Jumat, 04 April 2008

" Met of Zonder Jullie Zullen de Wedstreijden Doorgaan "

Mengenang 84 tahun PEKAN OLAHRAGA MAESA

Bukan karena pengaruh BOLLS ( minuman sejenis Whisky) Anton Nayoan, pemuda 20 tahun dari Bandung asal Minahasa berucap dengan suara lantang “met of zonder jullie zullen de wedstrijden doorgaan” (dengan atau tanpa kalian, pertandingan ini akan tetap jalan), yang kemudian disambung dalam bahasa Manado “Kalu Tuhan menghendaki, nembole ada tu pele torang pe usaha. Mulai ini hari, torang bentuk perkumpulan olahraga tennis vor torang orang Manado diluar Minahasa”. Kalimat itu diucapkan hari minggu tanggal 28 Desember 1924, dan dipercaya merupakan hari lahir organisasi olahraga POR MAESA. Saat itu, atas kesepakatan beberapa pemuda, Menadonese Interstedelijke Tennis Organisatie (MITO) terbentuk, dan Dr Ph Laoh menjadi ketua MITO pertama untuk periode tahun 1925 sampai dengan tahun 1936. Sejak itu setiap tahun MITO menyelenggarakan pertandingan dengan membentuk Interstedelijk Tennis Paaswedstrijden Vor menadonesen, yakni pertandingan Tennis antar kota bagi orang-orang Manado, dan diselenggarakan bersamaan dengan perayaan paskah. Penyelenggaraan kali ini adalah yang ke 80 tahun, dan jumlah kegiatan olahraga pun telah bertambah menjadi 12 cabang olahraga antara lain Tennis, Sepak bola, Karate, Tinju, Bulutangkis, Bowling, Berkuda, Catur, Bridge, Golf, Sport Dance.

Hari Jumat 26 Desember 1924, di hari Natal kedua, perkantoran di Batavia masih suasana libur. Untuk mengisi hari natal kedua seperti kebiasaan di Minahasa, para pemuda pemudi berkumpul dan saling berkunjung diantara sesama keluarga. Karena sedang berada di perantauan, sekelompok pemuda Kawanua mengisi hari natal kedua dengan bermain Tenis bersama di Lapangan Tenis Deca Park, Weltervreden Koningsplein, (sekarang lapangan Monas). Mereka tampak antusias melakukan pertandingan persahabatan diantara sesama penggemar tenis. Saat itu beberapa pemuda kawanua dari Bandung, Surabaya, dan Batavia ikut bermain.
Dari Bandung hadir Anton Nayoan, Wim Nayoan, Willem Laoh, Ferdie H Lapian, Ir Herling Laoh, serta beberapa pemuda dari Subang. Dari Surabaya hadir Salem Nglon, dan dari Batavia, Paul F Rumate, david Ranti, Wim Ranti, F. Laoh, Jan Tilaar, Johan Waney dan Wim Gontha.
Saat istirahat bermain, Anton Nayoan menyampaikan ide, “Zeg kerels, wat denken jullie een Tennis wedstrijd te houden tussen de kawanua’s te Batavia, Surabaya, Subang en Bandung?” (Bung, apa pikiran kalian, jika kita adakan pertandingan Tennis antar kawanua se Jakarta, Surabaya, Subang, dan Bandung?). Mendengar usul tersebut semua yang hadir setuju dengan gagasan Anton, dan mereka sepakat mengadakan “Interstedelijk Tennis Paaswedstrijden vor Menadonesen”. (Pertandingan Tennis paskah Antar Orang-orang Menado). Dari berbagai pembicaraan, belum ada satu orang pun diantara mereka yang hadir bersedia menjalankan ide tersebut. Tiba-tiba salah seorang yang hadir berkata “Ngana pe gagasan hebat Anton maar sapa tu mo urus !” kata seorang rekan yang hadir dengan dialek Manado. “Ngana jo tu ator, Anton . Nanti torang dukung !”. Saat itu juga semua sepakat menunjuk Anton sebagai ‘motor’ yang akan mengorganisir westrijden/turnamen.

Berdirinya Menadonese Interstedelijke Tennis Organisatie (MITO)

Dirumah Dr Ph Laoh Jalan Naripan No 722 Bandung, Hari Minggu 28 Desember 1924, Anton mengundang beberapa pemuda kawanua sesama pemain tenis, membicarakan tindak lanjut dari kesepakatan lisan saat bermain tenis di Lapangan Deca Park Batavia, dimana Anton ditunjuk sebagai koordinator penyelenggaraan ‘paaswestrijden’. “Untuk itu torang musti punya organisasi ” tegas Anton. Kemudian, bersama Dr Ph. Laoh, Willem Laoh, Ferdy Lapian, F Laoh dan Anton, mereka mulai melakukan pembicaraan ke arah pembentukan wadah organisasi yang akan menaungi paaswedsrijden Tennis antar kota di Jawa, bagi orang-orang Menado asal Minahasa. Setelah melalui diskusi panjang antar sesama petennis, akhirnya terbentuklah Menadonese Interstedelijke Tennis Organisatie (MITO). Organisasi ini kemudian menjadi wadah bagi penyelenggaraan “Interstedelijk Tennis Paaswedstrijden vor Menadonesen” (Pertandingan Tenis Paskah antar Kota antar orang Menado). Dengan moto “Bertanding di lapangan, mengejar dan memelihara persaudaran dan ke-Kawanua-an, memelihara sportiviteit dan persatuan, serta meningkatkan mutu”. Persiapan pertandingan terus dilakukan dimana penyelenggaraan pertandingan pertama tersebut, rencananya akan dilangsungkan dihari paskah bulan Mei 1925


