sedangkan AFR di komite pertandingan dan komite promosi dan marketing.
Saat turnamen Piala Thamrin berlangsung, kebetulan sedang bercakap cakap dengan teman yang juga ikut melatih di lapangan tenis Senayan Jakarta, yaitu Tony Sangitan. Saat itu kurang lebih 3-4 meter Deddy Prasetyo sedang menonton pertandingan yang sedang berlangsung.
“ Mana pelatih pelatih kita. Saya buat turnamen banyak tapi hasilnya mana ? Cuma juara juara RT saja.” ujar AFR kepada Tony Sangitan dan sempat berbisik kalau mau lihat reaksi Deddy. Ini keisengan yang ternyata benar mendapatkan sambutan dari yang dituju.
“ Ini juara juara Piala Thamrin adalah hasil binaan saya.” Ujarnya dengan semangat untuk menyambut perkataan AFR yang ditujukan ke Tony Sangitan.
AFR hanya menyambut dengan mengatakan.” Oh ya, bagus dong.”. Tetapi rupanya pancingan berlanjut, Deddy langsung mengatakan.” Mana hasil Pengda DKI membina atlit.” ujarnya. Mendengar pertanyaannya, AFR langsung bereaksi karena duduk sebagai pengurus di Pengda DKI ditembak langsung. “ Oh memang benar Pengda DKI betul betul brengsek dan tidak ada pembinaannya. Brengsek juga ya Pengda Pelti DKI yang tidak ada hasilnya, apalagi yang duduk di komite Pembinaan Pengda Pelti DKI ada yang namanya Deddy Prasetyo.” ujar AFR langsung menembaknya. Menyadari kena sasaran tembak, tidak hilang akalnya dan dijawab pula, kalau Deddy sudah mengajukan permintaan mundur di Pengda DKI. “ Oh itu saya tidak tahu, karena masih resmi duduk di Pengda Pelti DKI Jakarta.” ujar AFR
Dengan kejadian ini membuktikan kalau dia itu telinga tipis. Tetapi setelah itu pertemanan tetap berlangsung baik sampai sekarang, karena bagi AFR perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah sekali.

Selasa, 19 Februari 2008

ETIKA di Tenis Diperlukan Sekali

Etika, berperan sangat penting bagi kehidupan sehari hari , termasuk didalam kehidupan bermasyarakat , begitu pula dalam lingkungan pertenisan Indonesia. Etika seharusnya dijunjung tinggi bagi pelaku pelakunya karena akan mendapatkan trust kedepannya.
Etika memang enak didengar tapi sulit diterapkan bagi yang kurang memahaminya. Etika berlaku kepada pemain, pelatih maupun orangtua petenis dan juga masyarakat tenis, yang juga merupakan panutan.
Tulisan ini diangkat mengingat pengamatan dan pengalaman didalam pelaksanaan turnamen mulai dari kelas Persami sampai turnamen internasional baik yunior maupun Pro-Circuit.
Ada yang mau main pukul kepada petugas pertandingan karena emosi terhadap kepemimpinan dalam turnamen yang dianggap merugikan putranya. Ada yang dengan kata kata yang tidak enak didengar dan sebagainya.
Istilah sebagai panutan sebenarnya sangat berat sekali bagi seorang pelatih. Di pertenisan dikenal pula dengan Code of Ethics yang akan berlaku bagi Pelatih dan juga petenis sendiri. Di turnamen dikenal Code of Conducts, begitu pula diingatkan untuk pelatih dikenal juga Code berisi 26 pasal.
Suatu peristiwa yang telah terjadi menyangkut Code of Ethics for Coaches, sesaat melihat turnamen internasional di lapangan tenis Executive Club salah satu hotel berbintang di Jakarta. Kekecewaan antara pelatih dengan induk organisasi dimanfaatkan dalam hasil anak asuhnya di turnamen internasional ini dimanfatkan agar diketahui oleh masyarakat atas kebenarannya teorinya. Lho, kenapa dikaitkan dengan Pelatnas yang nota bene milik dari KONI Pusat. Ada apa antara dia dan KONI Pusat sehingga dengan mudah dan disadarinya keluar kata kata tersebut. Sebelumnya dengan lantang keluar dari mulutnya seakan menantang pelatih lainnya atas keberhasilannya menangani petenis nasional . Bahkan dia pun bertanya tanya hasil yang didapat dari atlet atlet yang pernah diasuhnya masuk ke pelatih lainnya. Akibatnya keluarlah puncak kekesalannya dengan katakan Pelatnas taek (nama kotoran manusia). Bagaimana rasanya bagi petinggi KONI baik Pusat maupun Provinsi mendengar kata kata tersebut dari seorang pelatih tenis yang juga mantan pelatih nasional.

Teringat saya akan salah satu code ethics untuk pelatih yang dikeluarkan oleh Badan Tenis Internasional ( International Tennis Federation ) .” At all times act as a role model that promotes the positive aspects of sport and of tennis by maintaining the highest standards of personal conduct and projecting a favourable image of tennis and of coaching at all times “.
Ini salah satu dari 26 point dari Code of Ethics for coaches yang ditanda tangani oleh President ITF Francesco Ricci Bitti.
Ada lagi dalam code of ethics disebutkan, “ Respects other coaches and always act in a manner characterized by courtesy and good faith.”
Belum lagi ada disebutkan, “ Do not exploit any coaching relationship to didengar kena penalty karena pelanggarannya yang dituangkan dalam Code of Conduct.
Ada kejadian yang menyangkut Code of Ethics for Coaches yang saya lihat dan dengar terjadi di lapangan tenis Hilton sewaktu menyaksikan final tunggal turnamen tenis internasional putri Mitra Kencana Cup 2006.
Bangga, karena tuan rumah masuk final baik tunggal dan ganda. Lebih bangga lagi saat keluar sebagai juara di ganda dan tunggal sehingga turnamen women circuit ini milik tuan rumah.
Tapi kebanggaan itu hanya sesaat karena dicorengi juga oleh ulah pelatih kondang yang jelas jelas tidak simpatik. Hal ini dilakukan didepan fans nya sendiri yang terdiri orang tua murid-2nya dan didepan wartawan maupun petinggi PB Pelti. Tetapi hanya ditanggapi oleh senyum seorang petinggi PB Pelti yang sudah mengenal karakternya.
Terdengarlah kata kata mutiara akibat tidak puas atau hanya merupakan ulah yang sudah merupakan karakternya untuk meningkatkan citranya dengan cara public relations ala dia sendiri.
“Pelatnas taek.” Begitulah kata kata kurang enak didengar bagi pecintanya. Saya bertanya tanya siapa sih yang keluarkan kata kata demikian . Ternyata keluar dari seorang mantan pelatih tenis nasional yang juga merupakan idola saya selama ini. further personal, political, or business interests at the expense of the best interest of your student.”.
Waduh cukup panjang sekali dan banyak isi dari code of ethics ini sehingga bisa jadi kurang bisa dipahami.

Saya dalam menjalankan Persami (Pertandingan sabtu minggu) selalu menanamkan aturan aturannya kepada peserta turnamen. Disamping itu pula kepada orangtua dan pelatihnya.
Kita mulai dari Jadilah penonton yang baik. Karena ini turnamen individu sehingga campur tangan orangtua dan pelatih sebatas sebagai penonton saja. Penonton yang baik adalah menghormati petenisnya sendiri, kemudian lawan lawannya dan jiga menghormati pelatihnya sendiri dan pelatih lawannya. Ini sangat penting harus kita ajarkan kepada pelaku pelaku tenis di Tanah Air yang tercinta ini.
Buat apa harus ribut melulu. Ribut di media massa, begitu juga ribut dilapangan. Lihat saja kejadian kejadian lalu, ada pelatih nyaris baku hantam. Tidaklah heran kalau Tabloid Tennis sampai mengeluarkan edisi pelatih bersatulah.
Harapan kami selaku pecinta tenis karena sejak kecil sudah mengenal tenis dan turnamennya, agar memahami tugas dan tanggung jawabnya selaku pelatih yang jelas jelas sudah ada Kode etiknya
Apakah harapan ini bisa terealiser, terpulang kepada pelatih pelatih sendiri.

Senin, 18 Februari 2008

HOW TO WIN atau HOW TO PLAY

Menonton turnamen adalah pekerjaan yang membosankan kecuali didalam turnamen ikut bertanding petenis favoritnya. Apalagi lihat turnamen tenis yunior terutama kelompok umur 10 tahun dan 12 tahun. Tapi bagi orangtua yang putra atau putrinya bertanding membuat sedikit tegang.
Ada perbedaan type permainan petenis cilik di Jakarta dan diluar Jakarta. Prosentase petenis luar Jakarta menguasai pertandingan kelompok umur 10 tahun maupun 12 tahun. Apa sebabnya demikian. Pengamatan selama ini terlihat jelas type permainannya berbeda. Petenis luar Jakarta ada kecendrungan memilih HOW TO WIN dibandingkan petenis Jakarta yang lebih cenderung ke HOW TO PLAY.
Jelas dengan postur tubuh kecil (apalagi ada yang tinggi badannya dibawah atau sama dengan tinggi net, alami kesulitan melayani Moon Ball yang diberikan lawannya. Tenis adalah speed and power game diabaikan. Banyak alasan diberikan oleh pembinannya. Kebiasan seperti ini sebenarnya awal kehancuran atlit tersebut. Sebenarnya power itu sudah dari kecil dilatih sehingga jika pukulan dasarnya terbentuk maka dengan sendirinya speed and power game akan dilakukannya.
Memang dalam pertandingan tujuannya adalah MENANG. Tapi lupa cara mendapatkan kemenangan dengan cara cara lembut sangat kurang menguntungkan setelah beranjak dewasa, kebiasaan ini tetap terbawa bawa. Ya, bisa saja dikatakan ini bagian dari strateginya.
Tetapi jika dilakukan how to play dengan lakukan pukulan pukulan benar dan keras, otomatis nanti kontrolnya bisa dilakukan kemudian. Bukan sebaliknya kontrol nomer satu. Ini akbat dari target petenis adalah juara kelompok yunior bukannya juara dikelompok senior atau kelompok umum (Pro)
Sebentar lagi bisa dilihat turnamen internasional yunior di Jakarta. Seperti turnamen internasional selama ini terlihat petenis tuan rumah kewalahan dengan petenis asing yang memiliki pukulan keras sekali. Cobalah diubah. Tapi mungkin saya salah tapi mungkin juga benar tapi silahkan coba dong dan lihat hasilnya.

Pengalaman pernah terjadi atas putri saya semasa usia 9-10 tahun di turnamen Eldorado Cup, Bandung. Karena datang agak terlambat dan sudah dipanggil panitia, praktis kurang pemanasan. Setiap pegang servis selalu kalah mudah yaitu 0-40, sehingga angka sudah menunjukkan 7-0 untuk lawan. Apa yang terjadi dengan supporter yang berikan dukungan diluar saat itu datang dari 2 keluarga Raturandang. Dari Om, tantenya maupun sepupu sepupunya termasuk Ibunya dan kakaknya sekalipun minta setiap servis dilakukan bukan dari atas kepala karena sering double fault. Cukup dengan servis dari bawah supaya kemungkinan masuk pasti besar. Masuk akal juga. Tapi saya sebagai Ayahnya hanya diam karena saya inginkan how to play bukan how to win dalam usia 9-10 tahun. Selama itu saya tanamkan selalu how to play not how to win. Saat angka sudah 7-0, putri saya menemukan servisnya sehingga mulailah percaya diri (PD). Mau tahu akibatnya angka menjadi 7-7 dan menang 9-7.
Setelah itu Omnya yang profesi pelatih yang waktu itu belum jadi pelatih nasional, katakan kalau saya bisa atasi hal itu. Intinya adalah How to play bukannya how to win.

"Kenapa Bolanya Out. Apa Yang Salah ?"


Ini satu ilustrasi dalam latihan petenis yunior. Pertanyaan yang tepat karena pelakunya tidak tahu masalahnya dan mau bertanya. Ini menunjukkan petenis tersebut cerdas otaknya. Mau jadi petenis tangguh harus cerdas sehingga bisa jadi juara. Ini suatu kebiasaan yang harus diterapkan jika ingin maju. Seorang Petenis itu harus cerdas, karena tenis olahraga individu sehingga selain tenaga tentunya dibutuhkan kecerdasan terutama didalam lapangan sudah harus bisa lakukan sendiri baik dalam analisa maupun membuat keputusan.

Jawabannya adalah ….pukulan out itu sudah benar , yang salah adalah Decision Making yang dibuat sehingga bola out. Kenapa lakukan pukulan disaat yang tidak tepat. Pukulan dilakukan harus melihat juga oncoming ball, apakah bola itu low atau medium atau high sehingga beda antisipasinya. Kalau low tanyakan kira kira apa yang harus dilakukan, jangan berikan dulu jawabannya, usahakan agar dia berpikir sendiri, jika belum terjawab baru beri contoh yang simple sehingga jawabannya akan keluar dari petenis sendiri.
Tunjukkan perbedaannya untuk medium dan high. Disini yang harus ditekankan adalah atlet harus mulai diasah untuk berpikir karena kalau sudah didalam lapangan pelatih tidak bisa berperan karena ada aturan yang melarang ikut campur pelatih saat atlet bertanding yang dikenal dengan larangan coaching selama permainan

Tenis Adalah Profesi


Saat yunior berprestasi muncul kekuatiran Orangtua terhadap masa depannya, sering menghangtui masyarakat tenis umumnya. Kenapa demikian, karena harus dimaklumi saat itu pertenisan kita masih belum segiat saat ini.
Dikala jumlah turnamen tenis di Indonesia meningkat maka mulailah membuka mata atlet tenis terhadap salah satu profesi baru menunggu didepan mata. Apalagi menjelang Pekan Olahraga Nasional setiap Provinsi sibuk adakan Pekan Olahraga Provinsi (dulu dikenal dengan PORDA). sehingga peningkatan kegiatan bagi atlit tenis cukup signifikan dengan peningkatan income atau kocek atlit.
Harus dimaklumi kalau Olahraga itu adalah suatu pekerjaan seperti pekerjaan lainnya yaitu dokter, guru/dosen, pengacara, pilot, stewardes dan lain lainya. Sehingga jika seseorang telah memilih Olahraga merupakan pekerjaannya maka atlet tersebut akan menerima imbalan atau uang.
Banyak atlet tenis maupun mantan atlet yang sudah menikmati tenis sebagai satu profesinya. Jika sudah menjadi mantan petenis, maka kemana akan perginya. Dari pemantauan saya banyak yang beralih menjadi pelatih. Seperti Suharyadi, Sulistyono, Sri Utaminingsih, Tjahjono, Peter Susanto, Dede Suhendar, Meiske Handayani, Lita Soegiarto, Soegiarto Soetarjo, Andrean Raturandang, Eddy Kusdaryanto, Eny Sulistyowati dll. Kalau yang berkiprah diluar negeri seperti Benny Wijaya sekarang sebagai pelatih (ITF Level-3) di Hongkong yang menangani tenis yunior Hongkong. Kemudian Daniel Haryanto di Singapore bersama sama Stanley Sanger. Di Malaysia ada Marco Sitepu dll. Begitu juga dengan prestasi tenis bisa mendapatkan beasiswa di Luar Negeri untuk melanjutkan pelajaran di Universitas.
Dari pemantauan saya kira kira ada 10-15 Universitas di USA mencari petenis Indonesia untuk mendapatkan beasiswa.

Disamping itu pula ada satu profesi di pertenisan yang masih dilihat sebelah mata saja. Yaitu WASIT. Saat ini mantan petenis yang sudah terjun ke profesi wasit adalah Dewi Fortuna dan Eko Yuli. Keduanya semasa yunior sangat dikenal. Saat ini Dewi Fortuna sudah memasuki wasit internasional dengan brevet WHITE BADGE, sedangkan Eko Yuli yang semula menjadi wasit nasional di Balikpapan sekarang pindah ke Jambi. Banyak wasit internasional yang datang ke Indonesia, semula mereka itu wasit hanya jadi sambilan saja. Tapi sekarang sudah full time job. Contoh tahun 1990 saya mengenal Gary Au Yeung sebagai wasit dari Hongkong bekerja di perusahaan teknik , sekarang sudah jadi referee . Begitu juga wasit terbaik dari Australia yang pernah memimpin final Wimbledon Wayne McKewen datang pertama kali ke Indonesia saat Green Sand Satellite Circuit tahun 1990 masih sebagai wasit. Ini turnamen internasional pertama diluar Australia yang dipimpinnya. Sekarang sudah jadi wasit top Australia bahkan sebagai tutor officiating yang ditunjuk ITF.
Mau tahu berapa fee yang didapat sebagai wasit bronze badge untuk satu turnamen ( 5-7 hari) US$ 650-700 bersih belum termasuk board and lodging ditanggung penyelenggara. Hanya untuk menuju keposisi tersebut dibutuhkan perjuangan mulai dari white badge yang setiap tahun diwajibkan untuk memimpin minimal 25 pertandingan. Saya pernah bertanya kepada salah satu Referee asing yang bertugas keliling dunia. Dalam satu tahun dia hanya istrahat 5 minggu, bisa dibayangkan ada 47 minggu tugas x minimal US$ 850.00 – 1,000,00
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah ada petenis yang prestasinya mandek, mau terjun sebagai wasit. ? Disamping itu apa alasan sehingga tidak mau. Bisa travelling dihabitat yang sama yaitu tenis. Silahkan coba, asalkan bisa berbahasa Inggris.

Sabtu, 16 Februari 2008

Life Begins At 35


Dalam kehidupan sehari hari kita mengenal Life begins at 40. Tetapi dunia tenis mengenal Life begins at 35. Karena kita mengenal kegiatan tenis mulai dari kelompok umur alias yunior kemudian kelompok umum yang lazim ikut turnamen nasional atau usia diatas 18 tahun dan terakhir dikenal juga kelompok veteran atau oleh dunia tenis internasional (ATP-Tours) menjadi seniors bukan veteran lagi. Disinilah istilah Life begins at 35 dikenalnya. Kategori kelompok veteran dimulai dari usia 35 tahun keatas.
Veteran dalam sejarahnya maupun perkembangannya mulai turnamen dari semua petenis prestasi mempunyai komitmen sebagai kepanjangan hidupnya ke olahraga tenis.
Sebenarnya veteran ini merupakan kelanjutan dari petenis prestasi diusia muda mempunyai pengalaman2 didalam pertandingan, merupakan reuni dengan teman teman lama dan juga akan bertemu pula dengan lawan lawan baru untuk menjaga tubuh tetap bugar.
Dunia tenis veteran saat ini cukup berkembang dengan pesat, mulai dari proses persahabatan, dimana tempat reuni dengan teman lama. Bahkan memiliki majalah khusus kegiatan veteran didunia, turnamen internasional mulai dengan Dubler cup th 1958. Setiap tahun ITF menggelar sekitar 19 turnamen mencakup 10 kelompok umur dan 2 World Individual Chamnpionships yang diikuti lebih dari 500 peserta dan disamping itu pula ada international circuit. Saking aktipnya veteran dunia mempunyai peringkat dunia pula dari kelompoik umur 35+ sampai dengan 85+.
Hampir semua petenis dunia professional yang mencapai usia 35 tahun akan mengikuti kegiatan kegiatan veteran dunia ini.
Bagaimana dengan veteran di Tanah Air kita. Apakah ada atau tidak. Sebenarnya kegiatan veteran Indonesia ada hanya kurang popular sehingga timbul kesan kurang dikoordiner. Masalahnya kegiatan tetap konsis tetapi tidak diinformasikan secara luas sehingga kegiatan tersebut dipopulerkan disekitar kota tersebut saja Keberadaan Badan Veteran Pelti atau BAVETI yang saat ini dipegang oleh Yolanda Soemano yang sebagai Ketua Umumnya, diharapkan dapat mengkoordiner kegiatan kegiatan veteran di Tanah Air.

Informasi dari mulut kemulut saja digunakan masyarakat pecinta tenis khususnya veteran sehingga bisa diikuti oleh petenis veteran yang sangat haus pertandingan. Kegiatan turnamen veteran didaerah tidak diketahui oleh petenis veteran di Jakarta. Akibatnya terlihat masing masing daerah berjalan sendiri sendiri. Ini kiranya yang perlu dibenahi oleh rekan rekan di BAVETI. Selama ini kegiatan BAVETI setiap tahun hanya berkisar di keikutsertaan atlit veteran ke turnamen internasional di China , setiap bulan Oktober dan sudah merupakan agenda tetap. Walaupun turnamen veteran di China tidak memberikan hadiah prize money, tidak menyurutkan minat petenis veteran Indonesia berperan serta. Sangat kontradiktip sekali kalau kegiatan turnamen veteran di Indonesia jika tanpa prize money, sulit menarik minat atlit ikut bertanding, padahal kebanyakan petenis veteran sudah mapan.
Dipenghujung tahun 2006 dilanjutkan di tahun 2007 dan 2008, muncul kegiatan veteran berupa turnamen tenis beregu Maesa Cup. Diselenggarakan oleh Persatuan Tenis Maesa dibawah koordiner PB POR Maesa. Terlihat animo peserta cukup besar. Mantan2 petenis nasional Indonesia turut berpartisipasi. Bisa dilihat kehadiran Atet Wijono, Hadiman, Didiek Edhie, Bunge Nahor, Donald Wailan Walalangi, Abdul Kahar MIM, Lanny Lumanauw dll. Selama ini jarang kelihatan di turnamen tenis mantan mantan petenis nasional tersebut. Suasana cukup meriah seolah olah reuni sesame mantan petenis nasional. Kelihatan sekali event seperti ini sangat dibutuhkan oleh petenis veteran. Di Bandung juga setiap tahun sering ada turnamen tenis veteran. Hanya gaungnya saja belum sampai ke nasional. Melihat semua ini sangat jelas atas kebutuhan turnamen dikalangan veteran. Untuk itu Baveti diharapkan lebih aktip selenggarakan kegiatan kegiatan seperti ini. Kalau tidak memungkinkan sebaiknya bertindak selaku coordinator saja. Yang penting adalah niat sangat dominant agar bisa berlangsung keinginan sebagian masyarakat tenis khususnya veteran.

Anda Mau Jadi Petenis Pro ?


Kalau ikuti berita media massa tentunya cukup tergiur pula keinginan menjadi petenis dunia seperti Roger Federer, Nadal. Ataupun Maria Sarapova, Serena Williams, Martina Hingis dll. Yang jadi pertanyaannya sekarang bagaimana sampai bisa mencapai keinginan tersebut diatas.
Katakan saja kalau Anda sudah bisa bermain tenis , belum berarti sudah bisa menjadi pemain besar. Apalagi kalau mau masuk ke turnamen Grand Slam, lalui dulu di turnamen nasional atau dikenal dengan TDP(Turnamen Diakui Pelti). Artinya perjalanan Anda masih panjang sekali.

Sebagai contoh jika Anda sudah berusia 14 -16 tahun dan ingin menjadi petenis yang sepenuhnya hidup di tenis. Latihan secara rutin diklubnya atau dengan pelatih sendiri. Maka sudah waktunya mulai ikut turnamen dengan didampingi oleh pelatih. Go international mempercepat Anda untuk menjadi petenis besar . Ikutilah dulu ITF Junior Circuit yang dikenal mulai dari Grade 1 sampai 5, tapi pilihlah dulu yang Grade 5 karena belum punya peringkat ITF Junior. Ini merupakan langkah awal ke internasional sebelum masuk ke 100 besar dunia. Sebagai informasi dapat disebutkan dari data2 tahun 1985 – 1999, rata2 10 petenis putra mencapai 100 besar dunia untuk putra hanya sekitar 5,4 per tahunnya. Sedangkan untuk putri, rata2 10 petenis top putri mencapai 100 dunia adalah 6,4 per tahun.
Artinya dari data2 ini dikatakan kalau Anda mencapai top 10 Junior World Ranking maka Anda punya kesempatan 54 % untuk menembus 100 besar dunia (putra), sedangkan putri 64 %. Dari analisa sejumlah 30 top petenis yunior putra dan putrid setelah 4 tahun dalam keikutsertaan di pertenisan pro, jika masuk 30 besar Junior World Ranking menunjukkan suatu indicator kesuksesannya di tennis Pro.
Perlu diketahui di tingkat Junior dikenal paling rendah adalah Grade 5, kemudian naik 4 ( Thamrin Cup, Pangdam Siliwangi, Solo Open, Wismilak Junior) , Grade 3, Grade 2 (Salonpas), dan Grade 1.
Diatasnya dikenal Grade B (regional Championship) dan Grade A yang dikenal dengan Grand Slams ( ada 4 )
Makin tinggi Grade atau kategori turnamen, maka makin tinggi angka kemenangan jika didapat dan tentunya akan menaikkan peringkatnya.
Sebagai contoh, di Grade 4 jika juara akan dapat….., bandingkan dengan Wimbledon , juara dapat 250 points. Grade 5 sebagai juara hanya dapat 30 point , runner up hanya 20 points. Kalau dulu hanya dikenal perinmgkat tunggal dan ganda yang dipisah tetapi sejak 1 Januari 2004, ITF perkenalkan the Combined Ranking System. Kombinasi peringkat tunggal dan ganda yang digunakan oleh ITF sebagai peringkat atlet tennis yunior.
Jika masuk Pro-Circuit baik putra dan putri maka harus mengenal dulu macam2 turnamen Pro-Circuit ini. Dulu dikenal adanay Men’s Satellite Circuit dan Men’s Futures sebagai turnamen terendah, tetapi sekarang dihapusnya Men’s Satellite Circuit sehingga paling rendah adalah Men’s Futures yang jika perminggunya prize money US$ 10,000 maka ada 3 minggu berturut turut, begitu juga jika prize money perminggunya US$ 15,000 maka harus 2 minggu turnamen dimana setiap minggunya mendapatkan point untuk peringkat dunianya. Untuk Putri dikenal Women’s Circuit yang paling rendah adalah US$ 10,000 kemudian naik US$ 25,000 – 75,000. Diatasnya baru dikenal Tier 5 yang masuk Seri dunia.

Secara global 2 tahun lalu didapatkan dari Pro Circuit khsususnya putra, 68-74 % diisi oleh Men’s Futures di 60 negara selama setahunnya. Jika mulai dari tingkat ini maka tercatat 97 dari 100 top putra sudah dimulai dari ikut Satellite Circuit atau Futures dalam perjalanan karirnya. Jika berhasil ikuti turnamen ini maka akan sangat memungkinkan bisa naik peringkat dunianya sehingga memungkinkan pula ikuti turnamen dengan tingkatnya kompetisinya makin besar. Disamping itu pula pendapoatan dari prize money juga lebih besar. Ada satu keuntungan jika ikuti turnamen diatas men’s circuit atau Futures, yaitu tingkat Challenger (prize money mulai $ 25,000 – 100,000), yaitu akan dapat free hospitality selama minimum 5 hari. Artinya pengeluaran selama ikuti turnamen bisa diamankan disektor akomodasi. Jika mau iktui ITF Circuit maka dianjurkan memilih turnamen yang tingkatannya paling rendah, kemudian bisa meningkat ketingkat yang lebih tinggi.

Jumat, 15 Februari 2008

Mengenang MUNAS Pelti 2002

Selama hidup belum pernah terjun kedalam kegiatan politik praktis. Kehidupan disekitar organisasi olahraga seperti yang dilakukan oleh orangtua Jooce Albert Raturandang (alm) . Begitu juga permainan didalam suatu pemilihan baik pemilihan ketua organisasi. Pengalaman pertama ditahun 2002 di organisasi olahraga yaitu Pelti, saat Martina Widjaja yang mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Tenis seluruh Indonesia. Tidak dibekali teori tapi menjalankan tugas tidak lepas demi kepentingan olahraga tenis saja. Karena promosi program2 pertenisan akan menghasilkan pertenisannya lebih baik, jadi bukan menjual personnya melainkan program2nya yang lebih bermanfaat demi kedepan. Mungkin saat itu tidak dikoordiner melalui tim sukses. Belum banyak pengurus daerah yang dikenal tetapi komunikasi dengan surat2 cukup gencar unuk menawarkan program2 pengembangan tenis seperti Program Mini Tenis, Coaching Clinic, Persami (pertandingan sabtu minggu) dan lain lain. Bahkan khusus Persami, AFR langsung laksanakan sendiri di Jakarta.
Kemudian siapkan bahan bahan presentasi untuk Martina Widjaja dengan dibimbing oleh Soebronto Laras. Materi presentasi baik dalam bentuk foto2 kegiatan sejak tahun 1989 sampai saat itu 2002. Disiapkannya Visi dan Misi didalam presentasi.
Setelah itu tanpa disadari semua pihak AFR usulkan kle Martina Widjaja (Ketua Bidang Pengembangan PB Pelti) diadakan turnamen tenis di Jambi bulan Nopember 2002, khusus untuk menghimpun kekuatan di Sumatra. Ide ini disambut baik oleh Ketua Pengda Pelti Jamb saat itu Dr H Ade Syuhada . Dalam turnamen tenis di Jambi hadir pula wakil2 dari Pengda Pelti Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Bangka Belitung, Lampung, Sumsel, Bengkulu. Malamnya diadakan pertemuan dengan Pengda Pelti yang hadir untuk membuat komitmen menghadapi MUNAS Pelti 2002 di bulan December 2002 di Makassar. Tapi dalam pertemuan tsb ada ganjelan yang muncul yaitu ketua Pengda Pelti Bengkulu yang mantan Kapolda Bengkulu, karena sewaktu mulai menyinggung figur Ketua Umum mendatang. Beliau menghendaki tidak menyebut nama calon Ketua Umum PB Pelti, tetapi cukup kriteria saja, semua yang hadir setuju. Setelah kriteria dibuat, muncul usulan beliau ASALKAN JANGAN PEREMPUAN. Ini dia suatu pukulan besar.
Di Jakarta, AFR terima telpon dari Albert Wuysang yang sebagai sekretaris Pengda Pelti Sulawesi Utara yang saya kenal nama dan poernah ketemu sekali di turnamen Maesa Paskah di Jakarta, tetapi belum kenal sepenuhnya. Karena Albert sepengetahuan saya adalah mantan anggota DPRD selama 2 periode maka AFR sedikit hati2 bersilat lidah. Ditanyakan apakah ada petunjuk dari PB Pelti masalah Munas. Ini pancingan datang dari Manado. Saat itu belum tahu kearah mana Sulut berpihak karena calon2 Ketua umum PB Pelti (2002-2007) telah keluar di media massa selain Martina Widjaja juga Permana Agung mantan Dirjen Bea Cukai. Dengan berpatokan agar berpikiran positip maka AFR katakan tidak ada petunjuk karena kehendak daerahlah sebagai aspirasi penentu. Langsung AFR bertanya, kira2 Sulut akan memilih siapa. Albert langsung menyampaikan kalau selama ini komunikasi ke daerah dari Pusat paling banyak datangnya dari surat2 Ketua Bidang Pengembangan PB Pelti Martina Widjaja, jadi so pasti Martina pilihannya. Karena kuatir suatu pancingan, AFR sampaikan pilih yang terbaik dimata daerah saja. Mau pilih Martina silahkan tunjukkan di Munas.
Keinginan Sulut memilih Martina langsung AFR sampaikan ke Martina Widjaja, dan pesannya kalau sudah di Makassar , minta Albert bertemu langsung dengan Martina.
Saat Munas 2002, saya menunggu kedatangan Alberet Wuysang di lobi hotel yang baru tiba dari bandara. Tapi tidak ikut menemani Albert ketemu Martina, hanya tilpon Martina kalau Albert sudah ada dan sedang menuju kekamar Martina di hotel tersebut. Secara dian diam saya lihat Donald Wailan Walalangi yang juga asalnya sama dengan Albert Wuysang yaitu Tondano mendekati Albert Wuysang. Entah apa yang dibicarakan AFR tidak mau tahu.
Karena Albert berpengalaman di percaturan politik, saya minta dia agar memimpin teman2 simpatisan Martina Widjaja termasuk dengan teman2 dari Sumatra. Mulailah diatur dan dihitung kekuatan yang sudah ada dan seterusnya.
Teringat akan hambatan dari Bengkulu, ketemu lagi utusan Bengkulu dan menyampaikan salam dan mengingatkan bahwa ada hadis di Kitab Suci Al-Quran yang mengatakan kalau orang yang paling dihormati adalah Ibu, Ibu, Ibu. That’s all yang AFR ingatkan kepada beliau. Beliaupun hanya mangguit manggut saja. Dan tidak ada komentar tambahan dari AFR.
Sewaktu di lobi hotel, datang rekan dari DKI yang dulu sama sama duduk dikepegurusan Pengda Pelti DKI (Ketuanya Martina Widjaja) yaitu mantan Walikota Jakarta Utara, H.Suprawito. Beliau sampaikan kalau keinginannya memilih Martina Widjaja tetapi keinginan Pengda Pelti DKI adalah memilih Permana Agung. Kebingungan ini disampaikan kepada AFR dilobi hotel. Inilah kesulitannya, kepentingan pribadi atau organisasi. Tetapi AFR sampaikan memaklumi situasinya. Tidak perlu kuatir masalah pertemanan tetap berjalan terus karena sama sama insan tenis tetap bersatu. Keberpihakan DKI tidak ke mantan Ketua Pengda DKI (Martina Widjaja) justru menguntungkan dalam kampanye Martina Widjaja.
Kegiatan AFR cukup mengkoordiner utusan utusan daerah maupun memonitor kegiatan calon ketua umum Permana Agung yang banyak didukung oleh mantan mantan petenis nasional seperti Donald Wailan Walalangi, Yayuk Basuki, Suharyadi, Sulistyono, Utaminingsih, Abdul Kahar MIM. Ayi Sutarno. Sedangkan Martina Widjaja didukung oleh mantan petenis tempo doeloe , yang awal bulan Agustus 2002 di Surabaya diadakan Wismilak Reuni telah berkumpul teman teman petenis era 1958-1970 seperti Dauri Mohran ( dr. Dauri Mohran), Atet Wijono, Hadiman, Hanjaya Halim, Yolanda Soemarno, Soegiarto Soetarjo, Lita Soegiarto, Soebronto Laras, Ingkiriwang, Slamet Utomo, Lanny Kaligis Lumanauw, Jacky Wullur, Diko Moerdono, Adrian (Semarang), Yoce Suwarimbo, Tjahjono (Malang), Imam Sutarli , Budiman Asnar, Danny Walla, Emrik Walla, Willy Walla, Alfred Raturandang, Ferry Raturandang dan banyak lagi. Reuni ini berjalan sampai tahun 2006.
Yang cukup menarik adalah Yayuk Basuki dengan teman2 mengambil ruangan cukup strategis didepan tangga turun dari ruang Munas sehingga banyak rekan2 Pengda ditampung mendengar kampanye didalam ruangan tersebut. Salah satu utusan dari Bangka Belitung melaporkan kepada AFR dan minta ijin ikut kesana. Oleh AFR justru diijinkan karena ingin tahu materi apa didalamnya. Laporan yang didapat adalah kampamye negatip yang mereka lakukan. Ini satu poin kemenangan Martina Widjaja. Justru menciptakan kesan negatip bagi tim sukses mereka.
Dalam 3 hari di Makassar, kesiapan fisik sangat menentukan karena berkumpul terus tiap malam sampai pukul 3 pagi.
Startegi kemenangan dilakukan oleh Albert Wuysang, sedangklan peranan AFR hanya memantau saja, karena tidak punya pengalaman dalam pemilihan pemilihan tersebut.
Begitu hari terakhir sebelum pemilihan, Albert Wuysang pagi2 telpon kekamar menyampaikan kalau ada yang belum dilakukan. AFR kaget juga, tetapi begitu disampaikan oleh Albert Wuysang kalau kita telah berusaha tetapi lebih komplit kalau Tuhan ikut merstuinya, yaitu BERDOA. Hal ini dilakukan dikamar Martina Widjaja telah berkumpul daerah daerah yang berpihak ke Martina Widjaja. Doa dilakukan oleh Dr Ade Syuhada dan juga oleh Soebronto Laras.
Penyapaian presentasi oleh Martina Widjaja, AFR hanya sebagai operator LCD dengan computer jinjing ditangan. Ada kejadian lucu yaitu pihak Permana Agung mau pinjam LCD yang dibawa oleh Martina Widjaja. AFR tidak bisa memutuskan karena kuatir tanpa seijin Martina bisa bikin masalah. Secara pribadi bukan masalah karena semua pihak adalah teman teman juga. AFR langsung laporkan ke Soebronto Laras dan diijinkan tapi tidak beritahu ke Martina masalah ini. Ya Munas berjalan dengan sukses. Langkah pertama AFR lakukan dalam suasana riuh diruangan bukan mendatangi Martina Widjaja tetapi menyelamatkan laptop pribadi yang baru dibeli 5 bulan lalu dari hasil Persami dibawa kekamar.Setelah Munas ditutrup oleh Martina diundang ke Restoran Sea Food di Makassar, tapi AFR langsung masuk kamar untuk istrahat. Tapi akhirnya ada tilpon masuk diminta ikut merayakan kemenangan maka AFR pergi juga larut dalam keramaian tersebut..
Setelah berlangsung Munas, ada teman yang begitu tahu kalau m,ateri presentasi yang AFR simpan di computer tidak diback up dalam USB atau disket. Ini karena ketidak tahuan masalah computer tetapi ditutup dengan keyakinan kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga sesuatu yang dilakukan demi kebaikan tentunya direstui Tuhan.
Yang cukup menegangkan adalah Panpel Munas yang ketuanya Soegeng Sarjadi (Sekjen PB Pelti 1998-2002) tidak hadir tetapi wakil ketua Panpel Benny Mailili (alm) dibuat kewalahan karena meninggalkan utang kamar peserta yang harus dibayar oleh Panpel Munas. Atas inisiatip Martina Widjaja, Soebronto Laras dan A.Qoyum yang saat itu mantan pengurus di PB Pelti 1998-2002 secara patungan membayar utang yang ditinggalkan. Kalau tidak peserta Munas bisa jadi sandera.

SMS Menjelang MUNAS Pelti 2007

Selain menghasilkan Ketua Umum Pengurus Pusat PELTI 2007-2012, Musyawarah Nasional PELTI juga menghasilkan beberapa rekomendasi penyesuaian Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tnagga Pelti 2007-2012. Rekomendasi dibuat disesuaikan dengan Undang Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Rekomendasi hasil Komisi A adalah perubahan nama Pengurus Besar menjadi Pengurus Pusat Pelti, perubahan nama Pengurus Daerah menjadi Pengurus Provinsi, Pengurus Cabang menjadi Pengurus Kota atau Pengurus Kabupaten. Begitu juga Ketua Umum Pengurus Pusat PELTI tidak diperkenankan merangkap jabatan pada cabang olahraga lainnya. Rekomendasi lainnya adalah Pasal yang memuat sanksi bagi pemain yang memalsukan identitas (Akte Kelahiran, Ijazah, KTP, dll) yang disetujui dalam AD/ART. Perubahan Pasal 14 ayat 13 ART diubah menjadi Ketua Umum terpilih, sekaligus ketua formatur dalam menyusun kepengurusan dibantu oleh 4 (empat) orang anggota formatur lainnya yang terdiri dari 1 (satu) orang representasi pengurus lama dan 3 (tiga) orang representasi dari peserta MUNAS.
Disamping itu pula rekomendasi penyusunan JUKLAK dan JUKNIS pada point 4 rancanagan AD&ART, perubahan AD Pasal 13.3, yaitu Ketua Pengurus Daerah/Cabang/Klub PELTI dapat menduduki jabatan tersebut sebanyak banyaknya tiga kali masa jabatan yang beruntun. Penandatanganan AD/ART PELTI oleh Ketua,Sekretaris dan 3 (tiga) orang anggota. Disamping itu pula diputuskan Musyawarah Nasional PELTI tahun 2012 di Manado (Sulawesi Utara).. Rekomendasi selanjutnya adalah penyusunan sejarah PELTI. Sinkronisasi antara AD Pasal 18.5.3 dan ART Pasal 8.2
Tak kalah menariknya adalah bagi team tenis daerah yang akan mengikuti Kejuaraan Nasional didaerah lainnya, maka perlu adanya rekomendasi dari PengProv setempat (asal) agar tidak terjadinya istilah “Pemain Ilegal” atau jual beli atlit.Kepada Panitia Kejurnas tidak diperbolehkan mengizinkan pemain pemain yang tidak memiliki surat rekomendasi PengProv asal, untuk mengikuti turnamen.
Sedangkan Komisi B menerima proposal pokok pokok program kerja Pelti 2007-2012 dengan catatan menambahkan rekomendasi agar menetapkan blue print pembinaan prestasi, membentuk sikap mental yang jujur dan disiplin bagi Pelatih, Pembina dan Atlet. Rekomendasi lainnya adalah menyelenggarakan penataran Referee, wasit dan pelatih dan diharapkan PP Pelti membantu pengadaan wasit dan pelatih yang bertaraf internasional ke daerah. Untuk memperoleh pola pencarian atlet yang berbakat secara maksimal perlu dibentuk sentra sentra wilayah yang dipimpin seorang coordinator. Disamping itu pula diminta PP Pelti agar menghargai pelatih awal yang menemukan atlet berbakat bersangkutan. Dan menetapkan sasaran 5 tahun kedepan (SEA Games dan Asian Games). Hanya atlet yang memiliki KTA dari Pengda yang diperbolehkan untuk mengikuti pertandingan TDP, oleh karenanya diperlukan program inventarisasi atlet, pelatih. Dan terakhir PP Pelti dianjurkan untuk membantu daerah untuk mensponsori pertandingan pertandingan TDP.
Dari hasil Munas ini dimasa datang, PP Pelti sudah harus segera merealiser pembentukan Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti yang dikeluarkan oleh Pengurus Provinsi.

Ternyata perjalanan MUNAS Pelti 2007 di Jambi dibumbui oleh munculnya SMS dari orang yang tidak puas jika Martina kembali menjadi Ketua Umum PB PELTI periode 2007-2012. Yang ketiban SMS tidak lain adalah petinggi PB Pelti saat itu yaitu August Ferry Raturandang yang sangat sabar dan mau dengan telaten melayani masyarakat tenis Indonesia. “ Ini kan resiko jabatan.” . Dalam tugas sehari hari August Ferry Raturandang paling sering terima SMS yang memberikan kritik yang bahkan menjurus kurang ajar dan tidak etis.. Kesabaran dari August Ferry Raturandang masih diuji yang tanpa mengenal lelah sedang sibuk mengontrol kerja dari Panpel Munas.
Entah SMS yang bertubi tubi itu untuk melemahkan konsentrasi kerja pelaksanaan Munas karena August Ferry Raturandang mempunyai tanggung jawab dengan kapasitas sebagai Wakil Ketua Panpel selama Munas berkoordinasi dengan anggota Panpel dari Pengda Pelti Jambi yang sebagian besar adalah tenaga tenaga dari Universitas Jambi. SMS pertama datang dari sesorang yang dikenalnya karena yang bersangkutan juga membuka usaha dilapangan tenis Gelora Bung Karno.” Namanya Bobby Palpahan. Saya mengenal pertama kali saat Munas 2002, yang bersangkutan itu termasuk dalam tim sukses calon Ketua Umum PB Pelti yang kalah bersaing dengan Martina Widjaja.”
SMS pertama tersebut sebagai berikut “Fer, kubu Martina jangan menghalalkan cara untuk kembali duduk jadi Ketua lagi, karena gerilya yang dilakukan semua laporan, malu kalau sudah gagal, awas jangan sampai Munas ini nanti di DEMO MASYARAKAT TENIS SE INDONESIA, jangan berkolaborasi dengan kebohongan. Tau dirilah SUDAH NGAKU GAGAL.
August Ferry Raturandang yang sedang komsentrasi atas kerja Panpel tidak mau pusing masalah SMS ini karena sudah mengenal orangnya. Kemudian SMS tersebut di forward ke anggota PB Pelti lainnya seperti Wakil Ketua Pembinaan Yunior Christian Budiman dan Wakil Ketua Bidang Pembinaan Senior Diko Moerdono dan pelatih Deddy Prasetyo yang setahu saya adalah temannya. Tapi oleh Deddy Prasetyo dijawab sedang berada di Solo dan tidak ada urusan dengannya. Tidak luput pula SMS tersebut diforward ke wartawan Tabloid Tennis dan Humas KONI Pusat Atal Depari yang juga Ketua SIWO. Jawaban datang dari Atal Depari yang menanyakan mengatas namakan masyarakat tenis yang mana.
August Ferry Raturandang langsung menjawab SMS tersebut dengan menyampaikan lebih baik kita berbuat sesuatu untuk tenis dari pada sibuk caci maki, kita hidup dalam KASIH dan Tuhan Memberkati Kamu.
Muncul lagi SMS berikutnya dari yang bersangkutan. " Brur, sekedar ngingatin karena AD/ARTdirubah, jangan kita menyebut Tuhan tapi kita melakukan yang dilarang Tuhan, biarlah kasih kesempatan ama yang lain duduk di PB PELTI karena 5 tahun ini yang terjadi apa? Berantam iya dan anak yang bakat dia matikan "
Kemudian yang bersangkutan masih terus kirimkan SMS berikut yang bunyinya” Bung, kalau kasih angket ini yang milih Martina hanya orang yang punya kepentingan pribadi, dia sudah gagal apalagi ? pemimpin yang sukses yang bias mengakomodir semua mayarakat tenih tanah air, sekarang saya Tanya ada berapa orang yang diakomodir Martina ? SEJARAH TENIS INDONESIA MARTINA MEMECAHKAN REKORD PALING BURUK, MEMIMPIN TENIS KAYA MEMIMPIN RUMAH SENDIRI.”
Tidak habis sampai disini SMS tersebut tapi karena belum puas maka muncul lagi dari orang yang sama “ Hm..ngomong ke Pengda minta didaulat min.10 Pengda ? buat konprensi pers tidak mau maju lagi udah capeklah, lagu lama Fer, Indonesia terpuruk dari DAVIS CUP & FED CUP, terus mau maju? Semua masyarakat tenis sudah paham bagaimana kepemimpinan di bawah Martina? “
Kemudian masuk lagi SMSnya “jago ya gue gara2 sms gue Martina maju jadi semangat lagi, sms saya ini forward lagi kemunas agr rame Fer, karena jika Martina tidak terpilih kamu jadi kacung, tidak punya kerjaan.” .
Wah ini sudah menyinggung harga diri August Ferry Raturandang. Memang sebelumnya pernah menyampaikan kepada rekan2 yang selama ini mengaku sebagai oposisi kalau dalam menjalani tugas di PB Pelti hanyalah sebagai Pelayan. Walaupun dicacai maki hati hancur tapi muka harus tersenyum. Lain ceritanya kalau sudah tidak duduk dalam kepengurusan, itu sudah urusan pribadi alias aslinya bisa keluar darah Tondanonya.
Tidak puas dengan sms tersebut masih datang juga sms berikutnya.” Fer, alam reformasi ini masyarakat bebas mau bicara apa saja. Presiden aja didemo apalagi Martina, siapa Martina ni negaraini, dia bukan pejabat structural KELAS PIRO DOL, ENTEKAN PENJILAT, gue suruh kamu di hajar TOPAN.
Untuk menstop SMS yang masuk oleh August Ferry Raturandang langsung dibalas dengan mengambil ayat suci Alkitab dari Lukas 6 ayat 29, dan Matius 5 ayat 39, dengan tujuan agar yang bersangkutan sadar atas perbuatannya.. Akhirnya jawabannya datang juga yaitu “ ENTE HANYA KELIHATAN KAYA MALAIKAT KELAKUAN TIDAK SESUAI, LIHAT KAMU KASIH SMS KE FORUM MUNAS, YOU PIKIR GUE TIDAK PAHAM, BESOK TIDAK JADI KETUA MARTINA TIDAK ADA INSAN TENIS YANG DEKAT DENGAN ENTE.”
Begitulah SMS dari yang bersangkutan dari Senayan, kemudian tidak lama lagi muncul SMS dari Tegal . “: 5 tahun kedepan tenis ina kembali mati suri.” Begitulah sms yang masuk. Ternyata masih ada lagi yang masuk dari nomer yang tidak saya kenal. “ AMAT DISAYANGKAN KARENA AMBISI PRIBADI MAKA MASYARAKAT TENIS INDONESIA KEHILANGAN KESEMPATAN DIPIMPIN OLEH ABURIZAL BAKRIE YANG BERTANGAN DINGIN. “

Awalnya sewaktu terima sms yang pertama selaku Wakil Ketua Panpel, sempat berdiskusi dengan anggota Panpel lainnya yaitu Albert Wuysang. “Kalau dia bukan dari pengda tidak usah dipikirin.” Tetapi selanjutnya Albert katakana kalau orang tersebut muncul di Jambi akan dihajarnya. “ Maklum orang Tondano (Sulawesi Utara).” Ujarnya.

Selama kepengurusan PB Pelti dari tahun 2002 ternyata bukan hanya August Ferry Raturandang yang mendapat SMS, tetapi Wakil Ketua Bidang Pertandingan Diko Moerdonopun pernah mendapatkan sms tetapi Diko tidak mengenal nomer tersebut. Begitu juga Ketua Bisdang Pertandingan Enggal Karjono menjelang Kejurnas Tabloid Tennis pernah menerima SMS dari salah satu Klub tenis yunior baru di Bandung. Yang menyindir dan bertanya kalau kejurnas tiu tujuannya untuk pembinaan maka akan kirimkan atletnya ke Kejurnas Yunior. Tapi karena tidak dikenal orangnya maka Enggalpun cuek saja.