“Wie moet dat? allemal betalen”
Saat mereka membahas teknis penyelenggarakan pertandingan, pembiayaan menjadi kendala utama. Dimana waktu itu biaya sewa lapangan dan harga bola tenis cukup tinggi. Untuk bola tenis saja, harganya mencapai F1,50 per buah. Belum lagi urusan penginapan. Melihat hambatan ini Ferdy Lapian mengajukan pertanyaan “Wie oet dat allemal betalen?. Sapa tu mo bayar itu samua ?” Anton yang baru menegak beberapa gelas Bolls (minuman alkohol ringan), berdiri dan dengan suara keras khas Kawanua dia berkata “ Met of zonder jullie zullen de wedstrijden doorgan !” (Dengan atau tanpa kalian, pertandingan akan tetap jalan)
Dengan menggunakan motorfiets No Pol B-11665, selama tiga hari Anton berkeliling menempuh jarak 500 km pulang pergi ke Batavia Via Subang pulang pergi mengantarkan undangan, sekaligus pemberitahuan, bahwa telah berdiri Menadonese Interstedelijke Tennis Organisatie (MITO). Sedangkan untuk Surabaya, undangan dititipkan melalui Kereta Api.

Kejuaraan Tennis MITO/ MAESA Pertama
Menjelang Paskah dibulan april tahun 1925, pertandingan digelar. Para peserta ramai berdatangan. Dari Batavia, hadir dengan captain bermain Paul Rumate, dengan tim lengkap seperti; Jan Tilaar, F Laoh, Wim Gontha, Johan waney, David Ranti, dan Wim Ranti. Tim Surabaya, dipimpin George Muntu (Tjok), dengan anggota pemain; Alex Muntu, Rob Tuwaidan, dan Salem Ngion. Sedangkan Tim Bandung dipimpin Anton Nayoan dengan tim; Wilem laoh, Wim Nayoan, Ferdi Lapian. Ikut dalam pretandingan saat itu, beberapa warga Belanda yang mewakili tim Batavia dan Bandung. Keluar sebagai juara dalam turnamen pertama ini. Ternyata hanya dalam nomor ganda putra yang dimenangkan orang Menado mewakili tim Bandung, yakni Ir Herling Laoh berpasangan dengan F Van Pamelen. Sedangkan nomor tunggal putra dimenangkan F Van Pamelen, Tunggal Puteri, Nn AD. Adam, Ganda Campuran, Nn Van Pamelen dan F Van Pamelen ( Pasangan Bapak dan Anak ).

Sejak itu, setiap tahun menjelang paskah, rangkaian turnamen Tennis tetap dilaksanakan secara bergantian sampai sekarang ini telah berlangsung selama 83 tahun. Pertandingan yang tadinya hanya diperuntukkan bagi orang Manado yang berada di luar Minahasa, telah berkembang dengan pesat. Berbagai prestasi dicapai atlit-atlit Maesa. Mereka ikut berprestasi ditingkat nasional, dan mengharumkan Indonesia ditingkat Internasional. Dan bukan saja dicabang tenis seperti; Allex Karamoy (87 tahun, sekarang masih aktif bermain Tenis), Lanny Kaligis, Yolanda Sumarno, Jacky Wullur, Samudra Sangitan, Lita Sugiarto, Wailan Walalangi, dan Adrian Raturandang, Septi Mende, Christopher Rungkat dan Jessy Rompies. Tapi juga dari cabang lain seperti Sepak Bola; Sutjipto Suntoro, Yudo Hudiono, Ronny Pasla. Tinju; Boy Bolang, Ferry Moniaga. Bridge; Henky Lasut, Eddy Manoppo, Denny Sakul, Franky Karwur, Karate; Fredrik Lumanauw. Bulutangkis; Popy Tumengkol. Lius Pongoh, Serta berbagai prestasi dari cabang-cabang olahraga lainnya.
Dalam perayaan ulang tahun ke 84 kali ini, pengurus besar MAESA yang dipimpin para tokoh Kawanua di Jakarta seperti EE Mangindaan, HBL Mantiri, Drs SH Sarundayang, Benny Tengker, Frits Wullur, telah menerbitkan buku sejarah Maesa.. Buku yang berisi Sejarah Maesa dan Sejarah Minahasa ini, dimaksudkan agar generasi sekarang dan akan datang memahami betul organisasi MAESA yang telah berusia 84 tahun itu. Organisasi olahraga Maesa ini, adalah yang tertua diantara organisasi-oraganisasi olahraga di Indonesia. “ ada dua semangat yang membuat MAESA tetap eksis menciptakan prestasi terus menerus. Pertama ‘ orang Manado selalu rindu ketemu sesama Kawanua. Kedua, Orang Manado memiliki competitive spirit yang tinggi, dengan selalu berusaha untuk menang terus dalam bidang olahraga apapun”. Tutur Dr Nico A Lumenta, seorang Karateka nasional handal diera tahun 1970, dan mantan ketua komite pembinaan PB Pelti ( 1986-1990 ), yang juga pencipta Peringkat Nasional Pelti atau dikenal dengan PNP.(Nico Sompotan)

Tidak ada komentar: